Catatan harian yang semakin renta dan tua

Rabu, 29 Januari 2014

,


            Vivian baru saja melangkah keluar dari apartemen ketika sosok Ael tiba-tiba saja muncul dan menghalangi jalannya. Tubuhh menjulang itu berdiri tepat di depan Vivian sambil menyedekapkan tangannya. Mood Vivian yang sedang cerah-cerahnya tiba-tiba berubah mendung. Gloomy seketika. Dengan kesal ia bergeser ke kanan untuk melanjutkan langkahnya tapi dengan cepat Ael kembali menghalanginya. Akhirnya ia bergeser kea rah kiri, namun lagi-lagi Ael menutup aksesnya untuk keluar.
“Minggir deh! Gue udah telat!” Perintahnya.
“Gue mau bikin perjanjian dulu sama lo!” Tegas Ael.
Vivian mengerutkan keningnya. Perjanjian? Perjanjian apa? Jual-beli? Hutang-piutang? “Gue nggak ada waktu buat maen-maen nggak jelas sama lo!”
“Siapa yang mau main-main sih Yang. Gue serius!”
“Ya udah apaan?” Akhirnya Vivian pasrah. Tidak ada gunanya berdebat lama-lama dengan makhluk sinting di depannya ini. Yang ada waktunya semakin terbuang percuma.
“Oke! Gue mau, ntar siang lo makan siang bareng gue!” Jawab Ael. Sama sekali bukan tawaran atau permintaan. Itu pernyataan yang jelas sekali tidak bisa dibantah.
“Nggak bisa! Gue ada janji mau makan bareng Indra.” Tolak Vivian. Dirinya memang sudah ada janji untuk makan siang bersama Indra – atasan sekaligus sahabatanya sejak kuliah.
Ael mengerutkan keningnya. Sejak kapan Ivy punya pacar? Tanyanya dalam hati. “Indra siapa?” Tanyanya kepo.
“Kepo banget sih lo!” Vivian merasa tidak perlu menjawab pertanyaan Ael. Waktunya justru akan semakin terbuang percuma. “Udah ya Ael. Gue nggak punya banyak waku. Gue udah telat!”
“Nggak peduli! Lo nggak iya-in, lo nggak ngantor!” Jawab Ael tidak peduli. Vivian menggeram dalam hati. Ia mengutuki dirinya sendiri yang sialnya harus bertemu dengan orang yang cuek, nggak peduli dan percaya dirinya sejuta seperti laki-laki menyebalkan ini.
“Oke! Tapi gue harus ngomong dulu sama Indra.” Lagi-lagi Vivian hanya bisa pasrah. Di-iyain aja deh. Nggak mungkin gue nggak masuk kantor, walaupun sebenernya gue rasa gue butuh banget libur sekarang.
‘Indra itu siapa sih?” Lagi-lagi Ael menanyakan Indra. Bête juga dia kalo dari tadi nanya tapi nggak dijawab-jawab. Baru saja Vivian hendak menjawab…. “Jawab aja langsung. Nggak usah ngatain gue kepo.” Sambungnya.
Vivian menarik napas panjang. “Atasan gue!” Jawab Vivian akhirnya. Ael tidak berkomentar. Ia hanya memandang Vivian dengan tatapan menyelidik. Seorang sekertaris makan siang dengan atasannya. Bukan berarti tanpa alsan, kan? Pasti ada sesuatu.
“Biar gue aja yang ngomong!” Ucap Ael tiba-tiba.
“Ha?” Vivian hanya melongo mendengarnya. Otaknya masih berusaha mencera apa yang baru saja dikatakan Rafael. Ael mau ngomong sama Indra? Mau ngomong apa? Tiba-tiba Rafael menarik salah satu tangan Vivian dan menyeretnya untuk mengikutinya.
“Eh…eh… tunggu tunggu! Lo mau bawa gue kemana?” Vivian bertanya di sela-sela langkah tergesanya yang berusaha menyeimbangkan dengan langkah-langkah panjang Rafael. “Lepasin! Sakit tau!” Teriaknya. Tapi Ael sama sekali tidak menggubris teriakan Vivian itu. Yang ada cengkramannya malah semakin kuat dan ia semakin menyeret Vivian.
****

Senin, 27 Januari 2014

,


            Bara membanting tubuhnya di atas sofa ruang tamu apartemen Bimo. Bimo langsung menuju dapur dan membuat dua cangkir kopi untuk mereka berdua. Diletakkannya satu cangkir di meja depan Bara dan cangkir lainnya di depannya. Dilihatnya Bara menarik napas dengan keras.

