Penulis:
Soman Chainani
Ilustrasi:
lacopo Bruno
Tahun
Terbit: 2013
Penerbit:
HarperCollins Publishers
Pengalih
Bahasa: Kartika Sofyan
Penyunting:
Agatha Tristanti
Penata
Letak: Veranita
Desain:
Yanyan Wijaya
Terbit
di Indonesia: 2014
Penerbit:
PT. BIP
ISBN-10:
602-249-756-6
ISBN-13:
978-602-249-756-6
Rating:
4/5
Tahun ini, Sophie
dan Agatha digadang-gadang menjadi murid Sekolah Kebaikan dan Kejahatan yang
legendaris, tempat anak laki-laki dan perempuan dididik menjadi pahwalan dan
penjahat dalam dongeng. Dengan gaun pink,
sepatu kaca, dan ketaatannya pada kebajikan, Sophie sangat yakin akan
menjadi lulusan terbaik Sekolah Kebaikan sebagai putri dalam dongeng. Sementara
itu, Agatha, dengan rok terusan warna hitam yang tak berlekuk, kucing
peliharaan yang nakal, dan kebenciannya pada semua orang, tampak wajar dan
alami untuk menjadi murid Sekolah Kejahatan.
Namun, ketika
kedua gadis itu diculik oleh Sang Guru, terjadi sebuah kesalahan. Sophie
dibuang ke Sekolah Kejahatan untuk mempelajari kutukan kematian; sementara
Agatha masuk ke Sekolah Kebaikan bersama para pangeran tampan dan putri cantik
mempelajari Etiket Putri. Bagaimana jika ternyata kesalahan ini adalah petunjuk
pertama untuk mengungkap diri Sophie dan Agatha yang sesungguhnya?
Sekolah Kebaikan
dan Kejahatan menawarkan petualangan luar biasa dalam dunia dongeng yang
menakjubkan, di mana jalan satu-satunya keluar dari dongeng adalah... bertahan
hidup. Di Sekolah Kebaikan dan Kejahatan, kalah bertarung dalam dongengmu
bukanlah pilihan.
****
Ketika para orang
tua dan anak-anak di Gavaldon mempersipkan penangkal demi menghalau penculik
tak kasat mata, yang akan membawa anak-anak siapa pun itu sesuai dengan
keinginannya, sebaliknya, Sophie justru sudah lama menantikan hal ini. Sikap
Sang Ayah yang seolah tak lagi menyayanginya dengan berusaha menikahi Honora,
wanita gemuk dengan tumpukan lemak pada tubuhnya, dan berusaha memberinya dua
adik tiri laki-laki, Sophie memutuskan akan ikut dengan sukarela ketika nanti
dijemput Sang Guru.
“Biar saja si pengecut itu menikahinya setelah aku pergi – Sophie, hlmn 33”
Dengan
penampilannya yang rupawan dan sikap yang selalu baik, Sophie yakin ia akan masuk dan menjadi murid Sekolah Kebaikan
dan berakhir bahagia bersama pangeran tampan layaknya Cinderella. Keberadaan
Agatha – sahabatnya, sebagai kebalikan Sophie, tidak cantik dan tidak baik pun semakin menambah rasa
percaya diri Sophie. Namun, kepercayaan dirinya mengkhianatinya. Bukan
mengantarkannya ke menara Sekolah Kebaikan dengan anggun dan sempurna, ia
justru diculik dan dilemparkan ke Sekolah Kejahatan yang jelek dan suram.
Agatha yang tidak
percaya tentang cerita-cerita dongeng dan keberadaan Sekolah Kebaikan dan
Kejahatan ini pun harus mengakui bahwa keraguannya selama ini salah. Sekolah
itu benar-benar ada dan kini ia menjadi orang asing yang jelek di antara
kerumunan putri cantik dan pangeran tampan.
“Bahkan staf pengajar yang lebih tua pun tampak elegan dan cenderung mengintimidasi. Agatha selalu berusaha meyakinkan diri bahwa kecantikan itu tak ada gunanya karena bersifat sementara. Di sini terbukti kecantikan itu bertahan selamanya – hlmn 65”
Merasa salah
tempat, Agatha lantas berusaha membuktikan bahwa ia jahat dan tak pantas berada di Sekolah Kebaikan. Penampilan
teman-teman sekolahnya dan sikap jijik yang mereka tunjukan membuat Agatha
semakin ingin keluar dari sana.
