Catatan harian yang semakin renta dan tua

Sabtu, 18 November 2017

,
Judul Buku: Tentang Kamu
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika Penerbit
Cetakan I: Oktober 2016
Editor: Triana Rahmawati
Cover: Resoluzy
Lay out: Alfian
Tebal Buku: vi+ 524 hal. ; 13.5x29.5 cm
Rating: ***

Terima kasih untuk kesempatan mengenalmu, itu adalah salah satu anugerah terbesat hidupku. Cinta memang tidak perlu ditemukan, cintalah yang akan menemukan kita.

Terima kasih. Nasihat lama itu benar sekali, aku tidak akan menangis karena sesuatu telah berakhir, tapi aku akan tersenyum karena sesuatu itu pernah terjadi.

Masa lalu. Rasa sakit. Masa depan. Mimpi-mimpi. Semua akan berlalu, seperti sungai yang mengalir. Maka biarlah hidupku mengalir seperti sungai kehidupan.

****

Zaman Zulkarnaen adalah orang Indonsia yang bekerja di salah satu firma hukum terkenal di Inggris. Firma hukum tersebut mengurus tentang harta warisan dan perwaliannya. Di suatu pagi, Zaman yang masih tertidur lelap tiba-tiba mendapat panggilan dari kantor yang mengharuskannya tiba di sana secepat mungkin.

Atasannya ingin bertemu untuk mendiskusikan hal yang sangat penting. Dan memang sangat penting. Firma hukum mereka mendapat tugas untuk mengurus harta warisan dalam jumlah yang sangat besar milik seseorang yang baru saja meninggal dunia di panti jompo Paris, Perancis. Namanya Sri Ningsih, wanita asal Indonesia. Dan, karena Zaman adalah orang Indonesia juga, maka ia ditugaskan untuk mengurus harta warisan Sri Ningsih secara adil sebelum harta tersebut diperebutkan dan jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggungjawab. Mengherankan dan mengesankan, seseorang yang tinggal di panti jompo justru memiliki harta kekayaan yang amat besar.

Akhirnya, Zaman pun berangkat ke Paris untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan lengkap tentang Sri Ningsih dan siapa kira-kira yang akan menjadi pewarisnya. Namun sayang, tidak banyak informasi yang bisa didapatkan. Pengurus panti hanya punya buku harian milik Sri Ningsih yang nyaris tidak menjelaskan darimana asal-usul wanita itu dan siapa keluarga yang berhak atas harta warisannya. Petunjuk Zaman nyaris nol, bagaimana harta dalam jumlah besar itu dapat bertemu pemilik sah yang sesungguhnya?

****

Bahagia banget. Akhirnya punya kesempatan juga untuk baca buku ini. Jujur saya merasa agak bersalah karena buku ini sudah sampai di tangan setahun lalu, dikirim oleh penerbit, tapi bacanya baru sekarang. Tiba-tiba pindah domisili dan nggak bisa langsung memboyong buku-buku yang jadi peer dan belum dibaca jadi alasannya.

Awalnya, saya kira buku ini akan amat kental dengan kisah romansa seperti dalam buku Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah. Jujur saya udah menantikan kisah cinta yang unik dan menyentuh yang memang selalu ada dalam setiap karya Tere Liye. Ternyata tidak, buku ini lebih kental ke arah petualangan. Tapi, karena saya udah baca Negeri di Ujung Tanduk dan Pulang yang juga punya arah yang sama, jadi nggak ragu-ragu untuk berekspektasi tinggi. 

Ternyata, lagi-lagi Tere Liye memberikan hal baru. Pulau Bungin. Salah satu pulau terpadat di dunia menjadi setting awal petualangan Zaman Zulkarnaen. Dan, setting ini belum pernah saya dapatkan dalam buku-buku lain yang sudah saya baca. Pada titik ini, saya merasa bahwa Tere Liye memang senantiasa menampilkan sedikit bagian dari kearifa lokal Indonesia. Dari pemilihan setting yang tidak mainstream.

Alur maju mundur yang ada menyuguhkan kisah hidup Sri Ningsih yang tertuang dalam cerita-cerita orang yang mengenalnya. Kisah hidup yang memilukan namun sarat perjuangan dan pengorbanan.

Setelah dari Pulau Bungin, kita diajak melihat kisah hidup Sri Ningsih yang dapat dikatakan sedikit merasakan kebahagiaan di madrasah bersama teman-temannya khususnya sahabatnya. Di bagia ini saya bertanya-tanya apakah ketika meletusnya PKI di Indonesia, apa kejadian di madrasah tempat Sri Ningsih bersekolah memang benar-benar pernah terjadi dulu, karena kengeriannya amat nyata.

Kemudian kita di ajak menelusuri hidup Sri Ningsih di Jakarta hingga ia berangkat ke London. Hanya saja, untuk karya Tere Liye yang satu ini, saya menemukan banyak typo, kalimat rancu dan kesalahan penulisan. Memang, tidak sampai pada tahap bertaburan tapi, untuk penuli sekelas Tere Liye, saya rasa kesalahan umum seperti ini harusnya udah nggak akan ditemukan lagi. Kalaupun ditemukan, mungkin satu dua tiga aja. Tapi ini tergolong lumayan banyak. Dibanding penulis lain yang masih newbie mungkin kalah banyak tapi ya karena ini Tere Liye jadinya terasa banyak.

Namun demikian, seperti pada buku lain yang selalu ada kejutan, buku ini punya dua kejutan buat saya dan saya suka sekali bagaimana cara penulis meramu cerita sehingga "sang hantu" dalam buku ini sejenak terlupakan.