“Udah berapa lama dia tinggal disini?” Tanya Bara sambil menerawang.

“Sekitar dua tahun.” Jawab Bimo singkat. Sebenarnya ia juga sedikit merasa bersalah terhadap Bara. Seharusnya ia tidak membiarkan sahabatnya ini kesini. Seharusnya ia mencegahnya sejak tadi.

Bara terdiam. Tidak menanggapi maupun kembali bertanya kepada Bimo. Pikirannya masih melayang ke kejadian tadi. Tadi itu Vian. Vivian Laisa. Mantan pacarnya saat ia masih duduk di bangku kelas XII SMA. Satu-satunya perempuan yang pernah singgah dan menetap lama di hatinya. Bahkan sampai saat ini, ia yakin Vian masih memiliki suatu tempat khusus di sudut hatinya. Satu tempat yang tidak akan pernah bisa dijangkau oleh perempuan lain. Ia kira ia sudah melupakannya. Ia kira Vian sudah menjadi salah satu bagian dalam kepingan kenangannya. Ternyata tidak semudah itu meskipun sudah empat tahun berlalu, Vian masih memiliki tempat dalam salah satu kotak harapan dalam hidupnya.

            Bimo hanya diam. Menyesap kopinya sedikit demi sedikit. Pikirannya melayang pada Bianca. Gadis yang selama ini dicintainya. Gadis yang selama ini hanya mampu ditatapnya dari kejauhan. Gadis yang datang dalam kehidupannya kemudian pergi dengan membawa satu-satunya hati yang ia miliki. Meninggalkan luka di dirinya saat ia mengetahui bahwa selama ini ia tidak pernah memiliki sedikit saja tempat di hati maupun di kehidupan Bianca. Ia sama seperti Nindy. Hanya figuran. Sepertinya ia bisa sedikit mengerti bagaimana perasaan Nindy oleh karenanya ia tak pernah menolak jika Bara meminta tolong terhadapnya untuk membawa gadis obsesif itu sejenak menjauh dari hidupnya. Ia tidak tahu kapan Bianca akan mengembalikannya. Ia sama sekali tidak punya ide. Ia juga tak mau menebak dan mengira-ngira. Ia takut, tebakannya nanti akan jatuh pada hal yang lebih meyakiti dirinya. Pun jika hati yang telah dibawa pergi itu kembali, entah masih akan utuh seperti semula atau tidak dan layak untuk diberikan pada cinta yang lain.

Kamis, 23 Januari 2014

,

Sumber Gambar
Mendung kembali melingkupi langit sore ini. Memaksa matahari untuk sejenak mengalah dan merelakan kemegahan senjanya tertutup awan. Ku tatap rintik hujan yang mulai turun dari jendela besar kamarku. Ah…tiba-tiba aku ingat. Kisah itu…..

Flashback On

“Farraaaaaahhhhhhh……buruan….dosennya udah masuk.” Teriak salah seorang gadis kepada seorang gadis yang kini sedang asyik menyeruput teh hangatnya di kantin kampus, untuk mengurangi rasa dinginnya karena mendung yang sudah hinggap di langit sejak pagi tadi, membuat udara terasa lembab. Hampir saja ia tersedak. Buru-buru gadis itu bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri gadis yang tadi meneriakinya setelah sebelumnya membayar teh yang baru setengah diminumnya itu.
“Aduh Anna…bisa nggak sih lo kalo ngomong nggak usah teriak-teriak gitu.” Omelnya setelah ia tiba di depan gadis bernama Anna itu.
“Dosennya udah masuk, Oneng Farrah.Ayok.” Jawab Anna sambil berjalan mendahului Farrah ke gedung tempat mereka akan mengikuti perkuliahan. Farrah hanya mengikuti dengan langkah malas. Hari ini mata kuliah Manajemen Strategi.Mata kuliah yang sebenarnya menarik untuk diikuti. Namun entah mengapa ia merasa tidak mood untuk masuk. Setelah mengucapkan permohonan maaf kepada sang dosen karena terlambat, Farrah dan Anna melangkah masuk ke bagian belakang kelas di mana tersisa dua kursi kosong yang belum ditempati. Dengan enteng Farrah menjatuhkan dirinya dan berusaha berkonsentrasi dengan penjelasan sang dosen yang tiba-tiba saja membuatnya mengantuk.