“Bahkan di Sekolah Kebaikan, yang semua orang harusnya baik dan mengasihi, dia tetap sendirian dan dianggap hina. Dia seorang penjahat, tak peduli kemana pun ia pergi – hlmn 87”
Terasing dan
tersingkir serta keinginan yang kuat untuk keluar dari Sekolah Kebaikan membuat
Agatha terus berusaha mencari cara. Mulai dari mengelilingi gedung sekolah
hingga menyusup ke tempat-tempat tak seharusnya yang justru membawanya ke suatu
tempat mengerikan. Kenyataan akan
kegelapan yang tersembunyi di balik menara kedua sekolah itu membuat Agatha
bertekad bahwa ia dan Sophie harus pulang ke Gavaldon. Ia harus menemui Sang
Guru.
“Kalau tidak, mereka akan jadi fosil dongeng – hlmn 90”
Begitu pun Sophie,
gadis cantik itu berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan dirinya pada posisinya semula dan membuktikan
bahwa Agathalah yang jahat. Namun,
begitu mereka berusaha untuk bertukar sekolah, keduanya kembali diseret ke sekolah masing-masing. Teman-temannya
semua jelek, menyeramkan dengan kutil pada beberapa bagian tubuh dan binatang
peliharaan menjijikkan. Ia tampak sangat berbeda dan seperti Agatha, Sophie pun
dikucilkan dan dianggap suatu kesalahan.
“Pangeran-pangeran pasti kebingungan kalau melihatmu. Penjahat biasanya tidak kelihatan seperti putri raja – Dot, hlmn 74”
Sophie pun ingin
keluar dari sekolahnya. Namun, tujuannya berbeda. Bukan pulang, ia ingin ke
sekolah kebaikan karena memang disitulah
tempatnya.
“Aku harus berada di sekolahmu dan kau harus berada di sekolahku. Seperti yang sudah kita bicarakan. Ingat, kan?” – Sophie, hlmn 96”
“Kenapa aku harus pulang? Aku punya apa di Gavaldon? – Sophie, hlmn 96”
****
Ide ceritanya unik
dan megusung tema yang menarik. Setiap orang pasti kenal dengan yang namanya
dongen dan kisah cinta Cinderella bersama kereta labunya, Rapunzel dan rambut
panjangnya serta dongeng-dongeng yang menekankan kebajikan lainnya. Pada buku
ini, dunia tersebut digambarkan sebagai tempat yang dapat dikunjungi dengan
beberapa penduduk asli dan penduduk pendatang yang berasal dari pembaca. Hanya
saja, berbeda dengan happy ending yang
selalu didapatkan para pemeran utama dalam dongengnya, dalam kisah ini
diceritakan bahwa di balik bahagia mereka, ada pihak-pihak yang menderita dan tidak mendapatkan tempatnya.
Awalnya agak
sedikit bosan dengan opening ceritanya,
dialog antara Sophie dan Agatha juga terkadang membingungkan, namun memasuki
bab petualangan ke negeri dongengya, kisah dua sahabat ini berlangsung seru.
Sejak awal sudah bisa menebak siapa yang akan digiring ke Sekolah Kejahatan dan
siapa yang akan mendarat dengan anggun di Sekolah Kebaikan, namun alur cerita
selanjutnya sama sekali tidak tertebak.
Pergantian situasi
dan kondisi antara kedua tokoh juga membuat pembaca dapat menilai dari sisi yang
objektif karena perbedaan aktivitas dan kegiatan maupun mata pelajaran antara
kedua sekolah dijelaskan dengan terperinci. Walau jujur saja terkadang saya
sedikit sulit membayangkan kondisi latar dna settingnya. Terlalu dongeng dan
mungkin imajinasi saya nggak sampai wkwkw
Di luar itu,
kisahnya berjalan mulus dengan beberapa jalan terjal yang dilalui
tokoh-tokohnya. Karakter Sophie dan alur yang mengirinya sebenarnya membuat
cerita ini terasa labil dan seolah bingung akan kemana, tapi ketika mendekati
bab ending, pemahaman bahwa cerita
dan karakternya memang sengaja dibuat seperti itu akan sampai. Dan itu yang
bikin ceritanya twist dan
menegangkan.
Saya suka dengan
kejutan menjelang bab-bab terakhirnya, eksekusinya berbelit tapi manis. Terasa
agak lama karena cerita yang lumayan panjang tapi pendaratan Sophie dan Agatha
serta segala hal yang terjadi pada Sekolah Kebaikan dan Sekolah Kejahatan
karena kehadiran keduanya terasa asyik dan menyenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar