Catatan harian yang semakin renta dan tua

Senin, 30 Oktober 2017

,
Judul Buku: Glaze - Galeri Patah Hati Kara & Kalle
Penulis: Windry Ramadhina
Penerbit: Roro Raya Sejahtera
Editor: Gita Romadhona
Proofreader: Tharien Indri
Desainer Sampul: Dwi Anissa Anindhika
Ilustrasi Isi: Windry Ramadhina
Penata Letak: Gita Mariana
Terbit: Januari 2017
Tebal Buku: iv + 396 hlmn; 14 x 20 cm
ISBN: 978-602-60748-2-9
Rating: ****

Seperti glasir di permukaan keramik, aku merasakanmu sepanjang waktu.
Mataku tak lelah menatapmu, diam-diam mengabadikan senyumanmu di benakku.
Telingaku mengenali musik dalam tawamu, membuatku selalu rindu mendengar cerita-ceritamu.
Bahkan ketika kita berjauhan, aku selalu bisa membayangkanmu duduk bersisian denganku.

Seperti glasir di permukaan keramik, kepergianmu kini membungkusku dalam kelabu.
Ruang di pelukanku terasa kosong tanpa dirimu.
Dadaku selalu sesak karena tumpukan kesedihan mengenang cintamu.
Bahkan ketika aku ingin melupakanmu, bayangmu datang untuk mengingatkan betapa besar kehilanganku.

Aku menyesal telah membuatmu terluka, tapi apa dayaku?
Aku yang dulu begitu bodoh dan naif, terlambat menyadari kalau kau adalah definisi bahagiaku.

****

Kara sangat kehilangan. Eliot kekasihnya, harus meninggalkannya. Setelah dua tahun bersama, pria yang amat disayanginya itu pergi. Kematian Eliot membuat Kara berantakan. Dunia di sekelilingnya tetap berputar, tapi dirinya seolah jalan di tempat pada pusaran kehilangan.

Berbeda dengan Kara, Kalle (dibaca Kay), kakak Eliot, justru tidak merasakan kesedihan yang sama. Kematian Eliot justru membuatnya merasa lega. Bebannya berkurang, walau memang ia merasakan ada lubang yang tertinggal. Tapi, kelegaan itu tidak berlangsung lama. Ternyata, meski sudah meninggal, Eliot masih tetap membuatnya repot. Adiknya itu punya pesan terakhir. Tepatnya, permintaan terakhir. Dan permintaan itu adalah untuk menjaga Kara.

"Kalle, tolong jaga dia untukku. Kalau bersamamu, dia pasti baik-baik saja - hlmn 49"

****

Buku ini dibuka dengan adegan kesedihan. Pemakaman Eliot. Eliot meninggal di meja operasi, tempat yang diharapkan akan memberinya kesempatan untuk hidup lebih lama. Sayang, harapan itu tidak terwujud.
Kesedihan membungkus buku ini di awal-awal cerita, apalagi bagi Kara. Kekasih Eliot yang berantakan itu tambah jadi berantakan pasca ditinggal Eliot. Awalnya, Kalle tidak berniat menggubris dan menganggap serius permitaan Eliot. Kekasih Eliot bukan urusannya, ia tidak perlu ambil pusing. Tapi, entah bagaimana caranya, pertemuan pertamanya dengan Kara justru membuatnya tak bisa tidak peduli dengan wanita itu. Disinilah, interaksi antara Kara dan Kalle dimulai.

Kara yang ceroboh dan berantakan bertemu Kalle yang rapi dan terorganisir. Dalam hal ini, penulisan yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama, berganti-gantian antara Kara dan Kalle. Dan, saya suka banget. Tanpa perlu berpikir, kita dapat membedakan siapa yang bercerita. Apakah Kara, atau Kalle. 

