,
Penulis:
Agatha Christie
Penerbit:
PT. Gramedia Pustaka Utama
Alih
Bahasa: Alex Tri Kantjono W.
Sampul:
Staven Andersen
Terbit:
Desember 1987
Cetakan
Keempat: April 1992
Cetakan
Kelima: Agustus 2005
Cetakan
Keenam: April 2013
Tebal
Buku: 376 hlmn; 18 cm
ISBN:
978-979-22-8365-5
Rating
Hasrat Amyas
Crale pada lukisan dan wanita membuat namanya terkenal. Namun pembunuhan atas
dirinya membuat namanya tercemar. Enam belas tahun kemudian istrinya yang
cemburu dituduh dan dijatuhi hukuman seumur hidup karena pembunuhan yang
menggemparkan. Kini Carla, putri mereka, wanita muda yang yakin ibunya tidak
bersalah, menghadapkan Hercule Poirot pada tantangan yang menggoda: memulihkan
nama baik ibunya dengan kembali ke tempat terjadinya pembunuhan dan mencari
kekurangan fatal pada kejahatan yang sempurna itu.
****
Agatha Christie
adalah novelis yang amat terkenal. Karyanya banyak diterjemahkan ke berbagai
bahasa, termasuk Indonesia. Novelnya diiodalakan banyak orang, bahkan setelah
kematiannya, masih banyak penggemarnya dari kalangan anak muda. Saya, saying
sekali adalah salah satu penikmat buku yang tidak mengenal Agatha Christie
‘dengan baik’. Saya hanya tahu namanya, itu pun awalnya sempat tertukar dengan
novelis Indonesia, Santi Agatha – penulis roman dewasa. Jujur saja, saya dulu nggak tahu kalau Agatha Christie bukan
penulis milik Indonesia.
Saya mulai
mengenal namanya dari grup kepenulisan yang saya ikuti di WhatsApp dan salah satu member
adalah penggemar sejatinya. Jadi, kemarin, saya mencoba untuk membaca buku
ini – tujuannya biar nggak kuper kuper amat. Karena saya nggak tahu buku
pertamanya berjudul apa, saya asal comot saja yang ada. Dan kayaknya, buku ini
adalah seperti buku serial Dan Brown, Hercule Poirot bisa dipastikan adalah
tokoh utama dalam beberapa buku karya Agatha.
Buku ini
menggunakan alur mundur. Bab satu dibuka dengan Carla yang meminta Hercule
Poirot untuk menyelidiki kembali kasus kematian Ayahnya – Amyas Crale, yang
dibunuh oleh ibunya enam belas tahun lalu. Carla akan segera menikah dengan
pria yang dicintainya, namun masa lalu kelam pada keluarganya dan citra
pembunuh yang melekat pada almarhumah ibunya membuat pernikahan itu terhambat.
Dan, Carla ingin membuktikan bahwa Caroline Crale sama sekali tidak membunuh
Amyas Crale.
Perjalanan
Poirot pun dimulai. Yang menarik dari cerita ini adalah, Poirot adalah jenis
detektif – kalau bisa dibilang begitu, yang tidak hanya bertolak ukur pada
bukti fisik dalam penyelidikannya, seperti yang dilakukan pihak kepolisian dan
pengadilan. Ada unsur lain yang ia gunakan sebagai bahan pertimbangan, ranah
yang biasanya tidak disentuh dalam proses penyelidikan suatu kasus; sisi
psikologis orang-orang yang terlibat dalam kasus tersebut, dalam hal ini
pembunuhan Amyas Crale. Oleh karena itu,
Poirot pun menemui beberapa orang untuk ditanyai dan dimintai keterangan
seperti Philip Blake yang merupakan sahabat Amyas, Meredith Blake – kakak
Philip yang juga sudah seperti keluarga bagi Amyas, Angela Warren – adik
kandung Caroline Crale, Cecilia Williams yang bertindak sebagai pengasuh
Angela, dan Lady Dittisham atau yang dulunya dikenal sebagai Elsa Grear yang
merupakan wanita pemicu keretakan hubungan Amyas dan Caroline. Masing-masing
dari mereka diminta untuk menceritakan kembali hal-hal yang mereka ingat terkait
peristiwa/kejadian di mana Amyas Crale terbunuh. Dan, poin paling menariknya
adalah, pertemuan dengan lima orang tersebut dipisahkan ke dalam bab yang
berbeda, deengan julukan yang berbeda pula yang digunakan sebagai judul babnya.
Dan, saya jadi paham kenapa bukunya diberi judul Five Little Pigs.
Selanjutnya,
setelah pertemuan tersebut, Amyas meminta kelima orang ini untuk menuliskan
kembali risalah tentang kejadian itu, sejauh yang dapat mereka ingat, kemudian
membandingkan setiap risalah yang ada. Jadi, kasus pembunuhan Amyas Crale
diselidiki ulang lewat rekonstruksi kejadian yang disajikan dalam bentuk cerita
dan ingatan-ingatan orang-orang yang bersangkutan.
Sampai pada
pemahaman ini, saya menyimpulkan bahwa bukunya nggak hanya menarik, tapi juga
cerdas. Kalau dibandingkan zaman sekarang, prosedur penyelidikan mungkin sudah
lebih canggih dan maju, tapi dalam beberapa kasus, bukti fisik memang selalu
jadi yang terdepan dalam mengungkapkan betul/tidaknya seseorang melakukan
tindak kejahatan. Buku ini menilai sisi psikologisnya, jadi beda nggak kayak
cerita detektif lain, dan menarik banget. Asik! Seru! Suka!
Benang merah
yang ditemukan dan digunakan Poirot dalam menarik kesimpulan sangatlah masuk
akal. Nggak ada istilah plothole atau hal yang membuat pembaca bingung akan
eksekusi dan kesimpulan yang ada. Keren banget sih. Memang, sejak tahu metode
penyelidikan yang akan digunakan Poirot itu seperti apa, saya udah bisa menduga
bahwa akan ada perbedaan dalam setiap cerita, atau minimal kejanggalan, atau
sesuatu yang tidak kita temukan di cerita lain tapi ada di 4 cerita atau
sebaliknya, jadi selama baca saya juga focus untuk menemukan itu dan mencari
pemandingnya. Sayangnya nggak berhasil. Tingkat ketelitian saya ternyata masih
cukup rendah haha.
Overall, saya
suka banget sama ceritanya. Keren dan bikin penasaran untuk baca kisah yang
lainnya.
x