![]() |
Sumber Gambar |
“Dasar
tidak tahu diri! Sudah untung aku tetap memeliharamu meski suamiku sudah tiada.
Jika tidak karena pesan terakhirnya yang begitu mengkhawatirkanmu, sudah kubuang
kau jauh-jauh.”
Pak
Yos, suami Ibu Nurike baru meninggal tiga bulan lalu. Di detik-detik embusan
napas terakhirnya, yang ia sebutkan adalah nama si Cemong, peliharaan kesayangannya.
Ia temukan di pinggir got terminal bus, kehujanan, kedinginan, dan kelaparan.
Matanya yang sayu seolah meneriakkan permintaan tolong yang tidak dapat ia
suarakan dalam bahasa manusia.
Dibawanya
kucing itu pulang dan dirawat hingga sembuh, diberi perhatian yang terkadang
membuat Ibu Nurike merasa cemburu.
“Ampun Nyonya.
Bukan saya yang menghamburkan makanan di atas meja.” Si Cemong berteriak memohon tapi
Ibu Nurike tidak mengerti. Sementara itu,
Katy – anak perempuan Ibu Nurike yang berbadan terlalu sehat, melenggang
santai meninggalkan dapur sambil menggigit roti isinya dengan rakus dan
menjilati mayonaise yang berlepotan
di bibirnya.
“Mampus
kau kucing jelek!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar