Catatan harian yang semakin renta dan tua

Minggu, 29 Desember 2013

,
Bau apa, ya?
_Fay Bara Putra_

_EMPAT_

Bara baru saja memasuki area kantor ketika ia tak sengaja berpapasan dengan seorang gadis yang sepertinya ia kenal. Bukan kenal juga. Tepatnya sepertinya pernah ia lihat. Gadis itu berpakaian sedikit aneh menurutnya. Bagaimana bisa ada seorang gadis keluar dari kantor dengan penampilan yang sangat jauh dari kata rapi kalau tidak mau dibilang aneh. Iya aneh. Bagaimana bisa ia bertemu dengan gadis yang sangat biasa seperti itu. Ini zaman modern. Sangat sulit untuk menemukan perempuan dengan penampilan yang ….yang apa, ya? Pokoknya menurutnya gadis itu aneh.
Ia menggunakan kemeja berwarna merah kotak-kotak yang agak kebesaran dengan panjang hampir mencapai lutut, celana jeans yang juga kalau dilihat tidak skinny seperti celana jeans yang sedang trend saat ini, sepatu keds berwarna putih yang kelihatan jelas jarang dicuci, dan tas selempang yang kalau diperhatikan sepertinya sudah digunakan cukup lama. Mungkin mencapai angka tahun kalau dihitung. Rambutnya dikucir kuda dengan beberapa helai anak rambut yang mencuat ke mana-mana dan wajahnya tanpa riasan sama sekali. Jangankan blush on atau eye shadow, bedak saja sepertinya ia tidak menggunakannya.

Senin, 23 Desember 2013

,
Aku ‘ada’ namun akan selalu ‘tiada’. Di matamu.
_Bianca Lewis_

*DUA*
****
“Tangkep.” Tiba-tiba saja Fabian memeluk pinggang Bina dari belakang. Bina yang tidak mengetahui kedatangan Bian, secara otomatis terkejut dengan perlakannya itu. Begitu pula Bianca yang saat itu sedang berjalan menuju kelas bersamanya. Bianca adalah sahabat kental Shabrina sejak SMP. Dari dulu mereka selalu bersama. Tidak pernah terpisah. Selalu sekelas dan menjadi teman sebangku. Bahkan saat kuliahpun mereka menempuh pendidikan di fakultas, jurusan dan program studi yang sama. Hari ini mereka akan mengikuti ujian akhir semester di semester merka yang pertama sebagai mahasiswi.
“Astagfirullahaladzim.” Ucap Bina beristighfar sambil melepaskan pelukan tiba-tiba itu. Pasalnya, Bian adalah orang yang palin ‘dingin’ sedunia. Es Batu Bernyawa. Itulah julukannya. Ia adalah orang dengan sifat romantis yang sangat berbeda.
“Aduh Bian. Bisa nggak sih kamu nggak ngagetin aku? Aku kirain hantu.” Tegur Bina sedikit kesal.
Dengan gemas Bian mengacak poni Bina. “Mana ada hantu siang-siang?”
“Aduh jangan dirusakin rambutnya.”

Rabu, 18 Desember 2013

,
Cinta seperti apa yang aku inginkan? Cintaiku apa adanya. Itu sudah lebih dari cukup.
_Shabrina Ariesta_

‘Cintaiku apa adanya.’ Itu katamu. Aku menyanggupinya, tanpa banyak tanya.
_Fabian Alfonso_

Cintaku masih bertahan disini. Tanpa berani menampakkan wujudnya.
_Bianca Lewis_

Sakit. Itu yang kau rasakan. Sama sepertiku. Kapan kau akan memandangku?
_Bimo Ardian_

Cinta. Satu kata aja ‘bullshit’.
_ Fay Bara Putra_

Jumat, 06 Desember 2013

,
Ketika senja menyapa…
Meminta untuk sejenak menghentikan langkah
Menghadap-NYA…
Mengharap setitik kasih…
Menunanikan bagian dari sekian banyak tanggung jawabmu
Bersimpuh dan bersujud…

Rabu, 04 Desember 2013

,
Rindu...
Kata yang tepat untuk menggambarkan perasaanku saat ini
Aku merindukanmu
Sungguh-sungguh...
Entah dirimu yang mana, akupun tidak tahu
Rasa ini tercipta begitu saja
tanpa tah siapa pemiliknya

Cipta Karissa - Sita Siska

Selasa, 12 November 2013

,
Lima tahun…

Waktu yang tak lama namun tak juga sebentar. Jumat pagi di bulan September. Saat dimana pertama kali aku melihatmu. Entah apa yang ada di pikiranku saat itu hingga aku memutuskan untuk melabuhkan hatiku padamu detik itu juga. Padahal aku sama sekali tidak mengenalmu. Yang ku tahu, kau dan aku berpijak di bumi yang sama, dinaungi oleh langit yang sama, dan menghirup udara yang sama. Perkenalan yang tidak bisa disebut demikian.

Sejak saat itu, bayanganmu terus menghantui pikiranku. Menggelitik rongga dadaku. Menghalau udara yang berusaha masuk ke paru-paruku. Membuatku merasa sesak. Sesak yang teramat menyiksa. Aku tidak tahu siapa dirimu. Aku tidak tahu bagaimana dirimu. Dan yang paling penting dan menyakitkan…adalah aku tidak tahu apakah telah ada orang lain yang mengambil tempat istimewa dalam palung jiwamu…

Tiga tahun setelah kepergianmu, Aku berpikir bahwa aku sudah bisa melupakanmu. Sudah bisa menghapus bayangmu. Hingga hari ini tiba…

Luka itu tak sengaja ku ingat kembali. Luka yang terekam dengan jelas bagaimana perihnya itu…terkuak kembali. Muncul ke permukaan dengan wajah angkuhnya tanpa rasa berdosa sama sekali. Ternyata aku salah. Kau terlalu istimewa. Pengaruhmu terlalu kuat menggerogotiku.

Minggu, 29 September 2013

,
Rasa rindu menyeruak perlahan dalam relung dadaku
Akan hadirmu dalam hariku
Kembali…
Setelah perpisahan dua tahun lamanya
Cerita indah kita
Kebersamaaan kita
Keceriaan dan kesedihan yang kita bagi bersama
Kenangan kita…
Tiga tahun… waktu yang tak singkat, namun terasa sebentar
Ingin ku mengulangnya
Kembali…
***
Menelusuri daftar kontak
Membaca setiap nama yang tertera
Menimang-nimang apa yang hendak dilakukan
Berharap senyum kan tercipta
Hmmm… mengingat masa itu
Tak pernah bosan aku melakukannya
Terkadang rasa kesal terselip di dalamnya
Mengingat akan janji yang pernah terucap
“Kita akan selalu saling mengabari satu sama lain, dengan cara apapun”
Entah siapa yang mengucapnya
Entah siapa yang mengingkarinya
Yang pasti kini ada hal yang tak lagi sama
Kasihmu…
Rindumu…
Ada yang telah menggantinya
Membuatmu ‘melupakannya’
Terkadang timbul keinginan untuk menyapa
Sekedar berita bahwa ku masih ‘ada’…masih tinggal…
Namun rasa malu menepisnya…
Ah! Entah siapa yang salah
Waktu…
Jarak…
Kita…

Sabtu, 28 September 2013

,
Pukul 1.23 dini hari. Bau hangat nasi yang mulai matang menguap dari tonjolan Miyako di salah satu sudut kamar kostku. Di sampingnya berdiri angkuh sebuah dispenser dengan merek yang sama. Mengusik keasyikanku yang sedari tadi menekuri novel kedua trilogy Negeri 5 Menara, Ranah 3 Warna. Di samping kiriku tampak gelas kosong dengan sebuah sendok di dalamnya didampingi setengah stoples kue choco chips dengan kacang cokelat buatan tanteku. Sirup Squash Delight asam dan hangat sudah ku libas sejak tadi. Senyum merekah dari bibirku sambil menatap sepupuku yang sedang sibuk dengan serial anime favoritnya, Detective Conan. Mengabarkan berita menggembirakan yang sejak tadi ditunggunya. Tubuhnya dibalut kimono biru langit yang dibeli ayahnya tempo hari. Seperti biasa, ia akan melakukan kegiatan yang aku sebut ritual mandi subuh. Kebiasaan buruknya yang sulit diubah.

Minggu, 15 September 2013

,
SMA Negeri  4 Yogyakarta
Ku pindai sekolah yang akan menjadi tempatku bertugas selama tiga bulan ke depan nantinya.  Ku perhatikan setiap sudut yang dapat dijangkau oleh mata. Sekolah dengan fasilitas yang terus menerus bertambah ini memang terbilang mewah. Seandainya aku bisa mengulang masa SMAku, aku ingin sekali mencoba untuk bersekolah di sini.
“Bismillahirrahmanirrahim.” Ku langkahkan kakiku menyusuri sekolah yang sudah terlihat sepi ini. Ya. Aku memang datang di saat jam pelajaran sudah dimulai. Aku tidak ingin mengambil resiko dipelototii murid-murid yang melihat kedatanganku. Walaupun kemungkinan bahwa hal itu akan terjadi sangat tidak mungkin.

Jumat, 13 September 2013

,

“Anyaaaaaaaaaaaaaaaa.” Teriakan itu sungguh mengusik pendengaranku. Seperti biasa, Vira Damayanti, teman yang aku temui tiga tahun lalu. Disaat aku baru pertama kali memasuki gerbang Universitas Negeri Yogyakarta. Kebiasaannya memang seperti ini. Tidak peduli di manapun aku berada, dia akan selalu setia meneriakkan namaku. Mungkin dia bangga dengan suaranya yang memang bisa mencapai 5 oktav saat ia bernanyi. Aku akui ia memang pintar dalam hal tarik suara. Ku tolehkan pandanganku. Astaga! Ternyata ia hanya berjarak kurang dari satu meter di belakangku.
“Apa?” jawabku malas.
“He he he.”  Balasnya cengengesan sambil menghampiriku dan tak lupa pula bergelayut manja di lenganku. Aku yakin saat ini sudah muncul argument tidak enak tentang hubunganku denannya.
“Apa sih? Kayak lesbi lo!” Ku lepaskan tangannya dari lenganku.
“He he he.” Lagi-lagi tawa seperti ini. Aku sangat kesal dengan caranya tertawa. Ia dengan sengaja menyuarakannya dalam bentuk suku kata. Ia tahu aku sangat tidak suka itu. Tapi dia sangat suka melakukannya di depanku.
“Apaan?” Tanyaku lagi. Aku benar-benar ingin segera beranjak dari sini. Masih banyak yang harus aku urus. Terutama tugas yang akan aku jalani selama kurang lebih tiga bulan ke depan. Banyak yang harus aku persiapkan. Termasuk mental juga fisik yang sebentar lagi harus dipaksa bangun lebih pagi dari jam bangun pagiku biasanya.
“Elo dapet di mana?” tanyanya. Yah lagi-lagi pertanyaan yang sama. Entah sudah berapa kali aku mendapatkan pertanyaan ini hari ini.