Sumber |
Vien berlalu ke penjual lukisan. Lukisan gajah yang menangis. Dan, Vien kembali melihat gadis itu, kali ini ia memperhatikan lukisan gajah tadi dengan wajah sedih.
Ke penjual buku, ia kembali mendapati kehadiran gadis kecil itu. Berdiri tak jauh darinya dan menatapnya dengan pandangan penuh kemarahan. Vien mulai merasakan adanya keganjilan. Mencoba mengabaikan, Vien terus berjalan dari penjual satu ke penjual lainnya, melupakan kehadiran gadis kecil itu. Setelah itu, ia mampir di Masjid Chakrabongse di gang Trok Surao untuk melaksanakan shalat maghrib.
Sehabis shalat, Vien bersiap menuju ke Stasiun Hualamphong. Keretanya menuju Chiang Mai dijadwalkan berangkat jam 7 malam. Namun lagi-lagi, gadis itu muncul. Berdiri di depan salah satu bar, memperhatikannya! Dengan cepat, Vien berjalan keluar dari Khaosan Road, menyetop taksi menuju stasiun.
Pukul dua belas siang. Vien bernapas lega. Akhirnya ia tiba di Chiang Mai. Ia akan bertolak langsung ke Doi Pui - desa tradisional di Chiang Mai, mengunjungi sahabatnya. Sepanjang perjalanan, Vien benar-benar tidak bisa tenang. Gadis itu terus mengikutinya.
Sesampainya di Doi Pui, Vien disambut oleh Idam - sahabatnya yang menetap sementara untuk penelitian etnik Chiang Mai, di rumah tinggalnya. Alangkah terkejutnya Vien saat mendapati gadis kecil itu juga berada disana. Di salah satu pigura!
"Namanya Ice, anak pemilik rumah. Dia meninggal dua tahun lalu!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar