Penulis: Harper Lee
Diterjemahkan Dari: Go Set a Watchman
Terbitan: Penguin Random House, 2015
Copyright: © Harper Lee 2015
Hak Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia: Penerbit Qanita
Penerjemah: Berliani Mantili Nugrahani & Esti Budihabsari
Penyunting: Tim Redaksi Qanita
Proofreader: Emi Kusmiati
Desainer Sampul: Glenn O'Neill
Ilustrator Sampul: Getty Images & iStockphoto
Penata Sampul: Dedi Rosadi
Digitalisasi: Ibn' Maxum
Edisi Digital: September 2015
Penerbit: Penerbit Qanita
ISBN: 978-602-1637-88-3
Rating: 4/5
"Go Set a Watchman mempertanyakan beberapa hal penting yang justru disamarkan dalam To Kill a Mockingbird. Menghibur, lucu, tapi lugas dan jujur."
__Ursula K. Le Guin, penulis The Earthsea Cycle
Dua pulih tahun lalu, Jean Louise menyaksikan Atticus, sang Ayah, membela Negro di pengadilan Maycomb County. Kini, Jean Louise menyadari bahwa Maycomb dan sang Ayah ternyata tak seperti yang dia kira selama ini, dan dia pun bukan Scout yang polos lagi.
Go Set a Watchman adalah naskya pertama yang diajukan Harper Lee kepada penerbit sebelum To Kill a Mockingbird, yang memenangi Pulitzer. Setelah 60 tahun dianggap hilang, naskah berharga ini ditemukan pada akhir 2014. Terbitnya Go Set a Watchman disambut animo luar biasa. Buku ini terjual lebih dari 1,1 kopi di minggu pertama, memuncaki daftar bestseller di Amerika selama 5 minggu berturut-turut dalam 1,5 bulan, dan mengalahkan penjualan Harry Potter serta 50 Shades of Grey. Go Set a Watchman, warisan berharga Harper Lee, penulis Amerika paling berpengaruh pada abad ke-20.
****
Buku ini adalah seri kedua dari To Kill a Mockingbird. Menceritakan kisah 20 tahun setelah pembelaan yang diberikan Atticus Finch kepada salah seorang Negro yang dituduh melakukan pemerkosaan terhadap orang kulit putih. Di sini, Jean Louise Finch sudah dewasa, 26 tahun tapi masih susah disuruh menggunakan korset. Tidak banyak perubahan yang terjadi padanya kecuali fisik, ia pun masih memuja dan menempatkan Atticus sebagai teladannya. Sayang, dalam buku ini Jeremy Finch atau Jem, kakak Scout tidak ada lagi kecuali dalam bentuk ingatan masa kecil yang Scout miliki. Saya rasa, dalam kasus ini penulis sengaja "membunuh" Jem supaya Go Set a Watchman dapat memiliki unsur kisah cinta. Dill, teman sepermainan Scout dan Jem yang tinggal di rumah Miss Rachel juga tidak muncul lagi. Nggak masalah sih, karena saya juga tidak mengidolakan Dill dalam buku sebelumnya, tapi kehadiran Henry Clinton sebagai teman masa kecil Scout juga laki-laki yang berniat mempersuntingnya jujur saja agak terasa aneh.
Karena di buku pertama, Dill-lah yang membangun unsur romansa anak-anak dengan Scout, sementara Hank sama sekali tidak disinggung.
Materi yang diangkat dalam buku ini agak sedikit berbeda dengan yang ada dalam To Kill a Mockingbird. Jika sebelumnya Atticus Finch membela Negro, kini ia "berbalik melawan" ketika para nigger sudah mulai mendapatkan sedikit tempat dalam masyarakat, khususnya di Maycomb County. Negro tetap dianggap sampah oleh banyak orang kulit putih, tapi Atticus tidak, namun ia tidak setuju apabila mereka turut campur terlalu banyak dalam sistem pemerintaha. Inilah yang menjadi pemicu konflik batin yang dialami Scout serta menumbuhka rasa marah dan kecewanya terhadap Atticus. Ayahnya dulu membela Negro, tidak membedakan warna kulit dan terjebak isu rasialis, lantas kenapa kini ia berubah? Mengecewakannya atas bentuk keadilan yang dulu dicekoki ke dalam kepalanya, membuat Calpurnia tidak memandangnya dengan cara yang sama.
Sejujurnya, untuk buku seri kedua ini saya mengalami permasalahn objektivitas dalam memberikan penilaian. Menurut sudut pandang Scout, orang-orang negro adalah manusia jadi tidak ada masalahnya jika mereka ikut andil dalam bidang pemerintahan. Mereka berhak diberi kesempatan setelah sekian lama selalu berdiri sebagai jajaran kasta terendah dalam dunia manusia, terutama di mata orang-orang kulit putih. Tapi, menurut Atticus, tidak ada yang salah untuk berteman dengan orang-orang kulit hitam, satu sekolah dengan mereka, tapi ketika dengan bekal pendidikan tak memadai mereka memaksa untuk turut serta mengambil kebijakan atau menyentuh tatanan hukum suatu negara, maka itu harus dicegah. Tapi, dari sini saya bisa menarik kesimpulan bahwa Harper Lee berpihak pada Atticus. Go Set a Watchman memperlihatkan sisi yang berlawanan dengan To Kill a Mockingbird. Alasan Atticus memang masuk akal, seseorang harusnya menggeluti kesibukan yang ia kompeten di bidang tersebut, hanya saja, ketika mengambil contoh yang dekat - di tanah Papua sana, keterbelakangan pendidikan yang tidak hanya terjadi akibat orang-orangnya, namun pemberian fasilitas pendidkan yang belum merata, membuat saya bertanya-tanya atau mungkin berprasangka bahwa orang-orang kulit hitam, di mana saja, seolah ditekan agar tidak berkembang. Opini Atticus benar, tapi saya tidak bisa berpihak padanya layaknya paman Jack. Begitu pun dengan Scout, saya akui prinsip dan idealismenya memang mendekati atau bahkan sudah fanatik seperti yang paman Jack katakan, sikapnya yang mendewakan Atticus pun juga bukan hal yang dapat saya setujui karena lagi-lagi seperti yang dikatakan paman Jack, Atticus jugs manusia.
Mungkin pembaca akan selalu menarik kesimpulan dan pelajaran yang berbeda dari To Kill a Mockingbird maupun Go Set a Watchman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar