Judul Buku: Love in Somalia
Penulis: Faqih bin Yusuf
Penerbit: PT. Grasindo
Editor: Anin Patrajuangga
Penata Isi: Igoen
Desain Cover: Innerchild
Terbit: 2013
ISBN: 978-979-081-964-1
Rating: 💛💛💛💛
Somalia benar-benar negeri yang terperangkap.... Terjerat dalam bencah darah dan air mata. Tersisih dari liputan berita dan beragam media. Lambat laun mereka kian terasing dan terlupa. Dunia separuh neraka itu tidak menyurutkan tekat Ashraf, alumnus Sudan dan Australia. Berbekal modal orang tuanya, Ashraf melompat ke tengah-tengah derai air mata, dari ujung Sumatera menuju Tanduk Afrika, Somalia. Berkelana dalam gulungan debu dan desing peluru. Abai pada gunung emas dan sensual hidup yang semu.
Akankah Zamerah dapat lolos dengan selamat? Dapatkah mereka keluar dari Mogadishu, kota paling berbahaya di dunia itu dengan selamat? Siapakah Meutia, otak dibalik senarai target yang bakal ditempuh? Bagaimana kehidupan Ashraf, Zamerah dan Meutia selanjutnya?
Ikuti petualangan mereka dengan sentuhan cinta Islami. Kenali ranah Somalia dengan mata telanjang. Temukan makna kesyukuran, kesetiaan, ringan tangan, perjuangan, pengabdian, dan penantian cinta. Kita tak dapat mengubah masa lalu, namun kita bersinergi menciptakan masa depan yang baru, yang lebih baik, yang mengacu pada kedamaian dalam naungan Tuhan yang satu.
"Seharusnya menjadi titik balik bagi jiwa-jiwa yang ingin merasakan kembali bahagia dalam segala kesukaran, cinta dalam ancaman kematian, berani dalam jeratan ketakutan dan kemarahan. Novel ini mengantarkan Somalia dekat dengan kita, sedekat helaan napas panjang kita yang seharusnya belajar untuk peduli kepada sesama. Mengagumkan!"
__(R.H. Fitriadi, Penulis Novel Palestina "The Gate of Heaven")
" Love in Somalia melempar Anda ke suatu lingkar suaka kekerasan dan tempat yang Anda tidak ingin bermimpi berada disana, lalu menjelaja Somalia, teritori yang belum pernah dipetakan dalam literatur cerita kontemporer kita."
__Reza Idriah, Penyair Aceh, Dosen IAIN Ar Raniry)
****
Ashraf adalah seorang pemuda Aceh yang berkcukupan. Setelah menyelesaikan studi di Australia, Ashraf memutuskan untuk menjadi relawan, dan Somalia menjadi pilihan tujuannya. Otangtua Ashraf sempat tidak setuju, karena bagaiamanpun negeri itu adalah tempat yang berbahaya. Banyak korban berjatuhan disana baik oleh ganasnya kemiskinan dan kelaparan, tapi juga oleh kekerasan. Tapi, ketika Allah sudah berkehendak, apapun bisa terjadi. Ashraf berhasil meyakinkan kedua orangtuanya dan mengubah pendirian mereka.
Selama di Somalia, banyak hal terjadi. Dan, sebagian besar tidak ada yang menyenangkan. Menatap wajah-wajah hitam terpanggang matahari, bibir-bibir kering yang kehausan, mayat-mayat yang bergelimpangan kalah oleh kelaparan dan kesengsaraan betul-betul mengiris hati Ashraf. Dibandingkan dengan hidupnya di Indonesia yang serba berkecukupan, di Somalia bahkan setetes air pun untuk menghilangkan dahaga nyaris tidak ada. Mengerikannya, negeri ini seolah tidak ada. Sedikit sekali media massa mengangkat Spmalia sebagai isu nyata krisis kemanusiaan. Untuk itu, Ashraf memutuskan tinggal.
Dua tahun berkelana di Somalia, Ashraf dipanggil pulang. Mau tak mau, ia kembali ke Indonesia. Namun, belum lama ia sampai, kabar mengejutkan tiba. Zamerah, salah satu dokter relawan yang berasal dari Turki diculik oleh perompak dan mereka meminta uang tebusan. Uang tebusan bisa jadi hal mudah bagi pemerintah Turki, tapi bagaimana jika penculikan itu memicu konflik senjata? Tidak bisa dibiarkan. Somalia sudah teramat menyedihkan. Tidak perlu lagi ditamba dengan penderitaan lain. Ashraf harus kembali ke Somalia dengan misi baru; menyelamatkan Zamerah untuk mencegah perang.
Kalau dilihat dari alasan Ashraf kembali ke Somalia, sebagai pembaca, saya menemukan sisi romantisme dalam buku ini. Namun, perjalanan yang harus ditempuh Ashraf sama sekali tidak ada romantis-romantisnya. Misi penyelamatan Zamerah itu menguak banyak hal yang membawa Ashraf pada petualangan baru dan kenyataan pahit yang ia sendiri yakin tidak pernah bermimpi akan mengalaminya.
Tentang betapa konflik di Somalia tidak hanya terbatas pada sulitnya air dan makanan. Buku ini menggambarkan bagaiamana Somalia begitu mempihatinkan lebih dari apa yang media sampaikan.
Dengan alur maju mundur, buku ini disusun dengan apik, hanya saja, jujur, saya sama sekali tidak pernah membaca informasi apa-apa tentang Somalia. Yang saya tahu hanya terbatas pada bahwa di Afrika banyak orang-orang yang kelaparan dan membutuhkan pertolongan. Hal yang tentu saja menimbulkan rasa malu.
Love in Somalia mengajak kita untuk menatap ke dalam hati masing-masing dan mempertanyakan nurani sebagai kita sebagai manusia. Tak perlu memiliki keyakinan yang sama untuk bisa membuat kita menaruh prihatin dan ikut bersedih atas apa yang mereka alami. Tak perlu punya warna kulit dan budaya yang sama untuk membuat kita ikut teriris membaca lembar demi lembar penjelasan dan perjalanan Ashraf selama "bertualang" di Tanduk Afrika. Buku ini saya sebut sebagai karya yang mampu mengetuk pintu hati kemanusiaan siapa saja.
Banyak bagian tentang Somalia yang membawa ngilu dan pilu, jaga rasa malu. Dan, banyak juga kisah tentang negeri itu yang membuka mata saya agar tidak selalu mengeluh. Karena disana, penderitaan mereka amatlah berlipat besarnya.
Namun, ada kekurangan yang saya temukan. Yakni, seperti yang diceritakan dalam kisah Ashraf, berita tentang Somalia yang diedarkan media banyak yang tidak seperti adanya bahkan kadang jauh dari nyata. Begitu pun buku ini, konflik politik yang terjadi serasa kabur. Tidak bisa saya simpulkan betul-betul jadinya jawaban atas pertanyaan "apa yang sebenarnya terjadi di Somalia?". Perang saudara, konflik keagamaan, atau perebutan kekuasaan? Atau lainnya, di samping problem kelaparan yang terjadi disana.
Selanjutnya, dari penulisan terdapat beberapa kalimat yang rancu atau tidak lengkap namun itu tidak mengganggu buat saya karena memang tidak banyak. Penjudulan tiap bab juga menarik, bikin penasaran dan bertanya-tanya. Foto-foto yang diselipkan pun sukses mmmbuat buku ini cocok dikatakan sebagai salah satu bentuk " permintaan tolong" bagi warga Somalia. Kelaparan disana, sungguh nyata.
Salah satu timbunan yang mengendap di rak. Dulu beli karena tertarik dengan latar Somalia yang jarang diangkat dalam novel. Makasih ulasannya jadi mengingatkan punya buku yang satu ini :P
BalasHapusHaha keren ya mbak bukunya. Banyak pelajaran yang bisa diambil
Hapus