_Kehebohan_
Dengan
langkah cepat Bara berlari sambil menggenggam tangan Bina. Di belakang mereka
puluhan orang dengan kamera mesing-masing tangan menyusul mereka. Mengejar
tepatnya. Bara dan Bina sedang dikejar-kejar paparazzi. Tadinya, Bara berniat
untuk makan siang saat ia tak sengaja menangkap sosok Bina dan temannya yang
dikenalinya sebagai Bianca sedang dicegat wartawan di salah satu mall. Melihat Bina yang sudah tersudut
dengan berondongan pertanyaan para wartawan, tanpa pikir dua kali lagi Bara
langsung menerobos kerumunan itu dan membawa Bina bersamanya. Ia sudah tidak
sempat melihat Bianca. Ia akan mencoba menghubungi Bimo dan meminta sohibnya
itu menjemput Bianca, namun ia dan Bina harus menyelematkan diri terlebih
dahulu. Tidak mungkin ia menghubungi Bimo sekarang.
Sementara
Bina, ia sudah tidak tahu lagi apa yang sebenarnya sedang terjadi. Ia tidak
tahu kemana Bara akan membawanya dan ia juga tidak berniat bertanya. Sejak ia
dicegat dan diinterogasi seperti maling tadi, ia merasa kakinya tidak lagi
berpijak di bumi. Setengah melayang ia mengikuti langkah-langkah bersar dan
panjang Bara yang ternyata mengarah ke tempat parkir.
Begitu
sampai di Range Rover-nya, Bara
segera membukakan pintu untuk Bina dan dengan cepat berputar kea rah jok
pengemudi dan melajukan mobilnya menjauh dari kerumunan para wartawan.
Dikemudikannya mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia tidak tahu harus kemana
sekarang. Yang ia tahu ia hanya perlu melarikan diri. Mobilnya berhenti tepat
di basement kantor. Dimatikannya
mesin mobil dan turun serta membantu Bina. Dengan menggunakan lift khusus CEO dan para manajer
perusahaan, dibawanya Bina menuju ke
ruangannya. Ia sempat bertemu dengan Vivian dan Indra. Keduanya menatapnya dan
Bina dengan pandang bertanya. Tidak mengherankan. Penampilannya dan Bina sudah
seperti orang yang baru mengalami ‘kecelakaan kecil’. Pakaian kusut, wajah
kusut dan keringat yang bercucuran. Tapi ia tidak peduli. Vivian dan Indra
bukan tukang gosip. Jadi bisa dipastikan berita ini tidak akan sampai di
telingan siapapun.
Ketika
sampai di ruangannya, didudukkannya Bina di salah satu sofa dan kemudian
meminta sekertarisnya untuk mengambilkan minuman. Beberapa menit kemudian, sekertarisnya
masuk dan memberikan segelas air putih yang langsung disambut Bara dan
disodorkannya pada Bina. Dengan perlahan dibantunya Bina untuk minum. Bina
hanya menurut.
Setelah
selesai, keduanya terdiam. Sama sekali tidak ada yang berusara dalam waktu yang
cukup lama. Segera Bara teringat akan Bianca. Ia segera mengirim SMS pada Bara
dan memintanya untuk mejemput gadis itu.
“Ehem…”
Bara berdehem untuk mencairkan suasana. “Are
you okay?” Tanyanya perlahan sambil menatap Bina yang kini duduk di
sampingnya. Wajah gadis itu pucat. Sepertinya ia ketakutan tadi.
Bina
berbalik menatapnya dengan pandangan yang sulit Bara artikan. “Tadi itu…apa?”
Tanya Bina dengan suara mencicit. Nyaris tak terdengar.
****
Sementara
itu…
“Bianca!”
Teriak Bian.
Bianca
menoleh dan mendapati Bian berjalan dengan langkah cepat ke arahnya dan Bimo.
Bimo baru saja sampai dan mengatakan bahwa Bara memintanya untuk menjemput
Bianca. Hal yang membuat Bianca heran darimana Bara tahu namanya.
“Eh
Bian?” Binaca kaget. Tidak menyangka Bian bisa ada disini.
“Bina
mana?” Tanyanya begitu ia sudah sampai di depan Bianca dan Bara. Napasnya
terengah-engah seperti orang yang baru habis berlari memutari lapangan basket
sepuluh kali.
Binanca
tidak menjawab. Bingung harus menjawab apa. Ia yakin tadi melihat Bina ditarik
dan dibawa oleh seseorang. Tapi ia tidak tahu siapa. Dilihat dari
penampilannya, ia hanya menduga bahwa itu Bara karena setahunya hanya Bara
satu-satunya teman Bina dengan penampilan rapi khas orang kantoran.
“Bina
mana?” Tanya Bian lagi. Kali ini ia beralih sambil menatap Bimo.
Bimo
tidak menjawab. Ia sudah tahu bahwa Bina kini ada bersama Bara. Tadi saat ia
menerima SMS dari Bara yang memintanya untuk segera menjemput Bianca di mall, ia langsung menghubungi sahabatnya
itu. Ia penasaran sekaligus khawatir kalau-kalau sesuatu terjadi pada Bianca.
Tapi ternyata yang mengalami sesuatu itu adalah Bina. Pacar dari laki-laki di
depannya ini.
Melihat
Bianca dan Bimo yang sama-sama bungkam, Bian memaki kesal. Jika sudah begini,
ia sudah bisa menduga di mana Bina. Ia pasti sedang bersama laki-laki itu. Ia
yakin gosip tentang Bina dan Bara juga sudah diketahui Bianca dan seniornya
ini, tapi mereka enggan untuk membicarakannya di depannya. Tak diketahuinya
bahwa Bimo adalah sahabat kental Bara.
Segera
saja ia menuju motornya dan melajukannya dengan cepat menuju Brata Corporation.
Satu-satunya tempat yang terlintas di pikirannya adalah gedung itu. Keamanannya
sudah bisa dipastikan. Tidak ada wartawan yang bisa seenaknya masuk kesana. Ia
sudah tahu bahwa Bina dikejar-kejar wartawan. Ia tahu dari Richie. Ia tidak
tahu kenapa selalu Richie yang memberikan kabar tentang Bina. Seolah-olah
laki-laki itu tahu apa saja yang sedang dilakukan Bina melebihi dirinya yang
memang adalah pacar Bina. Membuatnya sedikit merasa cemburu. Tapi tidak ada
waktunya memikirkan hal itu.
Melihat
kepergian Bian, dengan cepat Bimo menarik tangan Bianca dan membawa gadis itu
ke mobilnya. Ia harus menyusul.
****
“Maaf
ruangannya Bapak Fay Bara Putra dimana Mbak?” Tanya Bian pada resepsionis.
“Di
lantai delapan Mas. Ruangan paling ujung sebelah kanan.” Jawab si resepsionis
sambil tersenyum sopan.
Bian
mengangguk sekilas kemudian mengucapkan terima kasih dan langsung menuju lantai
delapan menggunakan lift yang ada.
Ketika telah sampai di ruangan yang ada, matanya langsung mencari ruangan yang
dimaksud. Di depan ruangan itu ada seorang gadis yang sedang duduk di depan
mejanya. Bian menduganya sebagai sekertaris.
“Maaf
Mas, Bapak Fay sedang tidak bisa diganggu.” Ujarnya saat Fay menanyakan
keberadaan Bara.
“Gue
mau ketemu!” Balasnya tajam. Membuat si sekertaris menundukkan kepalanya ketakutan.
Mata Bian menyiratkan kemarahan yang teramat sangat.
****
“Mbak…Mbak…
liat cowok pake kaos oblong warna item sama celana jens nggak?” Tanya Bimo begitu ia sampai di kantor Bara. Tangannya
masih menggandeng tangan Bianca.
“Tadi
nanya ruangannya Pak Bara, Mas Bimo.” Jawab si resepsionis.
“Oke.
Thank’s ya.” Ujarnya sambil melangkah ke arah lift. Ketika hendak masuk, sebuah lengkingan keras mengejutkannya.
“Bimooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo……….”
Teriak seorang perempuan sambil menahan lengan Bimo yang hendak masuk ke lift.
“Temenin
gue makan siang, yuk. Tadi si Bara udah keluar duluan.” Ajaknya.
“Aduh
gue nggak bisa Nin. Sorry banget.” Tolak Bimo dengan nada cepat. Ia harus
buru-buru.
“Yah
gitu baget sih Bim.” Rajuk Nindy manja sambil melirik ke tangan Bimo yang
menggenggam tangan Bianca.
“Bukan
gitu Nin. Gue lagi buru-buru soalnya.” Ujar Bimo.
“Emang
lo mau kemana?”
“Ke
ruangannya Bara.”
“Lho
Bara udah dateng?”
“Udah
ikut aja.”
Tanpa
menjawab pertanyaan Nindy, Bara segera masuk ke dalam lift diikuti Bianca. Nindy yang entah kenapa jadi pensaran, juga
mengikuti. Ia berpikir pasti ada sesuatu di lantai delapan sana. Sesampainya di
lantai tempat ruangan Bara berada, Bimo melihat Bian yang sudah hendak
menerobos masuk ke ruangan Bara. Ia mempercepat langkahnya namun sayang, Bian
sudah berhasil ‘menyingkirkan’ penghalangnya.
****
“Maafin
aku yaaa…” Bara meminta maaf sambil menggenggam tangan Bina yang ia letakkan di
pangkuannya.
BRAKKKKKKKKK!!!!!!
Pintu
ruangan Bara terbuka lebar. Didobrak dengan kasar oleh Bian. Melihat
pemandangan tangan Bara yang menggenggam tangan Bina, emosi Bara yang sejak
tadi ditahannya meledak. Dihampirinya Bara dan diberi pukulan bertubi-tubi di
wajahnya.
Bina
menjerit keras. Begitu pula Nindy dan Bianca. Bimo segera berlari dan menarik
Bian dari Bara. Wajah Bara sudah babak belur tak karuan. Ia tidak sempat
membalas karena posisinya yang memang tidak dalam keadaan menguntungkan.
“Bara
kamu nggak apa-apa?” Nindy segera menghampiri Bara yang terjungkal di lantai
seraya menyentuh pipinya. Dengan kesal Bara menyingkirkan tangan Nindy dan
bangun dari posisinya.
“Lepasin
gue!” Teriak Bian pada Bimo yang sedang menahannya. Bimo melepaskan dengan
tatapan yang tak ia lepas dari Bara dan Bian. Takut-takut mereka kembali
bergulat. Setelah Bimo melepaskan cekalannya, Bian segera menghampiri Bina yang
berdiri dengan ketakutan di sudut ruangan da menggamit tangannya.
“Jangan
pernah ganggu cewek gue lagi!” Peringatnya seraya meningglkan ruangan Bara.
Cuap-cuap Author:
Haiiiiiiiiiiiiiii............... maaaaaaaaaaaaaappppppppppp banget yaaa soalnya part ini lama banget postingnya. Bukannya sengaja tapi emang aku lagi ada project yang harus diselesaikan secepatnya. Project Novel. Doain yaaa...
Haiiiiiiiiiiiiiii............... maaaaaaaaaaaaaappppppppppp banget yaaa soalnya part ini lama banget postingnya. Bukannya sengaja tapi emang aku lagi ada project yang harus diselesaikan secepatnya. Project Novel. Doain yaaa...
Dan Alhamdulillah novelnya tinggal proses editing. Jadi aku bisa nyempetin buat nulis part ini. Semoga suka yaaaa. Maap kalau pendek
Tidak ada komentar:
Posting Komentar