Gaya bercerita Kara sangat sesuai dengan karakternya yang berantakan. Ia banyak menggunakan kata dan, kata lalu dan beberapa kata lain untuk menyambung suatu kalimat. Benar-benar khas, jadi ciri tersendiri, dan menegaskan bahwa Kara bukan orang yang terencana. Sementara Kalle, gaya berceritanya pas, runut, teratur, seperti orangnya. Sikap dan pemikirannya yang idealis dan mengedepankan logika dan bukti nyata menampakkan sisi pebisnis yang memang dimiliki karakternya. Bagian ini jadi poin + banget buat buku ini.


Untuk setting, buku ini menggunakan lokasi beberapa kota di Indonsia, tapi karena penulisannya menggunakan EYD, baku, jadinya terasa seperti membaca buku terjemahan. Tapi, itu nggak mengganggu. Justru membuat  bukunya makin asyik untuk dibaca.

Selanjutnya, di awal bukunya memang berduka. Tapi, memasuki pertengahan sejak Kara dan Kalle bertemu, bukunya mulai berwarna. Interaksi Kara dan Kalle yang terasa seperti potongan adegan dalam film romantis yang inginnya selalu diulang membuat bukunya teramat nyaman dan menyenagkan. Walau memang, alur buku ini tergolong lambat. Pada beberapa tempat, buku ini cukup tertebak, tapi beberapa lainnya tidak. Kisah dalam buku ini cukup sederhana, tapi karena dikemas dengan sangat baik dan segar, meski konfliknya nggak terlalu berat, saya menikmati banget bacanya. Rasanya akan seru kalau buku ini diangkat ke layar lebar 😸

Penyelesaian buku ini sederhana, endingnya tidak rumit, tapi tidak perlu urusan yang berbelit untuk urusan menemukan kebahahiaan. 

Jumat, 27 Oktober 2017

,
Judul Buku: A Very Yuppy Wedding
Penulis: Ika Natassa
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Desain Cover: Ika Natassa
Editor: Rosi L. Simamora
Terbit: 2007
Tebal Buku: 288 hlmn; 20 cm
ISBN: 978-979-22-8798-1
Rating: 💙💙💙

It feels like it's my Blackberry who's engaged with his Blackberry. Kalau kesibukan kami tetap seperti ini setelah menikah, bisa dipastikan we'll be having technological intercourse a lot more than sexual intercourse.

Andra in A Very Yuppy Wedding

INGREDIENTS:

The life of a bussines banker is 24/7, dan bagi Andrea, bankir muda yang tengah meniti karier di salah satu bank terbesar di Indonesia, rasanya ada 8 hari dalam seminggu. Power lunch, designer suit, golf di Bintan, dinner dengan nasabah, kunjungan ke proyek debitur, sampai tumpukan analisis feasibility calon nasabah, she eats them all. Namun di usianya yang menginjak 29 tahun, Andrea mungkin harus mengubah prioritasnya, karena sekarang ada Adjie, the most eligible bachelor in banking yang akan menikahinya. So, she could be smiling, right?

Tidak di saat ia harus memilih antara jabatan baru dan pernikahan, menghadapi wedding planner yang demanding, calon mertua yang perfeksionis, target bank yang mencekik, dan ancaman denda 500 juta jika ia melanggar kontrak kerjanya. Dan tidak ada yang bisa memaksanya tersenyum di saat ia mulai mempertanyakan apakah semua pengorbanan karier yang telah ia berikan untuk Adjie tidak sia-sia, ketika ia menghadapi kenyataan bahwa tunangan sempurnanya mungkin berselingkuh dengan rekan kerjanya sendiri.

****

Andrea dan Adjie adalah dua orang bankir yang bekerja di instansi yang sama. Peraturan perusahaan tempat mereka bekerja melarang adanya hubungan khusus antara sesama karyawan. Namun, cinta memang sulit ditebak. Keduanya saling jatuh cinta dan memilih backstreet, menyembunyikan hubungan mereka dan main kucing-kucingan dengan sang bos. Hubungan ini hanya diketahui Firman dan Tania, sahabat kental mereka.

Dikarenakan desakan orangtua dan juga keinginan untuk hidup bersama, Andrea dan Adjie pun bersepakat bahwa salah satu di antara keduanya akan mengundurkan diri dari perusahaan dan mencari pekerjaan baru agar mereka bisa segera menikah. Namun, masalah besar justru muncul di hari-hari menjelang pernikahan mereka.

****

Kalau nggak salah ingat, novel ini adalah novel debut Ika Natassa dan saya suka banget dengan materi yang diangkat. Larangan berpacaran antara sesama karyawan memang sampai sekarang masih berlaku. Larangan yang didasari oleh kewaspadaan akan fraud ini plus melindungi kualitas profesionalisme dalam pekerjaan ini berlaku baik di instansi swasta maupun negeri. Dan, ini berdasarkan pengalaman dan apa yang terjadi di sekitar saya seringkali jadi dilema. Karena, dalam dunia kerja, cinlok hampir nggak bisa dihindari. Dan ini terjadi pada Adjie dan Andrea.

Di awal-awal, buku ini masih bercerita tentang masa pacaran Adjie dan Andrea yang nyaris nggak pernah luput dari ketahuan bos. Di pertengahan baru mulai ada konflik-konflik kecil. Jujur saja, pada beberapa bagian saya agak bosan. Karena, kalau nggak salah ingat dan sebut, buku ini adalah debut Ika Natassa dan menurut saya jauh dari buku-bukunya yang sekarang, terutama Critical Eleven. Buku ini memuat lebih banyak dialog antata tokoh dibanding diksi. Dan mungkin karena setiap baca bukunya Mbak Ika, selain konflik, diksi yang indah dan beberapa penjelasan yang akan bisa jadi referensi menarik buatku adalah yang paling aku nantikan.

Untuk karakter, aku menyadari banget kalau Ika Natassa menggunakan sebagian besar dirinya dalam tokoh Andrea. Mulai dari profesi dan pekerjaannya hingga hobi. Tapi, nggak bisa dibilang aneh karena memang pada dasarnya penulis selalu punya role model dalam setiap karakternya. Bahkan, bisa jadi itu dirinya sendiri.

Walau agak bosan di awal dan pertengahan, saat udah masuk konflik utama, sumpah saya baper banget. Nggak akan malu bilang kalau saya nangis haha. Saya benar-benar bisa merasakan kegalauan yang dialami Andrea menjelang hari pernikahannya. Jadi saya nggak akan ngulas banyak-banyak karena jujur selain lagi ngeblank saya akan bilang kalau bukunya nggak mengecewakan.

Selasa, 10 Oktober 2017

,
Judul Buku: L' amore di Romeo
Penulis: Cassandra Massardi & Silvarani
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cover Designer: Marcel A.W.
Photos By: Frans Hambali / Maxima Pictures
Terbit: 2015
Tebal Buku: 256 hlmn.; 20 cm
ISBN: 978-602-03-1813-4
Rating: 💖💖💖

Cinta abadi tak hanya ada di Roma!
Untuk sementara, biarlah Carrie beranggapan begitu. Jadi sekarang, mari lupakan kesedihan dan siap melangkah ke depan!
Carrie pun berkenalan dengan kota baru yang siap mengobati luka hatinya, siap memperkenalkan cinta baru untuknya.
Nama kota kecil itu adalah Verona....
Di tempat yang menjadi saksi kekuatan cinta abadi Romeo dan Juliet itu, Carrie berharap Verona memberinya kesempatan untuk merasakan cinta. 
L' amore di Romeo - cinta seorang Romeo....
Semoga Verona tak mengecewakannya.
Semog ia bisa mengobati luka hati Carrie.
Dan mempertemukan Carrie dengan Romeo-nya....

****

Setelah pernikahan dan kematian Alexa, Carrie yang walau masih cinta Demas memutuskan untuk melupakan laki-laki itu. Bertahun mereka putus komunikasi, Carrie yang masih magang di salah satu agen travel kembali ketiban durian runtuh. Salah satu seniornya yang akan menjadi guide ke Verona tidak bisa turut serta jadi Carrie secara khusus diminta untuk menggantikan.

Dalam kondisi masih gagal move on, Carrie menjelajahi kota Verona bersama para anggota tour dan Stela, guide yang memang juga sudah dipersiapkan di sana. Carrie yang hatinya masih dihuni seseorang dari masa lalu pun tak henti terkagum-kagum dengan kota kecil itu, kota yang mengabadikan kisah cinta Romeo-Juliet di berbagai tempat. Kamar Juliet tempat ia biasa sembunyi-sembunyi menyambut dan memadu kasih, makam Juliet yang begitu terasa kemuramannya, dan lain-lain. Sayang, di kota romantis itu, Carrie belum juga punya pasangan.

Namun, secara tak terduga, sosok bayangan masa lalu itu kembali. Carrie secara tak sengaja menangkap sosok Demas di lobi hotel tempatnya menginap. Namun, ketika sebuah pertemuan yang dinanti-nanti datang, yang muncul bukan Demas, melainkan Paul, pria yang dulu pernah bertemu dengan Carrie di pesta pernikahan Demas dan Alexa.

****

Setelah ending buku pertamanya yang mendayu-dayu, buku ini hadir dangan atmosfer yangbkembali ceria. Seperti biasa, Carrie yang berisik selalu bisa menghangatkan suasana. Prolognya bikin bertanya-tanya sih di awal dan bikin saya agak pesimis kalau bukunya bakal lebih sedih dibanding L'eternita di Roma. Tapi, dugaan saya salah. Menjadi tipe pembaca yang positif thinking dan nggak langsung tutup buku walau openingnya kurang disuka memang menyenangkan.

Dan... Tidak diduga, buku ini lebih bikin baper dibanding buku pertama. Perjalanan Demas dan Carrie memang menyenagkan dan romantis, tapi, buku ini lebih dari itu. Romantis, hangat walau setting ceritanya musim dingin, menyenangkan dan yang tetap bikin pembaca sangat menikmati. Detail tempat liburan di Verona yang dijelaskan secara apik, foro-foto yang diikusertakan bikin saya bisa membayangkan bagaimana suasana kora itu. Belum, tambahan beberapa dialog dan puisi dalam kisah cinta putri Capulet itu. Sebenarnya, saya nggak terlalu suka dengan kisah cinta Romeo dan Juliet karena endingnya saya nggak suka. Walau seperti kata Paul, ending cerita itu dikatakan happy atau sad sebenarnya bergantung dari sudut pandang pembacanya. Tapi, mengingat bagaimana cerita itu mendunua juga diksi dan puisinya yang indah indah, saya jadi kesengsem dan pengin baca versi sastra Inggrisnya juga.

Untuk karakter, saya suka banget dengan Paul. Dia terasa 'amat laki-laki', agak mellow sedikit kalau sudah berhubungan dengan keluarganya, tapi nggak semellow Demas dalam hal cinta. Paul terasa agak pesimis dengan cinta, tapi bagi saya itu realistis, dan saya suka. Poin tambahannya, dia penulis. Dan, caranya saat membicarakan sesuatu sedalam cinta bikin hati berbunga. Bukan karena dia gombal, tapi memang quoteable banget.

Namun, sayang, dari banyak hal yang saya suka di atas, saya hanya bisa kasih tiga love
 Kenapa? Endingnya nggak sesuai hati saya, kurang suka.
,

Sebuah proyek dengan imbalan menggiurkan - kenaikan gaji sebesar dua kali lipat dari gaji sebelumnya. Amora, wartawan infotainment yang memang terkenal dengang kepiawayannya mengorek berita langsung menerima tantangan dari bosnya: Ardian, aktor tampan yang berbakat dan populer dengan segudang prestasinya. Kehidupan pribadinya yang digembok kuat-kuat membuat laki-laki itu selalu tampak sempurna dalam hal apa saja. Denga percaya diri, Amora memulai investigasinya. Akan tetapi, hal itu ternyata tidak mudah. Kemunculan skandal pertama Ardian secara tiba-tiba dan sama sekali di luar dugaan Amora justru menghambat perjalanan misinya.

Bagaimana perjalanan Amora selanjutnya? Berhasilkah ia menguak diri Ardian yang sebenarnya? Atau justru ia akan memilih untuk menyerah saja?

****

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat sore, seneng banget rasanya hari ini. Ada kabar gembira yang amat menyenangkan dan membuat hati berbunga-bunga. Siang ini, ada satu e-mail yang masuk ke ponsel gue, dan itu adalah email yang udah sejak lama gue tunggu-tunggu.

Yap! Alhamdulillah, Segala Puji Bagi Allah Tuhan Semesta Alam, penantian gue yang udah berlangsung selama berbulan-bulan mendapatkan ujung pertamanya. Setelah hampir sepuluh bulan, naskah yang gue kirim ke penerbit Bhuana Ilmu Populer pun ketemu tanggal rilis di Scoop. Betapa bahagianyaaa....

Latar Belakang Novel Paparazzi

Naskah novel yang gue kirim ini judulnya Paparazzi. Gue mau cerita sedikit. Jadi, sebenernya novel ini awalnya diberi judul Paparazzi and I dan merupakan naskah yang gue tulis sekitar tahun 2014. Naskah ini proses penulisannya tergolong cepat. Dua minggu selesai, dua minggu diedit. Iya, sebulan doang. Soalnya kemaren itu gue ikutsertakan dalam lomba Bulan Narasi milik nulisbuku, dimana pesertanya ditantang untuk menulis novel dalam waktu satu bulan. Tapi, sayang, nggak menang.

Sekitar dua tahun novel ini megendap di laptop dengan jatah tengok yang amat jarang. Iya, ketika peserta lain yang nggak menang lomba memutuskan untuk menerbitkan novelnya secara indie, gue memutuskan untuk mengendapkannya. Gue pikir, nanti gue bakal tetep terbitin, tapi nanti, edit dulu. Tapi, kesibukan semester akhir dan disambung dengan pekerjaan bikin gue jadi nyaris nggak ngedit. Diedit sih tapi ya kadang cuma benerin typo. Sekitar setahun diendapkan, gue meniatkan untuk ngirim naskahnya ke penerbit. Gue belum PD untuk terbit indie kayak temen-temen gue. Harus dari penerbit, supaya seenggaknya ada yang nilai, novelnya emang udah layak terbit atau belum. Waktu itu, gue mempersiapkan sekitar 4 naskah yang sama namun dengan pengaturan yang berbeda. Rencana awal, mau dikirim ke PT. Elexmdia Komputindo, kalau nggak lolos ke PT. Bentang Pustaka, Stiletto, dan Divapress. Tapi, keberanian belum ada. Nggak pede. Padahal dulu gue masih aktif banget di Wattpad dan pembaca bisa dibilang lumayan, pmus cerita gue disuka. But, pandangan pembaca dan penerbit pasti variabel penilaiannya berbeda. 

Dua tahun kemudian, barulah hati gue bener-bener mendesak bahwa naskah ini harus gue kirim. Diterima atau nggak itu urusan belakangan, yang penting kirim dulu. Salah satu motivasi gue adalah kemunculan generasi Wattpad Writer yang bener-bener emang lagi booming bahkan sampai sekarang. Beberapa dari mereka bahkan ada yang masih murid SMA. Gue, yang waktu itu udah setahunan diwisuda sarjana jadi malu. Kapan gue berkarya? Gue iri. Kok anak SMA bisa, gue yang udah togaan nggak bisa? Tapi iri dalam melakukan hal positif nggak apa-apa, kan?

Akhirnya gue buka-buka lagi web beberapa penerbit dan lihat persyaratan naskahnya. Disitulah gue ketemu Bhuana Ilmu Populer. Sebenarnya, gue nggak terlalu familier dengan buku-buku BIP. Karena setahu gue, BIP itu penerbit buku anak. Tapi, pas baca persyaratannya yang tergolong mudah apalagi untuk yang tinggal di luar Jabodetabek seperti gue, gue memutuskan untuk mengirim naskahnya ke BIP. 

Gue ngirim naskahnya sekitar September dan dikabari bulan November. Bahwa BIP bersedia menerbitkan buku gue tapi dalam bentuk digital. Sejujurnya, gue mau buku cetak. Tapi, setelah dipikir-pikir, ini rezeki. Bisa jadi emang menurut Tuhan langkah awal yang bisa gue tempuh sebagai penulis adalah dengan menerbitkan buku secara digital terlebih dulu. Jadi, dengan meminta restu orangtua, gue menerima tawaran BIP.

Lika-Liku Paparazzi

Menerbitkan buku itu nggak mudah. Mulai dari pengajuan naskah hingga akhirnya rilis. Begitu pun dengan penerbitan buku Paparazzi ini. Sebagai seseorang yang belum pernah menerbitkan buku sama sekali dan berkomunikasi dengan penerbit dalam hal penerbitan, gue was-was. Takut naskahnya gagal terbit. Setelah kontrak ditandatangani, gue cuma diminta menunggu sementara naskah dalam proses pembuatan cover dan layout. Berbulan-bulan menunggu, tidak ada kabar. Padahal, penandatanganan kontrak sudah selesai sejak Februari 2017. Tapi, sampai April-Mei-Lebaran-Juli, naskah gue statusnya masih sama. Nunggu layout... Makin khawatir. Jadi, hampir tiap jeda sebulan, gue email editornya, Mbak Denti Rahayu, nanyain kabar naskahnya. Tapi, beberapa email nggak dibalas, sisanya dijawab dengan jawaban yang sama; menunggu. Untuk itu, gue dalam tulisn ini juga khusus mau berterimakasih kepada BIP dan Mbak Denti atas kesabarannya mnghadapi penulis seperti saya 🙏

Nggak ada yang bisa dimintai pendapat, gue nanya ke Mbak Marlina Lin, penlis Urgent Wedding terbitan Grasindo. Alhamdulillah, mbaknya welcome dengan pertanyaan gue dan mau membantu memberikan solusi. Oh iya, gue juga mau berterimakasih sama temen dan adek gue, Julia Rahmawati yang dulu udah membantu gue bikin cover Paparazzi and I saat diikutsertakan dalam lomba. Walau berganti judul dan cover, kontribusi dan motivasinya besar banget dalam novel ini. Terima kasih juga kepada Roni Ramdhani, first reader buku ini dan orang pertama pula yang memberikan saran sehingga novel yang awalnya memakan 300 lebih halaman kertas A4 ini bisa dipangkas sedikit. 

Mengikuti saran Mbak Ina, gue nanyain lagi ke Mbak Denti. Tapi, hasilnya sama. Akhirnya, gue memutuskan untuk menyerahkan sepenuhnya ke penerbir. Karena, kalau sudah rilis, pasti dikabari. Alhamdulillah, proses selanjutnya udah nggak terlalu lama. 

Mau Baca Buku Paparazzi?

Oke, ini heading 3-nya kepedean haha tapi, kalau-kalau ada yang mau baca buku Paparazzi, bukunya sekarang sudah rilis dan sudah bisa dibeli di Scoop. Caranya,

1. Download dan Install aplikasi Scoop di Playstore
2. Daftar atau buat akun bagi yang belum punya, atau login bagi yang udah punya akun.
3. Ketik Elsita F atau Paparazzi di kolom pencarian
4. Tekan tombol beli
5. Buat yang pakai Scoop premium, sepertinya bukunya sudah bisa dibaca juga.

So, this is all the happines I want to share with you guys. May Allah bless me and you, always. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jumat, 06 Oktober 2017

,
Judul Buku: Love in Somalia
Penulis: Faqih bin Yusuf
Penerbit: PT. Grasindo
Editor: Anin Patrajuangga
Penata Isi: Igoen
Desain Cover: Innerchild
Terbit: 2013
ISBN: 978-979-081-964-1
Rating: 💛💛💛💛

Somalia benar-benar negeri yang terperangkap.... Terjerat dalam bencah darah dan air mata. Tersisih dari liputan berita dan beragam media. Lambat laun mereka kian terasing dan terlupa. Dunia separuh neraka itu tidak menyurutkan tekat Ashraf, alumnus Sudan dan Australia. Berbekal modal orang tuanya, Ashraf melompat ke tengah-tengah derai air mata, dari ujung Sumatera menuju Tanduk Afrika, Somalia. Berkelana dalam gulungan debu dan desing peluru. Abai pada gunung emas dan sensual hidup yang semu.

Akankah Zamerah dapat lolos dengan selamat? Dapatkah mereka keluar dari Mogadishu, kota paling berbahaya di dunia itu dengan selamat? Siapakah Meutia, otak dibalik senarai target yang bakal ditempuh? Bagaimana kehidupan Ashraf, Zamerah dan Meutia selanjutnya? 

Ikuti petualangan mereka dengan sentuhan cinta Islami. Kenali ranah Somalia dengan mata telanjang. Temukan makna kesyukuran, kesetiaan, ringan tangan, perjuangan, pengabdian, dan penantian cinta. Kita tak dapat mengubah masa lalu, namun kita bersinergi menciptakan masa depan yang baru, yang lebih baik, yang mengacu pada kedamaian dalam naungan Tuhan yang satu.

"Seharusnya menjadi titik balik bagi jiwa-jiwa yang ingin merasakan kembali bahagia dalam segala kesukaran, cinta dalam ancaman kematian, berani dalam jeratan ketakutan dan kemarahan. Novel ini mengantarkan Somalia dekat dengan kita, sedekat helaan napas panjang kita yang seharusnya belajar untuk peduli kepada sesama. Mengagumkan!"
__(R.H. Fitriadi, Penulis Novel Palestina "The Gate of Heaven")

" Love in Somalia melempar Anda ke suatu lingkar suaka kekerasan dan tempat yang Anda tidak ingin bermimpi berada disana, lalu menjelaja Somalia, teritori yang belum pernah dipetakan dalam literatur cerita kontemporer kita."
__Reza Idriah, Penyair Aceh, Dosen IAIN Ar Raniry)

****

Ashraf adalah seorang pemuda Aceh yang berkcukupan. Setelah menyelesaikan studi di Australia, Ashraf memutuskan untuk menjadi relawan, dan Somalia menjadi pilihan tujuannya. Otangtua Ashraf sempat tidak setuju, karena bagaiamanpun negeri itu adalah tempat yang berbahaya. Banyak korban berjatuhan disana baik oleh ganasnya kemiskinan dan kelaparan, tapi juga oleh kekerasan. Tapi, ketika Allah sudah berkehendak, apapun bisa terjadi. Ashraf berhasil meyakinkan kedua orangtuanya dan mengubah pendirian mereka. 

Selama di Somalia, banyak hal terjadi. Dan, sebagian besar tidak ada yang menyenangkan. Menatap wajah-wajah hitam terpanggang matahari, bibir-bibir kering yang kehausan, mayat-mayat yang bergelimpangan kalah oleh kelaparan dan kesengsaraan betul-betul mengiris hati Ashraf. Dibandingkan dengan hidupnya di Indonesia yang serba berkecukupan, di Somalia bahkan setetes air pun untuk menghilangkan dahaga nyaris tidak ada. Mengerikannya, negeri ini seolah tidak ada. Sedikit sekali media massa mengangkat Spmalia sebagai isu nyata krisis kemanusiaan. Untuk itu, Ashraf memutuskan tinggal.

