CKIIIITTTTTT!!!!
Bunyi rem berdecit dengan keras. Pertanyaan tiba-tiba Nugrah benar-benar telah
merusak konsentrasi Anya yang sedari tadi memang sudah terganggu oleh tatapan
maut Nugrah yang sumpah…demi apa membuat Anya hampir meleleh saat itu juga.
Nugrah yang saat itu memang tidak menggunakan seat belt tak ayal
terlempar membentur dasbor mobil disertai suara…BRUKKK!! Ternyata akibat Anya
mengerem tiba-tiba, sebuah mobil yang saat itu memang berada di belakang mobil
yang mereka tumpangi – menabrak bagian belakang sedan putih hasil kemurahan
hati Fahri yang bersedia meminjamkannya dan rela berpanas-panasan di siang
bolong menggunakan motor Nugrah.
“Mau mati ya!!” Bentak Nugrah keras. “Woy!! Keluar lo!!”
Teriak sebuah suara sambil mengetuk kaca mobil bagian kanan depan dengan keras.
Ck! Nugrah berdecak pelan sambil menatap kesal ke arah
Anya yang saat itu belum sepenuhnya sadar apa yang sebenarnya terjadi. “Tunggu
di dalem!” Perintah Nugrah sambil keluar dari mobil dan menghampiri orang yang
sedang marah tadi yang ternyata adalah seorang cowok.
Anak SMA. Batin orang itu. Berani banget nyari masalah
sama gue. “Maaf, Bang. Pacar saya lagi belajar nyetir.” Nugrah meminta maaf
disertai dengan berbohong pastinya. Bang…Bang…Emang gue mirip Abang Tukang
Bakso?! Gerutu orang itu dalam hati.
“Kalo belajar nyetir itu di lapangan sono. Jangan di
jalan raya. Untung aja cuma kecelakaan kecil. Kalo sampe nabrak orang gimana?!”
Omel orang itu panjang lebar. Ternyata nih Om Om bawel juga.
“Tadi sih niatannya gitu tapi kepala saya tiba-tiba aja
pusing Bang. Jadi pacar saya nawarin diri buat nganterin saya pulang. Sekalian
belajar nyetir.” Jawab Nugrah setengah jujur setengah bohong.
“Ya sudah lain kali hati-hati. Nggak usah ganti rugi. Gue
buru-buru.” Ujar orang itu seraya kembali masuk ke mobilnya dan menjauh
meninggalkan Nugrah. Setelah orang itu hilang dari pandangan, Nugrah kembali ke
mobil namun beralih ke sisi kanan. Ia tak ingin mengambil resiko dengan membuat
Ibu Anya menyetir lagi. Bisa berabe kalo sampe kecelakaan beneran. Rugi amat.
Mana belom nikah lagi. Lho??!!
“Pindah di sebelah!” Perintahnya dengan wajah terlihat
marah. “Eh?” Anya yang baru saja menyadari apa sebenarnya yang terjadi barusan,
terkejut dengan Nugrah yang tiba-tiba saja sudah muncul di sampingnya sambil
membuka pintu mobil. Buset. Nih orang hobi banget bikin gue keliatan tolol.
Anya mengomel dalam hati.
“Pindah aja di sebelah. Kayaknya saya udah sembuh
gara-gara insiden tabrakan tadi.” Ulang Nugrah dengan kalimat yang lebih
panjang. Anya keluar dari mobil, namun beranjak ke halte bus yang berada tak
jauh dari mereka
“Eh mau ke mana?” Tanya Nugrah sambil mencekal lengan
kiri Anya dengan tangan kanannya. “Katanya tadi kamu sudah sembuh. Jadi saya
tidak perlu repot-repot mengantarkan kamu pulang lagi, kan?” Tanya Anya.
“Iya memang. Kalo saya mau dianterin sama Ibu lagi,
ngapain saya minta gentian nyetir. Jadi sekarang saya yang harus ngenterin
Ibu.” Jawab Nugrah kalem.
“Tidak usah. Saya bisa pulang menggunakan bus.” Tolak
Anya halus. Bukan apa-apa. Sebenarnya dia senang-senang saja diantar. Lumayan
buat hemat ongkos. Tapi bagaimana kalau saat ia sampai di rumah, mamanya ada di
rumah. Bisa gawat. Selama ini, ia kan belum pernah sekalipun diantar pulang ke
rumah oleh laki-laki kecuali Wika dan Chani yang notabene adalah tetangga
sekaligus dua orang yang sudah dianggap anak oleh mama dan papanya. Apalagi
diantar sama anak SMA model Nugrah. Bisa habis dia diomeli mama. Bukan karena
mamanya menganggap kalau diantar anak SMA itu salah. Tapi nantinya ia akan
dituduh melanggar Hak Asasi Anak Orang Lain yang seharusnya sudah pulang ke
rumah – malah menajdi supir gratisan. Walaupun ia yakin mamanya pasti suka
terhadap Nugrah karena wajah Nugrah yang bisa dibilang terlalu ganteng untuk
ukuran selera Ibu Ibu seumuran mamanya. Selain itu, ia benar-benar malu
sekarang. Mungkin Nugrah tidak menyadarinya karena ia terlalu fokus pada
kegiatan marah-marahnya gara-gara insiden kecelakaan kecil tadi entah dengan
siapa.
“Nggak apa-apa, Bu. Saya ikhlas kok nganterinnya. Anggap
saja ini ucapan terima kasih saya karena Ibu sudah mau menjaga saya tadi di
UKS.” Aduh kenapa jadi mengungkit masalah di UKS lagi sih. Nugrah memang tidak
menyebut kejadian memalukan tadi. Tapi tetap saja, mendengar kata UKS disebut
saja sudah membuat Anya kembali teringat dengan kejadian ia, Nugrah, Angry
Bird, dan Fahri tentu saja serta insiden ‘tabrakan’ yang tak sengaja ia
lakukan terhadap Nugrah tadi.
“Tidak apa-apa.” Tolak Anya lagi sambil berusaha
melepaskan tangannya yang dicekal Nugrah.
“Udah ayok.” Ajak Nugrah sambil menarik Anya kembali ke
mobil.
****
Malam ini Anya tidak bisa tidur padahal besok ia harus
mengajar di kelas X jam 7 pagi. Otaknya masih terus mengajaknya untuk
memutar-mutar kembali kejadian tadi siang di sekolah. Setelah sehari sebelumnya
Nugrah melakukan acara pe’nembak’kan terhadap dirinya yang berakhir dengan
kecelakaan dan Nugrah memaksa untuk mengantarnya pulang, sifat Nugrah berubah.
Ia menjadi cuek dan jutek. Okelah Nugrah memang orang yang terkesan cuek, jutek
dan bahkan songong. Tapi hari ini berbeda. Nugrah cuek, jutek tapi terkesan memperhatikannya.
Walaupun perhatian yang ditujukan tidak dilakukan secara langsung. Entah
bagaimana menjelaskannya. Yang pasti Nugrah aneh. Iya aneh. Bagaimana bisa ia
selalu berbuat seolah-olah ia tidak melihat Anya saat mereka berpapasan tetapi
terlihat memperhatikannya dan menatapnya dalam saat mereka berada pada jarak
yang berjauhan.
Entah
kenapa ia jadi kangen dengan sosok Nugrah yang mengerjainya di kelas saat
pertama kali ia masuk di kelas XII IPA-1. Ia juga bingung dengan perasaan
hatinya. Sejak Nugrah menembaknya, perasaannya terhadap Wika yang telah
tertanam kurang lebih selama enam tahun ini seolah meluntur. Bukan karena ia
menyukai atau tertarik terhadap Nugrah. Tapi lebih kepada sesuatu yang tidak ia
ketahui alasannya.