Kurang lebih dua jam perkuliahan berlangsung. Memasuki menit-menit terakhir, sang dosen memberikan pertanyaan yang hampir selalu ditanyakan oleh semua dosen saat mereka sudah bersiap untuk mengakhiri kelas.
“Ada pertanyaan?”Tanya beliau sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas.
“Iya baik.Yang di sebelah sana.” Ucap sang dosen sambil menunjuk ke arah Farrah. Ke arah Farrah? Perasaan ia tidak mengangkat tangannya? Apalagi jempolnya? “Jangan lupa sebutkan nama!” Perintah sang dosen.
Farrah jadi semakin bingung. Dan kebingungannya akhirnya terjawab setelah terdengar sebuah suara berat dan serak sesorang yang baru ia sadari sejak tadi ada di sebelah kirinya. “Nama saya Nicky Alfred Sandre. Tadi Bapak menjelaskan bahwa …bla…bla…bla….bla…bla….”
Hilang sudah konsentrasinya. Hilang sudah rasa bosannya.Hilang sudah kantuk yang sejak tadi menyerangnya. Lenyap tak bersisa. Yang ia tahu kini ia terpesona. Yang ia tahu kini ia kagum. Yang ia tahu kini ia….jatuh cinta?? Benarkah??
Seorang Farrah Alamri jatuh cinta pada PANDANGAN PERTAMA??!!Tidak mungkin.Bagaimana bisa??
****
Hari kamis…hari kamis…hari kamis… ayolah…hari kamis… buruan dateeenngg… Ucap Farrah dalam hati. Hari ini hari Jumat. Setelah ia pertama kali melihat laki-laki itu. Laki-laki yang telah merebut hatinya hanya dalam waktu kurang dari lima detik itu. Sejak kemarin kata ‘hari kamis’ seolah sudah menjadi mantra dalam hatinya.Ia rindu hari kamis. Ia rindu kamis sore. Ia rindu manajemen strategi. Ia rindu seseorang itu…
“Ngapain lo?! Bengong aja.Kesambet baru tahu rasa!!” Omel Elfi – kakak sepupunya yang bertepatan tinggal satu kost dengannya.
“Ih Kak Elfi. Ganggu kesenengan orang aja.” Gerutunya sambil memajukan bibirnya beberapa senti. Manyun.
“Monyong aja lo bisanya! Kenapa? Kangan sama tuh cowok? Ya udah telep aja. Rempong bener!” Komentar Elfi. Farrah semalam memang sudah menceritakan kejadian kemarin kepada Elfi. Dan Elfi positif seratus persen langsung tertawa terbahak-bahak dan meledeknya habis-habisan.
“Nggak ada nomernya.”Jawab Farrah singkat.
“Lo mau gue bantuin?!” Tanya seseorang secara tiba-tiba dari arah belakang. Seketika Farrah menoleh.
“Kak Rista?! Kok bisa ada disini?” Farrah malah balik bertanya.
“Yeee…ditanya malah balik nanya.” Sewot Elfi sambil menoyor pelan kepala adik sepupunya yang hanya berbeda satu tahun darinya itu. “Gue cerita sama dia kalo lo lagi naksir cowok.” Sambungnya
“Iya. Mau nggak gue bantuin? Anak semester atas, kan? Lo bilang kalo denger dari aksen bicaranya kayak satu daerah sama gue, kan? Gampang mah kalo gitu. Kita tinggal cari aja di paguyuban.” Sambung Rista sambil menaik-naikkan alisnya.
“Kayaknya sih gitu, Kak. Tapi nggak usah deh… malu!!” Tolak Farrah matang-matang.
“Ya udahlah. Yang penting gue udah nawarin bantuan, ya. Jadi kalo gimana-gimana gue udah nggak mau bantu lagi. Gue nawarin cuma sekali.” Jawab Rista sambil mencomot pisang goreng yang sejak tadi berdiri angkuh di depan mereka – minta dimakan.
“Gimana-gimana apanya Kak?” Tanya Farrah bingung. Yah..ia memang masih polos dan kurang berpengalaman dalam urusan cinta-cintaan. Ini aja naksir cowok baru kali ini. Setelah sembilan belas tahun ia hidup dan mondar-mandir di bumi.
Rista hanya mengedikkan bahu. “Namanya Nicky, kan? Padahal di paguyuban gue setau gue ada lho senior namanya Nicky. Walaupun gue nggak tahu orangnya kayak apa. Tahu nama doang. Tapi kan gue bisa tanya ke anak-anak. Kita tinggal cocokin ciri-cirinya Nicky yang lo kenal sama Nicky yang ini. Tapi karena lo nolak….ya udahlah. Gue juga nggak pengen maksa.” Jawab Rista panjang lebar.
“Beneran?” Tanya Farrah sambil membulatkan matanya.
“Boongan. Ya iyalah…masa fitnah?!” Jawab Rista jengkel.
“Mau dibantu nggak?” Desak Elfi gemas. Iya sangat ingin membantu.Sungguh-sungguh. Karena selain ia penasaran laki-laki seperti apa yang telah mampu mencairkan hati adik sepupunya ini, ia juga tidak ingin Farrah nantinya kecewa dan sakit hati.
“Nggak usah deh.” Jawab Farrah sambil menggeleng dan tersenyum.
Keputusan yang tepatkah?
****
Kamis kedua!!
Senyum sumringah kembali tercetak di bibirnya. Mendapati kursi kosong yang kini tersisa hanya berada di sebelah laki-laki itu lagi. Di sebelah Nicky. Dijatuhkannya tubuhnya di atas kursi dengan gerakan perlahan. Takut merusak imagenya di depan laki-laki itu. Benar-benar bukan Farrah’s style sebenarnya.
“Oke. Perhatian semuanya!!” Teriak Michael – ketua tingkat mereka di depan kelas sambil memegang selembar kertas. “Kemarin gue udah ditugasin sama Pak Idris buat ngebagi kita ke dalam kelompok diskusi yang materi presentasinya bakalan dibagiin sama beliau nanti. Pasang kuping ya. Kelompok 1: Michael, Zul, Indry, sama Iyam. Kelompok 2: Farrah, Anna, Vana sama Nicky. Kelompok 3: bla…bla…bla…bla…
Farrah hanya bisa tercengang.Apa ia tidak salah dengar? Ia sekelompok dengan…Nicky? Mimpi apa ia semalam??
            Sambil menunggu kedatangan sang dosen, Farrah hanya bisa pasrah menajalankan amanat Anna dan Vana yang sejak tadi sudah hilang ke toilet, yang memintanya untuk mengajak bicara Nicky sekalian meminta nomor telepon laki-laki itu untuk menentukan waktu dan tempat mereka akan menyusun materi presentasi mereka.
“Hmmm…semester berapa Kak?” Tanya Farrah berusaha santai dan tidak terlihat gugup sama sekali. Jujur, ia masih sangsi apa ia benar-benar telah jatuh cinta pada laki-laki yang kini duduk di sebelah kirinya yang telah sukses membuat sebagian tubuhnya terasa kaku dan berat. Yang pasti ia selalu rindu untuk bertemu atau bahkan hanya sekedar melihat wajah laki-laki ini.
Nicky tersenyum simpul.“ Duh…nggak usah ditanyain. Udah semester banyak.” Jawabnya sambil tertawa tanpa suara yang ditujukan lebih kepada dirinya sendiri.
“Takutnya lebih tua dari aku trus aku manggilnya nama doang.” Bohong Farrah sambil tersenyum manis. Takut apaan? Orang dia udah tahu kalo Nicky tuh senior.
“Semester tujuh.” Jawabnya singkat, sambil tersenyummanis.
Oh Tuhan….gue lumerrr!!!
****
To: Hmmm…^_^
Asalamualaikum
Maaf ini dgn Nicky?

From: Hmmm…^_^
Waalaikumsalam
Iya.Ini syp?

To: Hmmm…^_^
Maaf Kak ganggu. Ini dgn tmn sekelompok u/ MK mnjmn strtgi
Mau nanya. U/ materi presentasi yg kk kasih kemarin, slidenya gk bs dikurangin lg?

From: Hmmm…^_^
Hmmpp…udh gk bs dek. Itu aj udh singkt bgt. Kl mau ditambah bisa.
Tp jgn dikurangin!!
Malam ini Farrah memberanikan diri untuk mengirim pesan kepada Nicky. Agak was-was sebenarnya, karena ia jujur tidak tahu harus mulai dari mana. Ia memang telah mendapatkan nomor telepon Nicky. Tapi bukan dari hasil investigasinya sendiri. Melainkan teman sekelasnya yang berbaik hati mau memberikan nomor telepon laki-laki itu kepadanya.
            Ternyata tugas untuk presentasi sudah terlebih dahulu dikerjakan oleh Nicky. Teman-teman Farrah sempat marah padanya karena tidak berhasil mendapatkan nomor telepon laki-laki itu kamis kemarin yang mengakibatkan laki-laki itu harus mengerjakan tugas kelompok sendiri. Memang ia tidak protes sama sekali. Tapi tetap saja, mereka merasa tidak enak. Oke! Sebenarnya Farrah cukup kesal karena tidak diizinkan untuk mengurangi slide untuk presentasi mereka yang jumlahnya ada dua puluh satu slide itu yang menurutnya terlalu banyak dan membutuhkan waktu untuk penjelasan panjang lebar. Belum lagi materi mereka tentang Struktur Organisasi. Bukan materi yang sulit sebenarnya. Tapi ya sudahlah…ia tak mau ambil pusing lagi. Yang penting sudah selesai, tinggal mempresentasikan saja.
****
Menjelang kamis ketiga…
To: Hmmm…^_^
Maaf Kak. Cm mau nanya, gmn buat presentasi klmpok qt bsk.
Gmn kl sblm masuk kls bsk, qt ngumpul dl buat bahas materinya?
Skdr persiapan sblm prsntsi.

From: Hmmm…^_^
Sorry. Nickynya udh tdr. Nnti aq sampein SMSnya.

Kak Nicky udah tidur? Trus yang balas SMS ini siapa? Ibunyakah? Atau…jangan-jangan…PACARNYA??!! Oh Tuhan….
“Kenapa lo?” Tanya Elfi sambil menjatuhkan dirinya di samping Farrah.Seketika Farrah menyodorkan ponselnya pada Elfi. Kening Elfi berkerut sambil menerima ponsel pemberian Farrah. Diatatpnya layar ponsel yang ternyata menampilkan history percakapan via SMS itu. Farrah dan…Hmmm…^_^
Elfi sudah bisa menebak siapa orang yang nomor ponselnya diberi nama aneh itu. Nicky. Gebetan Farrah.
“Menurut lo itu siapa Kak?” Tanya Farrah dengan nada putus asa.
“Sorry ya.. gue bukannya mau bikin lo putus asa, nyerah atau ngerasa gimana. Tapi kayaknya itu pacarnya deh.” Jawab Elfi hati-hati.
“Serius lo Kak?!”
“Tujuh puluh lima persen. Tapi mending lo cari tahu dulu. Jangan langsung negative thinking. Siapa tahu aja temennya. Walaupun kemungkinannya kecil sih.”
****
Kamis ketiga…
Akibat hujan yang mengguyur deras, sore ini terjadi pemadaman listrik. Termasuk kampus Farrah. Kampus Farrah juga menjadi salah satu korban pemadaman, dan akhirnya perkuliahan sore ini ditunda besok pagi. Jadilah presentasinya pun tertunda. Dengan kesal Farrah melangkah keluar dari kelas yang tiba-tiba saja gelap.
Drrtt…drrtt…
“Rah…HP lo bunyi!” Tegur Anna.
“Siapa sih?!” Gerutu Farrah sambil mengeluarkan ponselnya dari dalam tasnya. 2 Missed calls…
Dengan kesal dibukanya notifikasi ponselnya. Dari… Hmmm…^_^?! Kak Nicky?! Kak Nicky menelponnya?! Saking tidak percayanya dengan apa yang dilihatnya, ia tak menyadari bahwa ia menabrak seseorang dan hampir saja terjengkang ke belakang jika saja tubuhnya yang oleng tidak menabrak bahu Anna yang saat itu berdiri di sampingnya.
“Aduh! Apa sih Rah…?!” Gerutu Anna sambil mengelus bahunya yang terasa sakit akibat ditabrak Farrah tadi.
Sorry…sorry…” Ucap sebuah suara sambil menatap Farrah dengan wajah meminta maaf.
“Nggak pa…pa.” Jawab Farrah terbata.Ia tak percaya. Yang ada di depannya kini adalah orang yang baru saja meneleponnya namun tidak sempat dijawab olehnya. Yang di depannya kini adalah orang yang  hampir setiap hari memenuhi pikirannya. Yang ada di depannya kini adalah orang yang membuat hari kamisnya selalu terasa berwarna dan cerah walaupun entah mengapa sudah tiga minggu ini selalu saja dilingkupi awan. Yang di depannya kini adalah…NICKY!!
“Lo nggak papa kan?” Tanya Nicky dengan nada…khawatir?
“Iya nggak papa..Kak.” Jawab Farrah sambil berusaha menormalkan detak jantungnya yang tiba-tiba saja terasa bekerja lebih cepat dari biasanya.
****
Sepanjang perjalanan pulang dari kampus, senyum manis terus terukir di bibir gadis itu. Wajahnya terlihat bahagia. Entah mimpi apa ia semalam. Hanya satu kalimat itu yang selalu ia bisikkan dalam hatinya. Sesampainya di kost, ia tak langsung menuju kamarnya. Dengan santai ia membuka pintu kamar Elfi sambil tersenyum sumringah pada kakak sepupunya dan juga Rista – sahabat Elfi yang saat itu sedang memainkan gadgetnya.
“Senyam-senyum aja kayak orang gila!” Tegur Elfi.
“He..he…he…” Balas Farrah cengengesan.
“Kenapa lo? Kayak lagi hepi banget.” Tanya Rista sambil terus fokus pada aplikasi facebook yang sejak tadi ia mainkan.
“Emang.” Jawab Farrah sambil kembali menutup pintu kamar Elfi dan berjalan menuju kamarnya yang ada di lantai dua.
****
Kamis keempat…
Prsentasi sudah mereka laksanakan minggu lalu. Tepatnya hari jumat pagi minggu lalu gara-gara insiden pemadaman listrik itu. Sedikit sedih memang. Akhirnya ia sudah tidak punya kesempatan lagi untuk mengenal laki-laki itu lebih dekat. Akhirnya ia sudah tidak punya alasan lagi untuk sekedar mengirim pesan pada laki-laki itu. Tapi ternyata ia salah. Mungkin Dewi Fortuna sedang berpihak padanya. Entah apa yang menyebabkan dosen manajemen strateginya itu kembali memberi mereka tugas kelompok. Kali ini mereka harus langsung melaksanakan survey di lapangan. Dan entah mengapa ia kembali satu kelompok dengan laki-laki itu. Ia kembali sekelompok dengan Nicky. Takdirkah? Mungkin. Bisa dikatakan seperti itu. Dan kini Nicky juga tidak secuek biasanya. Tidak seirit biasanya saat bicara.
“Kak menurut kakak bagusnya kita survey dimana?” Tanya Farrah membuka pembicaraan. Ia kini juga sudah bisa sedikit lebih santai saat bicara dengan Nicky.
“Gimana kalo di TM aja.” Tawar Nicky menyebutkan salah satu lokasi yang menurutnya cocok dijadikan tempat untuk melakukan survey.
“Oke deh. Kapan turunnya?” Tanya Farrah.
“Sabtu gimana? Sabtu sianglah.”Tawar Nicky lagi.
“Sabtu jam dua aja gimana?” Tanya Farrah lagi. Sedikit aneh. Karena sejak tadi hanya ia yang angkat bicara. Sedangkan Anna dan Vana yang entah mengapa juga kembali satu kelompok dengannya hanya diam saja sambil bergantian menatap mereka berdua.
“Ya kalo jam dua gue ada kuliah. Tapi nanti gue usahain deh. Soalnya belum tahu juga jadi masuk ato nggak.” Jawab Nicky sambil tersenyum.
“Sip. Nanti kabarin lagi ya Kak.” Nicky hanya mengangguk.
****
Sabtu…
From: Hmmm…^_^
Udh d TM?”

To: Hmmm…^_^
Iy. Ini lg sm tmn2 Kak.

From: Hmmm…^_^
Ok. Bentar lg gue nyampe.
Tiga puluh menit kemudian. Deru motor yang sudah sangat dikenalnya membuyarkan lamunannya. Ia datang. Laki-laki itu datang. Nicky datang. Tapi…ia tidak sendiri. Ia datang bersama seorang…gadis? Siapa gadis itu? Gadis yang dengan santainya memeluk pinggang Nicky di boncengan.Yang dipeluk pun santai saja. Tidak merasa risih ataupun terganggu sedikitpun. Mungkinkah…gadis itu…
Oh Tuhan….Seketika tubuhnya menegang. Seketika tubuhnya jadi panas dingin. Seketika dadanya serasa seperti dihantam dengan seonggok batu. Seketika sesak memenuhi rongga pernapasannya. Seperti ada sesuatu yang menyumbat paru-parunya hingga ia kesulitan untuk mendapatkan oksigen. Sekuat tenaga ia berusaha agar tidak menangis detik itu juga. Sekuat tenaga ia berusaha agar kakinya tidak berlari meninggalkan tempat itu detik itu juga.
“Sorry ya lama.” Ucap laki-laki itu sambil turun dari motornya.
“Nggak papa.” Jawab teman-temannya.
“Oh iya kenalin. Ini pacar gue!” Ucap Nicky sambil tersenyum. Pupus sudah. Ia memang sudah tidak punya harapan. Seharusnya ia sadar sejak pertama kali ia mendapat SMS balasan entah dari siapa itu.

Flashback Off
****
Drrtt…drrtt…
“Rah…HP lo bunyi!
From: Nicky
Udah masuk

To: Nicky
Belom. Nnti jam 5.

From: Nicky
Buruan k kampus skrg!!
Jangan-jangan ini bukan pertanyaan tapi pernyataan!! “Buruan. Udah masuk.” Ucapku sambil tergesa-gesa merapikan pakaianku dan ke kampus bersama Anna dan Vana yang saat itu sedang berkunjung ke kostku. Drrt..drrt…
From: Nicky
Hmm..gue bkn nanya. Mksd gue buruan k kmpus. Dosennya udh masuk!
Ku masukkan ponsel ke dalam tas tanpa membalas pesan dari Nicky itu. Secepat mungkin aku berjalan ke parkiran dan mengambil motor dan segera ke kampus.
Sesampainya di kampus…
Ku tatap laki-laki yang kini sedang melambaikan tangan kanannya padaku menyuruh segera masuk ke kelas. Ku balas lambaian tangannya dengan senyuman sambil melangkah masuk ke kelas.
“Lama banget sih?!”Tegurnya.
Ku balas tegurannya itu dengan cengiran. Untung saja sedang ada di kelas. Jika tidak, aku pasti sudah menerima hadiah berupa jitakan di kepalaku.
Laki-laki itu…Nicky!! Laki-laki yang hingga saat ini masih memiliki tempat di hatiku. Laki-laki yang kini menyandang status sebagai sahabatku. Aku tidak tahu bagaimana awalnya hingga kami bisa sedekat ini. Aku tidak tahu bagaimana ia sampai bisa menjadi sahabatku. Aku juga tidak tahu mengapa ia memilihku untuk menjadi sahabatnya. Aku tidak tahu…
Sudahlah…ini sudah lebih dari cukup!!
_END_
,
Aku merindukanmu O Muhammadku
Sepanjang jalan ku lihat wajah-wajah yang kalah
menatap mataku yang tak berdaya
sementara tangan-tangan perkasa
terus mempermainkan kelemahan
air mataku pun mengalir mengikuti panjang jalan
mencari-cari tangan
lembut wibawamu

Dari dada-dada tipis papan
terus ku dengar suara serutan
derita mengiris berkepanjangan
dan kepongahan tingkah-meningkah
telingaku pun ku telengkan
berharap sekali mendengar
merdu menghibur suaramu
aku merindukanmu O muhammadku

Ribuan tangan gurita keserakahan
menjulur kesana kemari
mencari mangsa memakan kurban
melilit bumi meretas harapan
aku pun dengan sisa-sisa suaraku
mencoba memanggil-manggil
O, Muhammadku O, Muhammadku
di mana-mana sesama saudara
saling cakar berebut benar
sambil terus berbuat kesalahan
Qur’an dan sabdamu hanyalah kendaraan
masing-masing mereka yang berkepentingan
aku pun meninggalkan mereka
mencoba mencarimu dalam sepi rinduku
aku merindukanmu O, Muhammadku
sekian banyak Abu Jahal, Abu Lahab
menitis ke sekian banyak umatmu
O, Muhammadku shalawat dan salam bagimu
bagaimana melawan gelombang kebodohan
dan kecongkakan yang telah tergayakan
Bagaimana memerangi umat sendiri?
O, Muhammadku, aku merindukanmu
O, Muhammadku, aku sangat merindukanmu

“Musthofa Bisri”