Judul: Uang Panai' Maha(R)L
Sutradara: Asril Gani, Halim Gani Safia
Produser: Amril Nuryan, Halim Gani Safia
Perusahaan Produksi: Makkita Cinema Production
Distributor: 786 Production
Rilis: Makassar, 25 Agustus 2016
Durasi: 119 menit
Negara: Indonesia
Bahasa: Melayu Makassar, Bahasa Indonesia, Makassar, Bugis, Inggris
Pemain:
Ikram Noer as Ancha |
Nur Fadillah as Risna |
Chaya Ary Nagara as Farhan |
Tumming dan Abu (Sahabat Ancha) |
Ancha (Ikram Noer) seorang pemuda Bugis-Makassar, baru saja kembali dari perantauan. Tanpa sengaja dipertemukan kembali dengan mantan kekasihnya Risna (Nur Fadillah), setelah sekian lama mereka tidak saling berkabar. Benih-benih cinta akhirnya tumbuh kembali di antara mereka. Tidak ingin kehilangan Risna untuk kedua kalinya, Ancha berniat mempersunting Risna.
Namun niag tulus Ancha harus terbendung oleh syarat pernikahan secara adat. Ancha harus menyediakan Uang Panai' dalam jumlah yang cukup fantastis di mata keluarga Ancha. Perjuangan Ancha pun dimulai. Dia dibantu kedua sahabatnya Tumming dan Abu, yang sering memberi ide kocak dan absurd.
Di tengah perjuangan Ancha mengumpulkan Uang Panai', hadir Farhan (Cahya Ary Nagara), sahabat kecil Risna yang baru pulang dari luar negeri. Ayah Farhan dan Ayah Risna yang juga bersahabat berniat menjodohkan Farhan dan Risna sebagai bentuk terima kasih atau hutang budi di masa lalu. Ancha tertekan. Dia membutuhkan waktu lebih untuk mengumpulkan Uang Panai'. Harga dirinya sebagai putra Bugis-Makassar dipertaruhkan. Risna dilema, khawatir Ancha akan meninggalkannya seperti sebelumnya.
Sementara keluarganya tidak ingin mengulur waktu lebih lama lagi. Mampukah Ancha mengumpulkan Uang Panai' sebagai syarat untuk meminang Risna? Sanggupkah Ancha membuktikannya sebagai putra Bugis-Makassar?
Filmnya keren dan seru. Mungkin sebelumnya akan saya jelaskan sedikit apa itu Uang Panai'. Uang Panai' dalam adat Bugis-Makassar adalah syarat sejumlah uang yang yang diminta keluarga pihak perempuan atau harga yang harus dikeluarkan keluarga pihak laki-laki ketika hendak mempersunting seorang wanita. Syarat ini dibicarakan dalam acara lamaran, dapat dilakukan tawar menawar, namun biasanya harga ini ditentukan oleh tingkat pendidikan, pekerjaan dan status sosial perempuan. Uang Panai' akan semakin mahal jika si perempuan seorang adalah sarjana, punya pekerjaan mapan, berasal dari keturunan bangsawan dan sudah berhaji. Adat ini sedikit mirip dengan adat Bolaang Mongondow meski dengan nama berbeda. Namun bedanya, di Bolaang Mongondow biasa disebut dengan kinta ukaton atau kalau dibahasaindonesiakan artinya "yang akan diberikan". Namun, dalam pertimbangan jumlah, biasanya hanya diukur dari tingkat pendidikan saja. Cuma, kalau di Bugis Makassar berapa yang disebut itulah jumlahnya, di Bolaang Mongondow masih bisa dikondisikan sesuai kemampuan pihak laki-laki. Dan ini bukanlah mahar.
Film uang Panai' ini, selain mengangkat budaya dan adat pernikahan dan pinangan dalam Bugis-Makassar, film ini juga merupakan sindiran secara terang-terangan terhadap banyak pihak yang dewasa ini sudah menggunakan pernikahan sebagai ajang gengsi-gengsian dan pamer kekayaan. Saing-saingan pesta siapa yang lebih meriah dan anak siapa yang dibayar dengan harga paling tinggi. Dalam film ini, keluarga Ancha digambarkan sebagai keluarga sederhana, sementara Risna berasal dari kalangan bangsawan yang sudah berhaji pula. Selain sindiran terhadap sikap materialistis yang seolah sudah mendarah daging, film ini juga bisa diambil sebagai teguran terhadap para orangtua yang menyalahi kewajibannya untuk menikahkan anak-anaknya dengan memberi persyaratan sulit sehingga banyak dalam contoh perempuan Bugis Makassar yang memilih Silariang (kawin lari) atau menjadi perawan tua karena Uang Panai'nya terlalu mahal.
Dari segi Bahasa, nontonnya enak banget. Pas rasa Bugis-Makassarnya. Kebetulan saya sudah terbiasa dengan logat Melayu Makassar, paham artinya, bisa membunyikannya - bisa juga logat juga saya ji' hehe walau sedikit jadi nontonnya nggak perlu baca subtitle. Cuma kalo pas adegan pakai bahasa Bugisnya yang perlu baca, tapi sama sekali nggak asing karena sehari-hari selalu dengar bahkan di rumah yang ditinggali sekarang orang-orangnya ngomongnya logat Melayu Makaasar dan Bahasa Bugis juga. Dan, ini patut bangey diacungi jempol. Film Bugis-Makassar dan bahasanya pun menysuaikan, nggak maksa pakai Bahasa Indonesia.
Sinematografinya oke, bikin pengin ke Makassar lagi dan jalan-jalan ke Pantai Losari, bikin inget waktu pulang dari Mall dan harus ganti angkot dua kali di Pettarani dan nunggu di fly over biar bisa sampe ke Perintis. Bikin kangen suasana Perumahan Sudiang dan waktu jalan-jalan nyari bubur kacang ijo di gang gang perumahan 😅. Soundtracknya juga bagus, feel komedinya juga kocak. Apalagi Abu, Tumming sama Mamaknya Ancha. Lucu sekali ki', ketawa terus mi saya nontonna 😁
Namun, ada beberapa tokoh yang aktingnya dirasa agak kaku seperti Farhan dan Daddynya yamg sok bule sok Inggris itu 😂
penasaran sama film ini karena blm nonton
BalasHapusTonton deh mbak, asyik 😊
Hapushehehe... kayaknya lumayan ya buat hiburan :)
BalasHapusIya. Konfliknya ringan tapi menghibur
HapusDan juga ada pesan moralnya ☺