Ya! Anya memang menyimpan perasaan terhadap Wika, adik
sahabatnya – Chani. Perasaan ini telah dipendamnya sejak ia duduk di bangku
kelas X dan Wika masih duduk di bangku kelas IX sekolah menengah pertama.
Meskipun selama ini ia terlihat jutek dan tidak suka terhadap Wika, hal itu
dilakukannya untuk menyamarkan atau bahkan mungkin menyembunyikan perasaannya
agar tidak muncul ke permukaan. Ia sangat tahu dengan pasti reputasi player yang
memang sudah disandang Wika entah sejak kapan. Mungkin sejak lahir. Ia juga
tidak ingat. Yang ia tahu, Wika punya banyak pacar yang tersebar di mana-mana.
Baik itu yang dikenalnya maupun tidak. Tapi perasaannya terhadap Wika tidak
pernah berubah bahkan oleh kehadiran Chani yang dulu pernah berusaha menerobos
ruang hatinya namun tak berhasil. Ia percaya bahwa seorang player pun
pasti menginginkan yang terbaik dalam hidupnya. Tapi kenapa sekarang ia jadi
kepikiran Nugrah terus, yaaa??
***
Di
kamarnya yang memang dibiarkan remang oleh cahaya bulan, Nugrah kembali
tersenyum sambil mengingat betapa lucunya ekspresi gadis itu. Gadis yang saat
ini sedang menjadi targetnya. Target untuk dijadikannya mainan dan penghibur
saat ia lelah. Mungkin gadis itu bisa sedikit meringankan bebannya yang sudah
semakin bertumpuk banyak, walaupun hanya sementara. Tanpa disadari gadis-gadis
dan orang-orang yang menyebut diri mereka sebagai fans Nugrah, Nugrah di
luar gerbang sekolah bukanlah seperti Nugrah yang mereka kenal di sekolah.
Nugrah yang saat ini adalah Nugrah yang berbeda.
Nugrah bukanlah lelaki tampan yang betah dengan status
jomblo. Nugrah juga merupakan seorang player kelas kakap. Berbeda dengan
Wika yang memang mengikutsertakan perasaannya walaupun hanya sedikit dalam
menjelajahi kisah cintanya dengan banyak wanita yang pernah maupun sedang
dipacarinya, Nugrah sama sekali tidak menggunakan perasaannya. Perasaannya
sudah mati sejak lama. Sejak fakta bercerita bahwa pernikahan yang dijalani
kedua orang tuanya yang teramat sangat dihormati dan dihargainya, bukan
didasari cinta, melainkan didasari oleh permainan dan kesepakatan bisnis
keluarga besar keduanya. Perasaannya sudah ia tinggalkan entah sejak kapan dan
entah di mana.
Kenyataan
pertama itu, masih bisa diterimanya walaupun dengan sedikit terpaksa. Yang
penting adalah ia tak pernah kekurangan sedikitpun entah dari segi materi
maupun kasih sayang. Namun kenyataan yang menyusulnya kemudian, benar-benar
telah membuatnya kecewa. Mengetahui bahwa Ibunya memiliki orang lain – yang
walaupun tanpa kehadirannya sudah menghempaskan title keluarga harmonis dari
kehidupan mereka membuatnya bertanya sebenarnya ia ‘ada’ buat siapa? Untuk melengkapi
kebahagiaan siapa? Hal ini pula yang membuatnya berubah menjadi seorang yang
tidak berperasaan dengan sering kali mematahkan hati banyak perempuan. Baginya,
pacar hanyalah pelampiasan dan tempat pelarian. Setelah bosan dengannya, ia tak
akan segan meninggalkannya dan mencari tempat pelarian baru. Sayangnya kali ini
entah setan apa yang merasuki dirinya, sehingga target pelarian itu jatuh pada
Vanya Elistra Arinda yang tak lain adalah guru magang baru di sekolahnya. Entah
apa yang menuntunnya untuk berusaha meraih gadis mungil itu. Yang pasti, saat
ini tidak bisa kalau bukan dia. Oleh karena itu, akan dibuatnya gadis itu
menjadi miliknya dengan cara bagaimanapun.
“Woyyy!!” Sebuah suara mengagetkan aktivitas mengkhayal
Nugrah disertai kepala yang menyembul dari balik pintu kamarnya. “Gila. Gelap
amat?! Nyalain lampunya kek.” Ujar suara itu sambil menyalakan lampu kamar
Nugrah. Fahri ternyata. Nugrah menatap Fahri dengan tatapan ngapain lo
disini! Yah Fahri dan Nugrah memang jago banget soal kode-kodean
menggunakan tatapan. Apapun itu. Pasti ngerti. Fahri tidak menjawab melainkan
mulai mengobark abrik koleksi game Nugrah setelah sebelumnya meletakkan
ranselnya yang cukup berat ke meja belajar Nugrah.
“Gue nanya Kuya!” Teriak Nugrah sambil menoyor kepala Fahri
pelan. “Lo nggak liat bawaan gue?” Tanya Fahri balik.
“Ya liat. Maksud gue ngapain lo pake acara nginep
disini?” Jawab Nugrah yang kini sudah duduk di samping Fahri bersiap main game
bersama.
“Lo kan tau sendiri. Kalo rumah sepi. Kagak ada
penghuninya.” Jawab Fahri santai.
“Emang Mbok Sum bukan penghuni juga gitu di rumah lo?”
“Ya iya tapi Ibu lagi pulang kampung. Anaknya sakit.”
Fahri memang terbiasa memanggil Mbok Sum – pembantu rumah tangga keluarganya
yang sudah mengabdi kepada mereka sejak ia masih kecil dengan sebutan Ibu.
Kesibukan kedua orang tuanya membuatnya beranggapan bahwa Mbok Sumlah Ibunya.
“Ooohhh… Eh itu…”
“Iya tau. Sialan lo! Itu mobil kesayangan gue!”
“Sorry sorry. Ntar gue ganti sama yang lebih keren. Mobil
butut gitu juga.”
“Eh butut butut gitu, itu benda keramat. Lo pikir,
cewek-cewek di sekolah pada mau jalan sama gue kalo nggak ada jasa si Pilo.”
Pilo adalah nama sedan putih kesayangan Fahri.
“Ck. Cewek matre gitu aja lo jabanin.”
“Mending gue. Matre iya tapi masih teen. Nah elo,
doyannya sama tante-tante.”
“Tante-tante. Eh elo tuh yang Om-om. Lo pikir kalo lo
jalan sama dia, apa yang ada di pikiran orang-orang?! Ada bapak-bapak yang lagi
ngawasin anak gadisnya yang lagi puber sampe ngintilin ke mana-mana saking
khawatirnya tuh anak diculik preman pasar.”
“Sialan lo! Lo kate gue tua?!”
“Emang.”
“Lo beneran mau sama dia?” Tanya Fahri mulai serius.
“Kenapa emang?! Nggak boleh?”
“Janganlah. Dia guru kita.” Saran Fahri. “Lagian gue
yakin dia udah punya bokis.”
“Nggak punya.”
“Yakin amat lo?!”
“Ya iyalah. Emang lo pernah liat dia pulang dijemput
cowok?!”
“Nggak pernah sih. Tapi bisa aja kan cowoknya sibuk. Atau
malah yang lebih parah suaminya.” Astaga. Kenapa nggak kepikiran, ya. Kan
sekarang itu udah banyak cewek yang masih kuliah tapi udah pada nikah. Ah nggak
mungkin. “Nggak lah. Sesibuk apapun cowok, kalo ceweknya dilepas di sarang
penyamun juga pasti bakalan diusahain buat disamperin. Apalagi kalo status tuh
cewek bukan cuma sekedar pacar tapi istri.” Fahri menghentikan aktivitas main game-nya
dan menatap Nugrah dengan kening berkerut.
