Penulis: Dee Lestari
Penerbit: PT. Bentang Pustaka
Penyunting: Sitok Srengenge
Perancang Sampul: Fahmi Ilmansyah
Pemeriksa Aksara: Septi Ws
Penata Aksara: Martin Buczer
Digitalisasi: Rahmat Tsani H
Tahun Terbit: Juni 2015
Tebal Buku: v + 46 hlmn; 20,5 cm
ISBN: 978-602-291-103-6
Rating: 5/5 Bintang
"Apa rasanya jika sejarah kita berubah dalam sehari?
Darah saya mendadak seperempat Tionghoa,
Nenek saya seorang penjual roti, dan dia,
Bersama kakek yang tidak saya kenal,
Mewariskan anggota keluarga baru yang tidak pernah saya tahu: Madre.”
****
Telah kuseberangi pulau, demi seseorang yang tak kukenal, yang mewariskan padaku... adonan? Haru skutarik semua otot humorku agar bisa mengapresiasi kelucuan ini. Dan, rasanya tetap tak lucu
Tansen tidak pernah menyangka bahwa warisan yang diberikan oleh seorang kakek berdarah chinese kepadanya lewat tangan pengacara adalah sebuah adonan. Benar sekali, adonan! Untuk membuat roti!
Tak hanya itu, lewat binar mata sahabatnya, mereka berharap bahwa Tansen akan busa melanjutkan hidup dan membangun kembali kejayaan Tan de Bakker. Bagaimana bisa, laki-laki berdarah India dan berambut gimbal itu melakukannya? Dalam mimpi terliar pun Tansen tak pernah berharap menjadi pembuat roti.
****
Karya sastra yang sederhana namun sarat makna. Lewat tulisan yang bahkan hampir tak menyentuh anga lima puluh halaman ini Dee Lestari kembali menunjukkan kepada saya betapa ia memang tak salah masuk dalam deretan penulis Indonesia favorit saya.
Konflik yang diangkat dalam buku ini memang sederhana, alurnya juga sudah bisa tertebak hanya saja pesan yang terkandung di dalamnya sangat kuat. Warisan sejarah yang kental dalam tema cerita ini adalah pesan tersurat bahwa kita memang sudah sewajarnya menjaga harta berharga yang sudah diwariskan walau itu hanya berupa adonan roti. Bagi kita mungkin itu sederhana, namun bagi orang lain ada harapan yang tumbuh besar dan hidup bersamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar