Catatan harian yang semakin renta dan tua

Senin, 03 November 2014

,

Sudahlah. Karena Janji itu sudah dihukum mati oleh kata tak tertepati, maka aku tak akan menunggu lagi...



,

Sesungguhnya aku penasaran dalam ketakutan, ketakutan dalam rasa penasaran. Takut kenyataan itu benar adanya, bahwa kau kini bersamanya...

Minggu, 02 November 2014

,


Dulu, kamu hanya tamu di dalam duniaku. Kamu hanya figuran dalam cerita hidupku. Bahkan, bisa dibilang aku sama sekali tidak mengenalmu, tidak memperdulikan keberadaanmu, tidak menganggap dirimu penting karena memang selama itu kamu juga menempatkan diri pada posisi demikian. Tak dikenal, tak dipedulikan, tak dianggap penting. Hingga entah kapan, semuanya berubah. Kamu menjadi seseorang yang aku kenal. Seseorang yang bisa aku baca dan aku ingat. Semuanya terasa biasa. Bukan hanya kamu yang bisa aku baca, bisa aku ingat. Ada banyak figuran lain yang bahkan sudah bertahun bertukar tawa dan cerita denganku. Ketambahan satu bukan merupakan masalah. Justru aku menganggapnya sebagai anugerah. Aku bisa semakin diberkati sebagai pemeran utama.

Semakin hari aku mengenalmu, membacamu, dan mengingatmu. Aku tidak ingat siapa yang memulai. Entah dirimu yang memang mendesak masuk, atau aku yang menarikmu ke dalam. Aku sama sekali tidak punya ide bahwa suatu saat nanti ini akan terjadi. Tapi, semakin aku tahu tentangmu, semakin aku ingin lebih banyak tahu lagi. Aku ingin tahu apa yang kamu suka, apa yang tak kamu suka. Aku ingin tahu apa yang sedang kamu lakukan, baru kamu lakukan dan apa yang ingin dan akan kamu lakukan. Aku ingin tahu apa impianmu dan berjanji pada diriku akan mendukungmu. Aku ingin tahu bagaimana keadaanmu dan dimana kamu. Hingga akhirnya hal itu membawaku pada pertanyaan: ‘Apakah kamu juga begitu? Ingin tahu tentang aku? Ingin lebih mengenalku?’ Puncaknya, aku ingin tahu apakah aku bisa menjadi bagian dalam hidupmu? Apakah aku bisa masuk sebagai salah satu figuran yang mendapat posisi penting dalam ceritamu? Mengabaikan kenyataan bahwa dalam ceritaku, aku adalah pemeran utama, pusat cerita, pengendali segala arah, Si Pemegang Piala Citra.

Awalnya aku begitu percaya diri. Aku yakin, di dalam sana, di palung sana, meskipun kamu tak pernah mengatakannya, aku sudah menjadi si figuran itu. Figuran yang punya posisi penting itu. Kepercayaan diriku begitu tinggi. Sikapmu yang begitu manis membuatku melambung. Berharap jauh.  Hingga entah kapan pula, rasa percaya diri itu memudar, mengabur dan bahkan kini hampir tak terlihat. Kamu berubah. Kamu seolah tak ingin aku baca lagi, tak ingin aku ingat lagi, tak ingin aku kenal lagi. Semakin aku ingin membacamu, semakin kamu tidak mau. Kamu menjauh, membuat jarak, merentangnya, membuatku kini berdiri di ujung batas duniamu, terhalang oleh figuran lain yang mungkin kini berlomba menggantikan posisiku.

Ingin sekali rasanya aku membunuh jarak itu, memutusnya dan membawa diriku kembali ke dalam duniamu. Merangkak aku untuk menembus gerombolan manusia yang berdiri menghalangi tubuh dan pengkihatanku. Tak peduli aku terinjak, aku melakukannya. Demi kembali mendapatkan posisi istimewa figuran itu. Tapi hal yang menyedihkan adalah, bahkan saat aku baru memulai, kamu sudah semakin merentang jarak itu. Membuatku jauh dan semakin jauh. Tak ada kesempatan untuk mendekat. Membuatku berpikir, apakah kamu memang ingin aku pergi? Menghilang dari duniamu? Terhapus dari ceritamu?

Aku sungguh tidak tahu lagi. Di lain sisi, aku ingin meneruskan perjuanganku. Tak ingin lelah dan keringatku berakhir sia-sia. Tapi di sisi yang lainnya, aku sudah terlalu jauh tertinggal, jarak yang harus kutempuh akan membuatku kelelahan. Kamu kini sudah nampak bagai sebuah titik di kejauhan. Aku juga sudah terlalu sering terluka. Tidakkah aku akan mati begitu mencapaimu? Lantas, apa gunanya? Meskipun bisa melihatmu kembali seperti dulu, jika hanya sedetik, aku bohong jika mengatakan aku bahagia. Aku berjuang bukan hanya agar bisa melihatmu lagi. Aku sudah terluka dimana-mana. Aku ingin posisi penting itu lagi! Tapi sama sekali tidak ada jaminan bahwa aku akan mendapatkannya. Kalau aku tidak mendapatkannya, bagaimana? Sia-sialah semuanya. Aku takut akan kenyataan itu.
Jadi, demi keselamatanku, aku memutuskan. Karena aku adalah aksara yang tak ingin kamu baca, maka aku tidak akan memaksamu. Aku tidak akan membuatmu merentang jarak lagi demi ‘membunuhku’. Aku akan menjauh, aku akan berlalu. Dari hidupmu, aku akan pergi. Dari ceritamu, aku akan terlupa.



,

Buat perjanjian dengan dirimu sendiri bahwa kau takkan mencarinya lagi, takkan mengharapaknnya lagi, menguncinya dalam kenangan abadi, merelakannya pergi dan bertemu cinta yang baru lagi.
,
Dia adalah orang yang selalu kunanti, kucari, tapi tak pernah berniat menemui. dia adalah orang yang telah berjanji namun mengingkari. dia adalah orang yang kini tak sama lagi. dia adalah orang yang beranjak pergi. meninggalkanku dengan berjuta sepi