DIARY LUSUH

Catatan harian yang semakin renta dan tua

Kamis, 23 Maret 2023

,
Judul: Orang-Orang Proyek
Penulis: Ahmad Tohari
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Editor: Eka Pudjawati
Cover: Eduard Iwan Mangopang
Tahun Terbit: 2007
ISBN: 978-602-03-2059-5
EISBN: 978-602-03-8889-2

Aku insinyur. Aku tak bisa menguraikan dengan baik hubungan antara kejujuran dan kesungguhan dalam pembangunan proyek ini dengan keberpihakan kepada masyarakat miskin. Apakah pertama merupakan manifestasi yang kedua? Apakah kejujuran dan kesungguhan sejatinya adalah perkara biasa bagi masyarakat berbudaya, dan harus dipilih karena keduanya merupakan hal yang niscaya untuk menghasilkan kemaslahatan bersama?

Memahami proyek pembangunan jembatan di sebuah desa bagi Kabul, insinyur yang mantan aktivis kampus, sungguh suatu pekerjaan sekaligus beban psikologis yang berat. "Permainan" yang terjadi dalam proyek itu menuntut konsekuensi yang pelik. Mutu bangunan menjadi taruhannya, dan masyarakat kecillah yang akhirnya menjadi korban. Akanakah Kabul bertahan pada idealismenya? Akankah jembatan baru itu mampu memenuhi dambaan lama penduduk setempat? 

****

Buku ini bercerita tentang Kabul, seorang insinyur yang menjadi penanggungjawab pembangunan jembatan di Sungai Cibawor. Pembangunan jembatan yang awalnya ditujukan untuk kemaslahatan bersama, memutus rantai ketertinggalan beberapa daerah karena tidak adanya akses yang memadai, justru menjadi batu loncatan politik salah satu organisasi. Hal yang membuat Kabul 'merana'. 

Selisih paham antara Kabul dan insinyur Dalkijo, sang Koboi menjadi masalah terberat dalam cerita pembangunan jembatan ini. Kebocoran anggaran yang tidak sedikit, juga proses pembangunan yang 'dinodai' keinginan penguasa sangat memusingkan Kabul dan melukai idelaismenya. Sebagai seorang insinyur, yang diinginkan Kabul adalah memberikan fasilitas umum yang memiliki mutu terbaik bagi masyarakat. Apa gunanya kalau jembatan itu dibangun lelah-lelah jika hanya dalam waktu beberapa lama harus dibangun kembali karena sudah rusak? Akan tetapi, kehadiran kader dan partai GLM yang menggerogoti pembangunan tersebut membuat pergumulan batin Kabul semakin meraja lela. 

Jembatan harus cepat selesai agar bisa segera digunakan untuk memfasilitasi konvoi kampanye, semen-semen 'dicuri', bahan bangunan lain 'dijarah' dengan terstruktur, anggaran bocor. Padahal, seharusnya pembangunan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pembangunan yang anggarannya dari utang luar negeri, yang akan dibiayai oleh rakyat lewat pajaknya seharusnya menjadi milik rakyat, bukan dibangun atas dasar agar bisa memenuhi kebutuhan fasilitas politik organisasi manapun. Tapi, bukan itu yang terjadi. Cerita ini, karakter-karakter yang ada dalam buku ini, terutama Insinyur Dalkijo, telah mengajarkan saya satu sikap yang jika dirunut adalah sikap yang amat berbahaya. Pragmatis. Sesungguhnya, jika melihat kisah Kabul, jauh dari lubuk hati, seperti Kabul mencurangi fasilitas umum demi kepentingan pribadi adalah sesuatu yang dengan jelas saya tolak. Namun, mengingat kembali cerita Dalkijo, yang tobat melarat, lelah hidup miskin, alasan sikap Pragmatisnya dalam setiap proyek yang ia jalankan, mungkin bisa menjadi alasan, sekalipun tidak bisa menjadi pembenaran. Untungnya, idealisme Kabul, kehadiran sosok pak Tarya yang walaupun dalam proyek pembangunan jembatan terlihat tidak membantu sama sekali, namun cerita-ceritanya, pengalaman hidupnya, nasihat secara tidak langsungnya tentang kehidupan kepada Kabul lah yang menurut saya membantu Kabul mampu mempertahankan idealisme dan hati nuraninya. Meskipun Basar yang awalnya juga aktivis kampus tidak mampu menghalau berbagai 'serangan' yang ada, Kabul mampu bertahan dan menjaga prinsipnya. 

Ada yang sungguh menarik menurut saya dalam cerita buku ini, Bapak Pembangunan disebut sebut sebagai salah satu tokoh GLM yang amat dihormati, mungkin sebagian besar orang Indonesia tahu siapa yang dijuluki sebagai Bapak Pembangunan. Entah Bapak Pembangunan dalam buku ini sama dengan yang sama-sama kita tahu atau tidak. Tapi cerita ini cukup menggelitik bagi saya. Selain itu, saya jadi teringat dengan cerita seseorang yang belum lama ini pernah saya dengar, bahwa dalam setiap periode kekuasaan, akan selalu ada 'Proyek Abadi' yang digarap. Proyek yang dibangun dengan anggaran yang tidak sedikit, yang hanya dalam jangka waktu beberapa tahun saja akan kembali dibangun dengan anggaran yang sedikit pula. Pertanyaan saya, jika cerita seseorang itu benar, dan jika kekhawatiran Kabul bahwa hampir semua proyek pembangunan yang ada di Indonesia ini digerogoti, lantas kemana anggaran yang tidak sedikit itu? Benarkah dijadikan batu loncatan organisasi tertentu? 


Selasa, 03 Agustus 2021

,
Sumber Foto
Judul: So I Married an Antifan
Genre: Komedi Romantis
Rumah Produksi: Godin Media, Warner Bros. Television
Rating: 💚💚💚💚 
Pemain:
Choi Tae Joon as Hoo Joon (Sumber Foto)

Choi Sooyoung as Lee Geun Young (Sumber Foto)

Hwang Chang Sung as JJ/Jaejoon (Sumber Foto)

Bergenre komedi romantis, drama ini bercerita tentang kehidupan Lee Geun Young, salah satu reporter infotaiment yang secara tidak sengaja terlibat dengan kehidupan pribadi salah satu penyanyi terkenal di Korea Selatan, Hoo Joon. Kesalahpahaman yang terjadi di antara keduanya menyebabkan mereka terlibat konflik yang menghebohkan jagat hiburan Korea Selatan. Seorang Hoo Joo, dilempar sepatu hak tinggi oleh seorang wanita saat acara pembukaan salah satu bar!

Kejadian ini sontak membuat Lee Geun Young - pelaku pelemparan mendadak viral dan terkenal. Bukan terkenal dalam artian yang baik, Geun Young terkenal sebagai antifan yang jahat dan penuh tipu muslihat. Berbagai cacian diterimanya hampir dari seluruh penjuru Korea. Bagi Geun Young, ini bencana. Namun bagi salah satu sutradara acara ragam, ini adalah kesempatan emas. Geun Young sedang terkenal, tidak ada salahnya menjadikannya makin terkenal. Dan jadilah sebuah acara ragam berjudul So I Married an Antifan dengan Hoo Joon sebagai 'suami' dan Geun Young sebagai 'istri'. Bagaimana kehidupan 'rumah tangga' mereka?

****

Dramanya menghibur, menarik, lucu, juga romantis. Walaupun drama dan novel bertema benci jadi cinta sudah banyak yang pernah hadir, bagaimana mungkin seorang antifan  'menikah' dengan artis yang dibencinya? Apalagi seperti yang sudah kita ketahui besama, sosok-sosok pembenci artis itu sangar dan galaknya berkali lipat dari musuh bebuyutan. Satu komentar mereka di sosial media bisa dengan mudahnya menjatuhkan mental seseorang. Namun, Lee Geun Young berbeda. Kebenciannya pada Hoo Joon tidak didasarkan pada alasan tak masuk akal. Ia marah dan dendam karena alasan yang amat masuk akal.

Selanjutnya, karena drama ini berjudul So I Married an Antifan yang diceritakan merupakan judul acara ragam yang diikuti Hoo Joon dan Geun Young, tentu saja kita akan disajikan proses syuting acara tersebut yang ternyata semuanya didasarkan pada konsep. Sebagaimana suatu konsep, setiap adegan yang terjadi di dalamya sudah direncanakan. Meskipun berjalan tanpa skrip tertentu acara ragam ternyata merupakan program realitas yang dibalut dongeng. Setiap adegan yang ada di dalamya didasarkan pada ide sutradara. Sejujurnya saya jadi ingat salah satu acara ragam tentang pernikahan yang pernah sangat terkenal di Korea Selatan. Jadi bisa tahu sedikit ternyata proses syutingnya seperti itu. 

Untuk sisi roman yang ada, saya suka, walaupun mungkin terasa agak 'cepat'. Sebenarnya berjalan natural sih, tapi kalau dinilai dari bagaimana Hoo Joon sangat peduli dengan mantannya, agak cepat kalau dia tiba-tiba suka Geun Young hanya karena interaksi sederhana dari mereka berdua. Kurang dramatis, tapi romantis sih jadi saya suka aja. Konflik penyerta yang terjadi antara Hoo Joon dan sahabatnya juga merupakan konflik yang tidak begitu rumit, tapi saya akui Hwang Chan Sung sangat berhasil memerankan JJ. Saya mungkin adalah salah satu penonton yang bukan hanya tidak suka dengan karakter JJ, tapi juga muak. Sifat pencemburu iri tanda tak mampunya betul-betul memuakkan.

Terakhir, drama ini sempat menyinggung salah satu judul novel roman best seller berjudul Pride and Prejudice. Saya belum baca bukunya, tapi judulnya sangat cocok dengan drama ini. Kebanggaan dan prasangka. Kebanggaan Hoo Joon dan prasangka Geun Young telah mempertemukan mereka berdua. Ada pesan tersirat juga dalam drama ini yakni kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari luarnya saja, mengambil kesimpulan dari suatu peristiwa atau kejadian yang tidak kita tahu betul pokok permasalahannya, karena itu semua bisa saja hanya prasangka kita semata.

Jumat, 30 Juli 2021

,
Sumber Foto
Judul: Mr. Sunshine
Genre: Asmara, Melodrama
Jumlah Episode: 24
Sutradara: Lee Eung Bok
Staisun TV: tVN
Rating: 💗💗💗💗💗
Pemain:

Lee Byung Hun as Choi Yoo Jin/Eugene Choi (Sumber Foto)

Kim Tae Ri as Go Ae Shin (Sumber Foto)

Yoo Yeon Suk as Goo Dong Mae (Sumber Foto)

Kim Min Jung as Kudo Hina (Sumber Foto)

Byun Yo Han as Kim Hee Sung (Sumber Foto)

Choi Yoo Jin atau yang lebih dikenal sebagai Eugene Choi adalah seorang Kapten Korps Marinir Amerika berdarah Joeseon (Korea saat ini). Eugene 'merantau' sejak kecil mengikuti seorang misionaris yang berkunjung ke Korea dan akan kembali ke Amerika. Lebih tepatnya, ia lari dari kejaran 'musuhnya' dibantu sang misionaris dan seorang pengrajin tembikar. Eugene harus menyelamatkan dirinya setelah kedua orangtuanya terbunuh oleh kekejaman bangsawan Hansong yang merupakan majikan mereka. Eugene Choi terlahir dari keluarga budak, strata terendah dalam masyarakat Jeosoen saat itu.

Goo Ae Shin adalah putri dari salah satu bangsawan terkaya di Hansong. Sama seperti kedua orangtua Eugene, orangtuanya pun terbunuh oleh pengkhianatan yang dilakukan rekan sekaligus sahabat mereka sendiri. Ayah Ae Shin adalah salah satu dari bangsawan yang sedang memperjuangkan kemerdekaan Jeoseon dari pendudukan tentara Jepang.

Goo Dong Mae merupakan salah satu orang yang ditakuti di Hansong. Ia menjadi pemimpin Yakuza yang terkenal dengan kekejamannya. Namun, berbeda dari Eugene dan Ae Shin yang terpisah dengan orangtua mereka karena kekejaman takdir, Goo Dong Mae memilih 'memisahkan' diri dari orangtuanya yang berprofesi sebagai tukang jagal. Selain budak, menjadi seorang jagal di Jeoseon saat itu bukanlah kedudukan yang terhormat. Goo Dong Mae bertekad menjalani kehidupan yang berbeda dari kedua orangtuanya yang selalu terinjak dan terhina.

Kudo Hina, pemilik Glory Hotel adalah wanita cantik yang disukai banyak orang. Ia adalah seorang janda muda yang ditinggal mati suaminya yang berdarah Jepang. Namun, Hina bukanlah orang Jepang. Ia adalah orang Korea dengan masa lalu yang menyakitkan.

Kim Hee Sung terlahir dari keluarga bangsawan terkenal di Hansong. Sama seperti keluarga Ae Shin, keluarganya juga merupakan salah satu dari sedikitnya orang kaya di Hansong. Namun, di balik kehidupan mewah yang ia jalani, ia tidak tahu bahwa hampir semua yang ia miliki, didapatkan dari jerit tangis dan darah orang lain termasuk keluarga Eugene Choi.

****

Drama Mr. Sunshine adalah salah satu drama historikal Korea Selatan yang sukses meraih rating tertinggi sepanjang penayangannya dan ditayangkan kembali di Netflix. Mengambil setting abad ke 19, drama ini menyuguhkan cerita dramatis yang dipadukan dengan beberapa peristiwa  sejarah yang pernah terjadi di Korea. Drama ini bercerita tentang beberapa peristiwa yang terjadi saat kebudayaan barat mulai memasuki Jeoseon, sedikit pertentangan yang terjadi di dalamnya, juga saat masa pendudukan Jepang dan kedatangan Amerika Serikat ke negara tersebut. 

Sepintas, drama ini hanya cerita kehidupan tokoh-tokoh utama di dalamnya yang berlatar dan dibumbui sejarah Korea, namun lebih dari itu, drama ini adalah drama dengan cerita yang kompleks dan sarat akan peristiwa dan episode sejarah penting bagi masyarakat Korea.

Eugene Choi hadir sebagai kapten dari Amerika yang 'pulang' ke tanah airnya setelah sekian lama, bermaksud menjalankan tugas kenegaraan, namun berakhir memilih kembali memperjuangkan apa yang menjadi hak masyarakat Jeoseon melalui cintanya yang begitu besar terhadap Go Ae Shin. Goo Dong Mae adalah pria yang tidak pernah memedulikan pengkhianatan tokoh-tokoh penting dalam masyarakat Korea namun berubah menjadi pria yang ikut membantu memperjuangkan kemerdekaan. 
Kudo Hina, pebisnis yang dikenal ramah bagi tamu dari bangsa manapun, memilih menjadi agen rahasia kerajaan, serta Kim Hee Sung, anak manja yang hanya bisa menghabiskan uang di meja judi, menemukan jiwanya denga  menjadi wartawan yang rela mempertaruhkan nyawa untuk mengungkapkan kebenaran sejarah.
 
Dari sisi percintaan, drama Mr. Sunshine berhasil buat saya susah move on. Kisah cinta segi lima yang terjadi adalah kisah yang rumit namun berjalan sabar. Menunggu meski tak ditunggu, tegar walau dalam kesulitan, saling percaya meski beda tujuan. Sementara untuk karakter, hampir semua saya suka namun yang paling membekas adalah karakter Eugene Choi dan Go Ae Shin.

Eugene Choi, meski tampil sebagai pria yang hampir tak mencintai tanah kelahirannya, namun ia sangat menyayangi kekasihnya yang cinta negaranya, hingga ia rela mengorbankan tujuannya untuk mewujudkan tujuan Go Ae Shin. Penyayang, penyabar, dan melindungi. Bijak dalam berpikir dan melakukan sesuatu, penuh pertimbangan juga memiliki kecerdasan - minus kecerdasan aksara Korea. Fakta bahwa usia Lee Byung Hun saat memainkan peran ini sudah 47 tahun tidak menghentikan saya untuk langsung mengidolakannya. Kecerdasan bahasa yang dimilikinya juga sangat mengesankan. Sedangkan Go Ae Shin, meski dilarang mengenyam pendidikan di bangku sekolah, ia adalah wanita yang pantang menyerah dan tak kenal takut. Menjadikannya tokoh wanita terkeren dalam drama ini, dan terang saja saya langsung mengidolakannya juga.

Sisi sinematografinya juga juara, kru yang terlibat sudah melakukan yang terbaik untuk menampilkan setting abad ke 19 dengan sangat baik. Walaupun endingnya bukan merupakan akhir dari keseluruhan cerita - mungkin akan butuh beratus episode hingga Jeoseon menemukan kemerdekaannya, saya cukup puas dan tidak kecewa. Untuk sisi cerita, entah saya yang melewatkannya, tapi saya penasaran dengan kisah hidup Kudo Hina dan hasil autopsi mantan suaminya yang tidak disebutkan itu, hanya dimunculkan dalam selembar kertas, terasa 'bolong' tapi sama sekali tidak mengganggu keseluruhan ceritanya. 

Drama ini sangat saya rekomendasikan bagi pencinta drama Korea, bahkan yang bukan - pasti akan suka dengan ceritanya, karena tak hanya menyuguhkan kisah cinta, ia juga mengingatkan kita akan arti berjuang, memperjuangkan dan membangkitkan jiwa dan semangat nasionalisme, menghadirkan haru dan yang paling penting adalah, meski sepintas, drama ini mengajak kita untuk menulis, seperti yang dilakukan Kim Hee Sung. Bahwa bukan hanya dengan senjata kita bisa memerangi ketidakadilan, namun dengan tulisan juga.

Selasa, 03 November 2020

,
Judul Buku: Pergi
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Co-author: Saripuddin
Editor: Triana Rahmawati
Cover: Resoluzy
Layout: Alfian
Tahun Terbit: 2018
Cetakan I: April 2018
Tebal Buku: iv + 455 hal.; 13.5 x 20 cm
Rating:  ⭐⭐⭐⭐

"Sebuah kisah tentang menemukan tujuan,
kemana hendak pergi,
melalui kenangan
demi kenangan masa lalu,
pertarungan hidup-mati,
untuk memutuskan
kemana langkah kaki
akan dibawa.
Pergi."

Buku ini adalah sequel dari novel Pulang. Jujur saja agak surprise waktu tahu buku Pulang ada sequelnya, karena sebenarnya bukunya menurutku udah tamat. Eh ternyata ada. Senang, sekaligus penasaran. Buku kedua ini masih menggunakan Bujang, Si Babi Hutan sebagai tokoh utamanya. Setelah Tauke Besar meninggal, Bujang naik posisi menjadi Tauke Besar yang baru milik keluarga Tong. Lewat kecerdasan yang dimilikinya, secara perlahan Bujang mulai membut terobosan-terobisan canggih dalam pergerakan keluarga Tong sebagai salah satu penguasa shadow economy. Akan tetapi, setelah sebelumnya dikhianati Basyir, pada seri kedua ini Bujang harus berhadapan dengan Master Dragon.

Master Dragon adalah salah satu penguasa shadow economy yang bermarkas di Hong Kong. Selain Master Dragon, terdapat jugs keliarga El Pacho di Meksiko, Keluarga Yamaguchi di Jepang, keluarga Lin di Maccau dan keluarga Bratva di Rusia. Dari beberapa keluarga ini yang paling disorot adalah keluarga Lin yang dalam buku sebelumnya sudah pernah berhadapan dengan keluarga Tong, keluarga Yamaguchi dan Bratva yang kemudin menjalin aliansi dengan keluarga Tong, juga keluarga Master Dragon sendiri, sementara, keluarga El Pacho tidak terlalu mencolok. 

Seperti pada buku pertama, buku ini menawarkan petualangan yang menegangkan. Kalau diibaratkan film seperti cerita mafia yang dibintangi Jackie Chan atau Jet Li. Ceritanya seru, diselipkan pengetahuan-pengetahuan sejarah tentang masa lalu, yang membuat saya semakin ingin membaca tentang shadow economy. Benarkah mereka benar-benar ada?

Namun, meski memiliki alur dan cerita yang penuh adegan action, buku ini sebenarnya menitikberatkan pada tujuan hidup tokoh utama. Tujuan ia mempertahankan keluarga Tong demikian kerasnya, dan akan ia bawa kemana apa yang telah ia capai dan pertahankan itu. Pada salah satu bab yang menceritakan kisah dua orang petani yang dituturkan oleh Salonga, buku ini mengajak pembaca melihat ke dalam hati, apa yang ingin kita tuju dan capai dalam menjalani hidup ini. Jika mengejar harta manusia tidak akan pernah puas, mengejar jabatan pun sama. 

Secara keseluruhan ceritanya saya suka, banyak pelajaran dan bahan renungan yang dapat kita petik dari buku ini. Di luar ide perjodohan keluarga Bratva, Maria dan Agam. Saya kurang suka idenya, Maria tampil sebagai sosok wanita yang keras dan terlalu ambisius, sepertinya tidak cocok dengan Agam 😁

Selanjutnya, kemunculan Diego Samad. Di awal buku, saya menyangka laki-laki itu akan tampil sebagai lawan duet mematikan di akhir perjalanan cerita. Ternyata tidak, hal yang membuat buku ini membutuhkan buku ketiga. Ending ceritanya yang gantung, hampir tidak ada yang selesai dari perkara pergi ini kecuali urusan dengan Master Dragon. Perjodohan Agam dan Maria sebenarnya tidak akan berpengaruh banyak dalam cerita menurut saya, tapi tetap saya penasaran siapa yang akan menjadi pasangan Agam nanti. Ide ia bertunangan dengan Maria secara otomatis setelah ia menerima gelang pemberian gadis tersebut sangat tidak bagus buat saya. Nggak setuju lah. Terakhir, Agam memang tahu kemana ia akan pergi. Ia sudah tahu. Tapi pembaca seperti saya ini belum tahu. Jadinya harus ada buku ketiga untuk melengkapi ketidaktahuan saya ini.