“Ya iyalah sarang penyamun. Lo pikir sekolahan dengan
banyak anak cowok di dalemnya apalagi namanya kalo bukan sarang penyamun.”
Jawab Nugrah meskipun Fahri tidak bertanya. Fahri tidak menanggapi lagi. Emang
susah ngomong sama orang yang hatinya udah mati.
“Tenang aja. Paling seminggu dua minggu. Entar juga gue
tinggalin. Lo kan tau gue.” Ucap Nugrah kemudian.
“Gue doain lo kualat!” Tanggap Fahri enteng.
“Amin.” Nugrah mengamini doa Fahri sambil nyengir tanda
tak peduli.
****
Sudah
dua hari ini Wika menghindari Anya. Ia kesal. Bagaimana bisa Anya tidak memenuhi
janjinya untuk menemaninya ke Rumah Sakit tempat Chandra magang. Ditambah lagi
insiden tabrakan itu. Benar-benar membuatnya tambah kesal. Mengingat ada
seorang cewek yang belum pandai menyetir, berusaha pengertian dengan mengantar
pulang pacarnya yang sedang sakit namun terlihat baik-baik saja, juga membuat
kadar kekesalannya bertambah. Kenapa pacar-pacar gue nggak ada yang kayak gitu?
Alhasil, sesampai di Rumah Sakit, ia tidak mendapat kesempatan bertemu Dr.
Ronald, melainkan mendapat bonus ceramah di siang bolong dari sang kakak karena
bolos kuliah. Chan memang hafal jadwal kuliah Wika. Alasannya sih untuk
mengontrol Wika. Padahal kan udah direncanain banget tuh. Kalo gue datengnya
bareng Anya, Kak Chan pasti nggak akan terlalu merhatiin dan bahkan ngomelin
gue. Secara kan Anya itu udah kayak the first and will be the last buat
Kak Chan. Jadi perhatiannya udah pasti bakal lari ke Anya semua.
“Wik….” Panggil Anya sambil mensejajari langkah panjang
Wika. “Gue minta maaf. Kemaren itu ada murid gue yang…”
“Ada murid lo yang pingsan, trus lo jagain sampe sadar,
trus lo anterin pulang ke rumah. Iya kan?!” Potong Wika cepat.
“Iya.” Jawab Anya polos.
“Lo lebih mentingin tuh murid ya daripada Kak Chan!!”
“Lebih mentingin gimana? Gue sama sekali nggak ngerti
maksud lo itu apa. Lagian Chani juga baik-baik aja kok.”
“Mata lo aja buta!”
“Lho?! Elo kok jadi keterlaluan gitu sih?” Anya jadi
jengkel juga dimarah-marahin terus. Meskipun itu Wika.
“Terserah lo deh! Yang penting lo jangan nyesel dan
jangan cari gue buat ngeluh kalo suatu saat nanti lo nyesel.” Tegas Wika sambil
berlalu cepat meninggalkan Anya yang sama sekali tidak mengerti dengan apa yang
sebenarnya dimaksudkan Wika.
“Tuh anak kenapa sih?”
Wika
sendiri juga tidak mengerti kenapa ia sampai semarah ini terhadap Anya hanya
karena masalah kecil. Lagian kalo dipikir-pikir Anya juga nggak salah salah
banget. Tapi ia tidak suka jika Anya lebih memperhatikan orang lain dibanding
kakaknya. Ia tidak terima. Ia tahu bahwa Chandra memang sangat mencintai Anya.
Dan ia juga yakin bahwa Anya pasti memiliki perasaan yang sama dengan Chandra.
Tinggal menunggu waktu saja untuk mereka meresmikan hubungan mereka. Padahal
tanpa disadarinya, selama ini hati Anya
sudah terpaut padanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar