Catatan harian yang semakin renta dan tua

Rabu, 26 September 2018

,
Judul Buku: City of Thieves - Kota Para Pencuri
Penulis: David Benioff
Penerbit: UFUK PRESS
Hak Terjemahan Bahasa Indonesia: PT. Ufuk Publishing House
Pewajah Sampul: Arie Hadianto
Tata Letak Isi: Ufukreatif Design
Penerjemah: Meda Satrio
Penyunting: Helena Theresia
Proofreader: Karla Karmila
Cetakan I: Agustus 2010
ISBN: 978-602-8801-32-4
Rating: 4 Bintang

Lev Beniov, seorang bujangan bertubuh kecil, cerdas, dan selalu gelisah, ditahan atas tuduhan penjarahan. Dia dijebloskan ke sel yang sama dengan Kolya, seorang prajurit tampan yang dituduh melarikan diri dari tugas. Alih-alih dieksekusi, Lev dan Kolya justru diberi tantangan untuk menyelamatkan diri. Syaratnya sungguh konyol, tapi taruhannya nyawa: mereka harus mengamankan selusin telur untuk seorang kolonel yang berkuasa.

Dalam menghadapi penderitaan yang tak terperikan, Lev dan Kolya menjawab tantangan itu di tengah-tengah kondisi Kota Leningrad yang tak kenal hukum. Apakah Lev dan Kolya berhasil menjalankan misinya? Akankah mereka bisa selamat dari ancaman eksekusi mati?

Ini novel yang inspiratif dan lucu, mendebarkan dan menakutkan. 
City of Thieves adalah sebuah petualangan yang menghanyutkan.

****


Suatu malam, saat tengah berjaga bersama teman-teman seapartemennya di tengah perang yang masih berekcamuk dan Peter yang hampir porak poranda, Lev, seorang remaja berusia tiga belas tahun tidak sengaja melihat pasukan terjun payung milik Jerman jatuh di tengah kota. Tentara tersebut diperkirakan mati kedinginan. Tanpa pikir panjang, bersama Vika dan si kembar Antokolsky, Lev mengejar dan mengambil apa saja yang bisa berguna dari tubuh mati tentara tersebut. Penjarahan di tengah perang sudah menjadi hal umum, biasa dan banyak dilakukan. Apalagi jika itu menjarah barang milik NAZI, asal tidak ketahuan tentara Rusia. Sayangnya, malam itu, malam di mana seharusnya Vika yang tertangkap, dengan bodohnya Lev justru menyelamatkan sahabat seapartemennya itu dan mengumpankan dirinya untuk menggantikan Vika di tahanan. Dan menjadi tahanan, berarti siap menghadapi kematian.

Belum berselang lama ketika ia ditahan, Lev kedatangan teman satu sel. Pria tampan berstatus mahasiswa, yang juga merupakan anggota Pasukan Merah yang ditahan dengan tuduhan menjadi seorang desertir. Lev tidak menyukainya, meski sepertinya ia adalah orang yang ramah. Lelaki itu mengajak Lev bicara begitu petugas meninggalkan mereka berdua.

Entah harus bersyukur atau tidak, keesokan harinya, Lev dan Kolya tidak dieksekusi mati seperti yang banyak terjadi pada tahanan di masa perang. Mereka dipertemukan dengan Sang Kolonel yang memiliki seorang putri yang amat cantik. Sang putri akan menikah dan menuruti adat pernikahan Rusia, mereka ingin punya keik. Tapi, di tengah perang dengan badai salju dab banyaknya warga kelapran dimana-mana, mencari telur hampir bisa dikatakan sebagai misi mustahil. Dan, Lev juga Kolya mendapat kehormatan untuk menunaikan misi itu. Berbekal sepucuk surat perintah, berdua, mereka menjelajahi badai salju dan ancaman bertemu NAZI lalu mati kapan saja, demi satu lusin telur ayam.

Kalau dengar misinya, mungkin pembaca akan geleng-geleng kepala. Masa misinya mencari telur ayam? Tapi perjalanan Lev dan Kolya betul-betul perjalanan yang menegangkan dan mengasyikkan untuk diikuti. Lev, yang sejak awal bertemu sudah tidak menyukai sikap Kolya, harus bertahan dengan pemuda itu minimal sampai hari Kamis demi menunaikan misi tidak mungkin yang menggelikan. Tapi, berbeda dengan Lev, Kolya justru seperti menikmati perjalanan itu. Laki-laki itu tidak pernah mengeluh, selalu tersenyum, masih banyak bicara dan selalu membantu Lev tiap kali ia dalam kesusahan. Kolya bahkan menyelamatkan nyawa Lev saat ia hampir menjadi daging potong sepasang tukang jagal merangkap kanibal. Dan sifat juga karakter Kolya ini bener-bener bikin saya jatuh cinta. Ia tenang dan tidak terbebani bahkan meski nyawa mereka ada di ujung moncong senjata milik Jerman.

Buku ini mengambil setting tahun 1943 saat meletusnya Perang Dunia II yang terjadi antara Jerman dan Leningrad. Adolf Hitler menjadi tokoh yang sangat dikenal dalam perang ini walau memang sosoknya tidak dimunculkan Banyak kengerian perang yang diceritakan disini, beberapa membuat ngilu jika dibayangkan. Jangankan untuk sepotong baju bersih, sehelai roti untuk dimakan saja sudah merupakan harta yang tidak ternilai harganya. Sepatu boot dan topi menjadi rebutan demi menghalau dingin. Dinding-dinding kayu, perabot yang terbuat dari kayu, banyak yang dicopot untuk membuat kayu bakar. Tapi, petualangan Lev dan Kolya menjadi bagian yang akan selalu dinanti-nantikan.

Tapiii.... endingnya menyebalkan haha. Sebenarnya sih kalau menyadari sejak awal, udah bisa ditebak apa yang akan terjadi. Cuma karena saya terlalu penasaran sama telur satu lusinnya, saya jadi nggak sadar. Endingnya masuk akal, tapi nyebelin haha

Minggu, 16 September 2018

,
Judul Buku: A Place  You Belong
Penulis: Nico Macchi
Penerbit: Jendela O’Publishing House
Cetakan Pertama: 2016
Penyunting Naskah: Deasy Serviana
Penyelaras Aksara: Refa Annisa
Perancang Sampul: eSLC Project
Penata Letak: eSLC Project
Tebal Buku: viii+141 hlmn., 13x19 cm
Rating: 3 Bintang

Pustakawan itu pekerjaan mulia, kan?


Penjaga ilmu pengetahuan, pengelola jendela dunia.
Garda terdepan untuk meningkatkan minat baca anak bangsa.
Tak ada yang salah dengan menjadi pustakawan.
Kurang bergengsi? Penghasilan tak seberapa?
Hidup bukan hanya tentang status dan uang!
Tapi….
Kehidupan pascawisuda tidak semulus teori ideal di bangku kuliah.
Ada kebutuhan hidup di balik deretan buku-buku.
Ada tuntutan pertemanan dalam lingkaran sosial sesama pustakwan.
Dan ada ujian untuk memilih antara integritas  profesi atau menyelamatkan orang yang disayangi.

Ketika berpegangan pada tali idealisme terasa semakin sulit, haruskah Helia melepasnya dan membiarkan diri terjatuh ke dalam jurang realitas?
****
Sebelum memulai review-nya saya mau curhat sedikit dulu. Jadi, beberapa waktu lalu cuti, family visit tiap lima bulan yang bisa dimanfaatkan buat liburan. Buat saya yang kuper ini, liburan berarti kencan dengan buku-buku yang sudah menumpuk di lemari. Hari pertama saya di rumah, buku ini menjadi pilihan sebagai pacar pertama saya. Maklum, masih banyak buku hadiah yang seharusnya dibikinkan review tapi belum sempat, udah mandek sekitar dua tahun lebih.

Buku ini adalah jenis buku yang baik lewat cover maupun blurb sangat eye catching. Sampul cokelat susunya yang manis, bikin buku ini nggak akan luput dari pandangan kalau dipajang di toko buku. Deretan buku-buku dan ilustrasi orang membaca di cover depan membuat pembaca bisa menebak bahwa buku ini akan membahas tentang hal yang berkaitan dengan buku. Blurb-nya juga bisa menjelaskan sedikit. Tapi, buku ini nggak hanya terbatas pada pembahasan tentang buku, hobi membaca dan manfaatnya dalam kehidupan kita. Buku ini lebih menekankan pada profesi yang terkait dengan dunia literasi dan storytelling; yakni Pustakawan dan Pendongeng.

Pustakawan adalah profesi yang kemungkinan besar belum banyak diketahui orang. Sering memang kita ketemu sama penjaga perpustakaan, tapi sejujurnya saya pribadi baru tahu bahwa kalau mau jadi pustakawan  profesional itu nggak cuma asal aja. Ada sekolahnya, ada ilmu dan bidang keilmuannya tersendiri. Selanjutnya, Pendongeng. Membacakan dongeng adalah hal yang lumrah kita temui, terutama di kalangan orang tua. Kegiatan mendongeng adalah hal yang lazim dilakukan, sebagai teman tidur bagi anak-anak. Bercerita, sudah menjadi kebiasaan orang Indonesia sejak zaman dulu. Baik itu berupa dongeng dari buku-buku yang pernah dibaca, ataupun dari legenda nenek moyang yang diwariskan turun temurun.

Menurut saya pribadi, ide untuk mempertemukan profesi pustakawan dan pendongeng itu amat brilian. Mengapa? Keduanya adalah profesi yang memiliki tujuan searah; meningkatkan minat baca anak bangsa. Dan ini yang bikin buku ini jadi menarik. Tapi, karena bukunya terlalu tipis, terkesan ringkas, bukunya jadi terasa kurang. Di bagian blurb memang membahas pustakawan, tapi, kehadiran Satriacarita yang mendominasi lembaran buku ini, sementara kisah Helia sebagai pustakawan yang hanya berupa bentuk ingatan atau flashback membuat porsi pustakawan jadi sedikit dibahas disini. Lebih banyak ke mendongeng, teknik mendongeng, dan cara untuk menjadi pendongeng yang baik. Sementara, penjabaran untuk apa saja tugas pustakawan, apa saja yang menjadi tanggung jawab seorang pustakawan jadi terasa samar dan kurang porsi. Saya sendiri sebenarnya tidak terganggu karena mendongeng adalah kegiatan favorit saya. Saya adalah anak yang dibentuk dan dididik lewat cerita-cerita. Meski nggak semahir pendongeng professional, orangtua saya gemar membacakan cerita sejak saya masih kecil. Jadi, ketika menemukan karakter Akhyar yang berprofesi sebagai pendongeng, rasanya asyik asyik saja. Cuma, karena titik berat disini yang dibahas adalah Pustakawan, porsinya yang kurang bikin bukunya berasa timpang walau memang masih menarik untuk terus dibaca.

Pustakawan adalah profesi yang mulia. Dan, akan lebih menarik lagi kalau pembahasan tentangnya bisa lebih diperdalam. Selain membahas profesi, karena buku ini berbentuk novel, kita juga akan menemukan bumbu kisah cintanya. Kisah yang manis dan nggak neko neko kalau menurutku. Cukup sukses untuk bikin saya baper maksimal dan gregetan tengah malam saking gemas bacanya. 

Ada satu kutipan yang sangat saya suka dari buku ini;

“Satriacita terbentuk karena adanya orang-orang dewasa yang khawatir pada anak-anak sekarang, khususnya anak-anak usia dini. Globalisasi telah mencekoki mereka dengan asupan-asupan yang tidak tepat; kartun penuh kekerasan, lagu cinta-cintaan, sinetron yang tidak mendidik. Belum lagi perkembangan teknologi yang begitu pesat.”
“Anak-anak usia dini perlu mengembangkan kemampuan motorik, berbahasa, social, kognitif, berimajinasi, juga menumbuhkan nilai-nilai moral. Untuk bisa mengembangkan semuanya secara positif, tentu diperlukan asupan yang positif pula. Sementara teknologi dan hiburan-hiburan buruk yang saya sebut tadi, selain tidak menunjang seluruh aspek perkembangan itu, juga menanamkan bibit-bibit negatif. Akibatnya, anak akan tumbuh dengan perkembangan yang kurang sempurna. Timpang, tidak matang. Dan itu bisa berbuntut fatal pada masa remaja dan dewasanya.”
“Cerita terbukti memiliki banyak manfaat dalam perkembangan anak, terutama untuk kemampuan berbahasa, berimajinasi dan menumbuhkan nilai-nilai moral."
Saya sangat setuju dengan kutipan di atas ini. Tentu saja tidak semua yang diberikan teknologi dan televisi ataupun media hiburan lain berdampak negatif, namun buku ini mengajak pembaca untuk melakukan pendampingan terutama kepada anak-anak agar bisa menyaring apa yang mereka terima dari luar dengan bijaksana.  Buku ini sangat saya rekomendasikan bagi seluruh pembaca Indonesia.