,
Wenda berjalan menyusuri koridor rumah sakit sambil bersenandung. Ia sedang gembira. Mbak Farrah, istri kakaknya – Mas Wahyu baru saja melahirkan putri pertama mereka. Mengingat ia telah punya keponakan ia jadi senang. Bahkan kegalauannya gara-gara putus dari Nugrah pun jadi sedikit terlupakan. Ia memang masih belum bisa melupakan Nugrah. Ia cinta mati sama cowok itu kalau boleh jujur. Walaupun ia tidak menunjukannya pada siapapun termasuk Fahri – sahabat Nugrah yang akhir-akhir ini jadi sering sekali menemani dan menghiburnya. Mungkin kasihan atau merasa tidak enak karena pada dasarnya Fahrilah yang memperkenalkan Nugrah padanya dan membuatnya jatuh cinta. Jadi, tidak heran jika sejak ia dan Nugrah putus, Fahari terkesan jadi sedikit perhatian padanya.
Ketika hendak berbelok ke arah di mana
kamar rawat Mas Farrah berada, matanya tak sengaja menangkap sosok wanita paruh
baya yang sepertinya sangat ia kenal.
Itu tante Rima – mamanya Nugrah. Ia
memang mengenal tante Rima. Ia pernah beberapa kali main ke rumah Nugrah
bersama Fahri. Sayangnya Nugrah tidak pernah berinisiatif memperkenalkan
dirinya sebagai pacar pada mamanya. Jadi, sampai saat ini mamanya tidak pernah
tahu bahwa sebenarnya ia main ke rumah Nugrah itu buat ngapel. Yah walaupun sama
Fahri sih datangnya.
Ngapain tante Rima kesini? Apa tante
Rima sakit? Tanyanya dalam hati. Samperin ah, putusnya kemudian setelah
beberapa detik menimbang-nimbang apakah tidak masalah ia menghampiri tante Rima
saat ini. Dan ia pikir tidak. Ia kan hanya ingin bersopan santun.
Dilangkahkannya kakinya ke arah tante Rima. Ketika sudah berjarak
kurang dari dua meter…
“Tan…” Panggilannya terputus karena
tante Rima telah terlebih dahulu masuk ke ruangan salah seorang dokter.
Bibirnya langsung manyun. Sebal. “Tante
Rima kebangetan deh ah. Masa jarak udah deket begini gue nggak keliahatan.
Seenggaknya nengok bentar kek. Atau tante Rime udah lupa sama gue? Masa sih?
Tega banget.” Ucapnya pada dirinya sendiri. “Atau gue tunggu aja, ya. Ah tapi
nggak kelihatan aneh emang kalo gue sampe nungguin segala. Kesannya kok pengen
banget ketemu, gitu. Nggak usah deh.”
Akan tetapi, ketika hendak beranjak dari
depan pintu ruangan sang dokter, telinganya tak sengaja menangkap suara berat
seseorang dari dalam.
“Ibu…bisa saya bertanya sesuatu?”
Mendengar pertanyaan itu, Wenda yang
memang memiliki tingkat kekepoan yang cukup tinggi tidak jadi pergi.
Didekatinya pintu ruangan dan mengintip ke dalam. Pintu itu memang tidak
tertutup sempurna. Ada celah sedikit yang membuatnya bisa mengintip ke dalam.
Terlihat seorang dokter berjas putih dengan wajah tampan serta tante Rima yang
membelakanginya.
Sejenak Wenda berpikir sepertinya wajah
dokter itu agak familier.