Judul Buku: Inferno
Penulis: Dan Brown
Penerbit: Doubleday, New York
Hak Terjemahan Indonesia: PT. Bentang Pustaka
Cetakan Pertama: September 2013
Penerjemah: Ingrid Dwijani Nimpeono dan Berliani Mantili Nugrahani
Penyunting: Tim Redaksi
Book Design: Maria Carella
Pemeriksa Aksara: Eti Rohaeti dan Oclivia Dwiyanti P.
Penata Aksara: Cahyono
Digitalisasi: Tim Konversi Mizan Publishing House
Kategori: Fiksi Inggris (Bahasa Indonesia)
ISBN: 978-602-7888-55-5
Rating: 5/5
Tempat tergelap di neraka dicadangkan bagi mereka yang tetap bersikap netral di saat krisis moral
Tengah malam, Robert Langdon terbangun di rumah sakit dan syok saat mendapati dirinya ada di Florence, Italia. Padahal, ingatan terakhirnya adalah berjalan pulang setelah memberi kuliah di Harvard. Belum sempat Langdon memahami keganjilan ini, dunianya meledak dalam kekacauan. Di depan mata, dokter yang merawatnya ditembak mati. Langdon berhasil lolos atas bantuan Sienna Brooks, seorang dokter muda yang penuh rahasia.
Dalam pelarian, Langdon menyadari bahwa dia memiliki sebuah stempel kuno berisi kode-kode rahasia ciptaan ilmuwan fanatik yang terobsesi pada kehancuran dunia berdasarkan mahakarya terhebat yang pernah ditulis - Inferno karya Dante. Ciptaan genetis ilmuwan tersebut mengancam kelangsungan umat manusia, Langdon harus berpacu dengan waktu memecahkan teka-teki yang berkelindan dalam puisi-puisi gelap Dante Alighieri. Belum lagi, dia harus menghindari sepasukan tentara berseragam hitam yang bertekad menangkapnya.
Sang master, Dan Brown, sekali lagi menunjukkan kejeniusannya mengolah sejarah, seni, kode, dan simbol dalam sebuah kisah yang tak terlupakan. Setelah Da Vinci Code, Angels & Demons, dan The Lost Symbol, Inferno kembali menegaskan kejayaan Dan Brown sebagai perajut kisah luar biasa.
****
Buku berjudul Neraka ini sudah menularkan rasa ngeri bahkan sebelum saya membacanya. Berhubungan dengan neraka bukan hal main-main. Seperti petualangan yang dialami Robert Langdon dalam buku ini. Terbangun dalam kondisi hilang ingatan membuat sang tokoh harus berusaha keras mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya, sehingga diburu layaknya teroris. Saya juga demikian, kesulitan dalam memahami cerita karena tokoh utamanya juga tidak tahu apa-apa. Berbeda dengan hilang ingatan yang sering kita temui di sinetron, Robert Langdon tidak paham apa yang terjadi padanya, begitu pun orang-orang di sekitarnya. Kisah Robert selalu beriring teka-teki, namun dalam Inferno ini pemecahan ini harus dilakukan bahkan sejak di awal cerita nyaris tanpa refernsi apa-apa.
Namun, bukan berarti dalam perjalanannya buku ini tidak menguak misteri yang sesungguhnya. Berjalan agak lambat karena faktor amnesia Langdon namun dengan cara yang elegan dan mempesona. Pada pertengahan cerita saya memang agak sebal karena buku ini terasa seperti gerbang yang kunci gemboknya sudah dibuang, tetapi pada akhirnya saya harus berdecak kagum pada kecemerlangan Dan Brown dalam menuliskan kisah fiksi yang cerdas dan sarat akan pesan.
Plot twist yang dibangun berhasil membuat saya menjerit saking tidak percayanya. Berbagai dugaan yang akhirnya meleset, entah itu dugaan saya atau pun dugaan para tokoh yang memerankan karakter di dalamnya membuat saya kagum setengah mati pada kepiawayan Dan Brown. Tidak terbantahkan bahwa Dan Brown tidak menulis buku-bukunya secara asal-asalan namun menurut saya buku ini adalah yang terbaik dari semua seri Robert Langdon yang sudah saya baca.
Jika sebelumnya selalu berkaitan dengan simbol dan didominasi oleh kepentingan individu, buku ini berbeda. Simbol yang menjadi keahlian Langdon tetap ada meski tidak terlalu banyak namun yang lebih dominan adalah sisi edukasinya. Isu over populasi yang diangkat dalam buku ini adalah bagian paling menariknya. Sejak dulu, saya selalu bertanya-tanya tentang fungsi berbagai macam alat kontrasepsi dan juga kondom yang ternyata mengalami miskonsepsi dalam kehidupan sehari-hari, dalam masyarakat bahkan dalam pandangan beberapa pemuka agama yang saya kenal.
Secara umum, kondom diartikan sebagai suatu bentuk perusakan moral generasi penerus, salah satu agenda penghalalan free sex. Namun buku ini menghadirkan pemahaman baru, over populasi manusia yang secara cepat menggerogoti bumi dan sumber dayanya membuat WHO (World Health Organization) memikirkan suatu cara untuk menanggulanginya yakni dengan cara menekan pertumbuhan dan angka kelahiran. Beberapa orang mungkin tidak akan setuju dan bahkan asumsi pencitraan bisa saja timbul, tapi kalau bagi saya pribadi misi WHO ini dapat dikondisikan. Menekan angka kelahiran pada daerah dengan kepadatan tertentu dan meningkatkannya pada belahan bumi dengan jumlah penduduk nyaris menyentuh minus. Just express my opinion hehe....
Bukunya sangat saya rekomendasikan bagi pencinta fiksi berbalut edukasi. Percaya deh bukunya keren, dilengkapi dengan data yang akurat serta eksplorasi peninggalan sejarah pada negara yang disebut sebagai perbatasan antara Eropa dan Asia, bukunya akan benar-benar memberikan pengalaman membaca yang tidak biasa.
Waah... Prof. Langdon the best banget deh. Mba, film nya udah ada byk streaming nya. Tapi aku lebih suka angel and demon sih dari yg ini
BalasHapusAku belum nonton Infernooo....
HapusAngel and Demons keren sih cuma film sama novelnya agak sedikit banyak perbedaan. Lebih wow novelnya :D