Dua tahun berkelana di Somalia, Ashraf dipanggil pulang. Mau tak mau, ia kembali ke Indonesia. Namun, belum lama ia sampai, kabar mengejutkan tiba. Zamerah, salah satu dokter relawan yang berasal dari Turki diculik oleh perompak dan mereka meminta uang tebusan. Uang tebusan bisa jadi hal mudah bagi pemerintah Turki, tapi bagaimana jika penculikan itu memicu konflik senjata? Tidak bisa dibiarkan. Somalia sudah teramat menyedihkan. Tidak perlu lagi ditamba dengan penderitaan lain. Ashraf harus kembali ke Somalia dengan misi baru; menyelamatkan Zamerah untuk mencegah perang.

Kalau dilihat dari alasan Ashraf kembali ke Somalia, sebagai pembaca, saya menemukan sisi romantisme dalam buku ini. Namun, perjalanan yang harus ditempuh Ashraf sama sekali tidak ada romantis-romantisnya. Misi penyelamatan Zamerah itu menguak banyak hal yang membawa Ashraf pada petualangan baru dan kenyataan pahit yang ia sendiri yakin tidak pernah bermimpi akan mengalaminya.

Tentang betapa konflik di Somalia tidak hanya terbatas pada sulitnya air dan makanan. Buku ini menggambarkan bagaiamana Somalia begitu mempihatinkan lebih dari apa yang media sampaikan.

Dengan alur maju mundur, buku ini disusun dengan apik, hanya saja, jujur, saya sama sekali tidak pernah membaca informasi apa-apa tentang Somalia. Yang saya tahu hanya terbatas pada bahwa di Afrika banyak orang-orang yang kelaparan dan membutuhkan pertolongan. Hal yang tentu saja menimbulkan rasa malu.

Love in Somalia mengajak kita untuk menatap ke dalam hati masing-masing dan mempertanyakan nurani sebagai kita sebagai manusia. Tak perlu memiliki keyakinan yang sama untuk bisa membuat kita menaruh prihatin dan ikut bersedih atas apa yang mereka alami. Tak perlu punya warna kulit dan budaya yang sama untuk membuat kita ikut teriris membaca lembar demi lembar penjelasan dan perjalanan Ashraf selama "bertualang" di Tanduk Afrika. Buku ini saya sebut sebagai karya yang mampu mengetuk pintu hati kemanusiaan siapa saja.

Banyak bagian tentang Somalia yang membawa ngilu dan pilu, jaga rasa malu. Dan, banyak juga kisah tentang negeri itu yang membuka mata saya agar tidak selalu mengeluh. Karena disana,  penderitaan mereka amatlah berlipat besarnya.

Namun, ada kekurangan yang saya temukan. Yakni, seperti yang diceritakan dalam kisah Ashraf, berita tentang Somalia yang diedarkan media banyak yang tidak seperti adanya bahkan kadang jauh dari nyata. Begitu pun buku ini, konflik politik yang terjadi serasa kabur. Tidak bisa saya simpulkan betul-betul jadinya jawaban atas pertanyaan "apa yang sebenarnya terjadi di Somalia?". Perang saudara, konflik keagamaan, atau perebutan kekuasaan? Atau lainnya, di samping problem kelaparan yang terjadi disana.

Selanjutnya, dari penulisan terdapat beberapa kalimat yang rancu atau tidak lengkap namun itu tidak mengganggu buat saya karena memang tidak banyak. Penjudulan tiap bab juga menarik, bikin penasaran dan bertanya-tanya. Foto-foto yang diselipkan pun sukses mmmbuat buku ini cocok dikatakan sebagai salah satu bentuk " permintaan tolong" bagi warga Somalia. Kelaparan disana, sungguh nyata.