Papa. Pahlawan super yang pernah aku punya. Beliau lahir 23 Juli
1976. Masih tergolong muda untuk ukuran laki-laki yang punya anak perempuan
berumur 20 tahun serta anak kecil yang sebentar lagi akan berumur 6 tahun.
Bercerita tentang papa selalu nggak ada habisnya. Papa adalah laki-laki pertama
yang aku kenal di dalam hidup. Laki-laki pertama yang mencintaiku dengan tulus,
tanpa memandang rupa dan warna kulitku (ya karena sebagian besar gen yang aku
warisi berasal dari beliau haha).
Papaku adalah salah satu laki-laki ganteng yang ada di dunia.
Yang kegantengannya nggak akan tertandingi oleh laki-laki mana pun. Papa
ganteng nggak cuma dari fisik, tapi juga dari hati dan caranya memperlakukanku.
Papa sayang sama aku, begitu pula sebalknya. Beliau sudah mengajariku banyak
hal. Sejak kecil bahkan sampai sekarang, aku selalu menjadi putri yang dia
cintai. Aku selalu percaya itu meskipun beliau kadang sering marah bahkan
merajuk. Iya. Papaku merajuk. Merajuk sama anaknya. Jika selama ini kalian
hanya menemukan seorang pacar yang ngambek kemudian
mematikan sambungan telepon, maka papaku pernah melakukannya, bahkan sering,
kepadaku. Papa ngambek sama anaknya. Tidakkah
itu lucu?
Banyak orang yang bilang bahwa Ibu adalah madrasah pertama dari
anak-anaknya. Tapi tidak bagiku. Mama dan Papa, keduanya adalah madrasah
pertamaku. Meski lelah sepulang kerja, papa tak pernah lelah mengajariku ini
dan itu, menemaniku belajar bahkan sampai sepanjang malam. Tak bosan
menyanyikanku lagu pengantar tidur setiap malam. Memijat pipiku saat aku sakit
gigi, memelekku saat aku menangis, tidak marah saat aku ikut makan di piring
yang sama dengannya (tepatnya mengganggunya makan), mengkhawatirkan rambutku
yang sering rontok, memperhatikan makananku hingga kesehatanku, bahkan saat aku
berada jauh darinya seperti ini. Papaku yang cerewet, yang overprotective dan
berjiwa muda.
Papa. Menulis tentangnya
tak akan ada habisnya. Terlalu banyak cinta dan kasih yang ia beri secara cuma
cuma. Tanpa mengharap balas dan budi, hanya mengharap agar putri kecilnnya yang
kini perlahan belajar dewasa dan menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa mengadu
padanya lagi, dapat menemukan kebahagiaan di masa depan.
Bersama Papa |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar