Catatan harian yang semakin renta dan tua

Jumat, 15 Desember 2017

,
Judul Buku: Dream, If...
Penulis: Redy Kuswanto
Penerbit: Diva Press (Anggota IKAPI)
Penyunting: Muhajjah Saratini
Penyelaras Akhir: RaiN
Tata Sampul: Amalina
Tata Isi: Violetta
Pencetak: Antini, Dwi, Wardi
Cetakan Pertama: November 2017
Tebal Buku: 268 hlmn; 14 x 20 cm
ISBN: 978-602-391-467-8
Rating: 😻😻😻

“Pembukaan novel yang membuat haru ini akan langsung membuat pembaca terikat. Kisah memperjuangkan impian yang memikat.”
_Eva Sri Rahayu, novelis dan blogger

Mimi Tarmiyah memang sok cantik. Sejak kecil dia ingin menjadi artis. Alasannya cukup sederhana; ingin terkenal, memiliki banyak uang, hidup mewah, serta memiliki seabrek fan yang memuja-mujanya. Kini, usia Mimi sudah mendekati tujuh belas tahun.
Ini waktu yang tepat untuk mewujudkan mimpi, menjadi artis. Seperti idolanya, Titin Tuminah Hona. Valdo melihat kesempatan saat melihat ambisi Mimi. Bersama Brian, ia memberi kesempatan Mimi untuk mengejar impiannya di Jakarta. Mimi bersedia ikut, mengabaikan nasihat ibunya; Engkos; dan sahabat-sahabatnya. Mimi si gadis desa, harus mengakui kerasnya perjuangan di ibu kota. Menghadapi kegagalan dua kali, Mimi jadi ragu. Apakah ia akan melupakan impiannya dan kembali ke desa, atau tetap bertahan karena impian harus diperjuangkan?

****
“Hidup ini bukan hanya tentang mendapatkan apa yang kita inginkan, Neng Mimi. Tapi juga tentang menghargai apa yang kita miliki – Pak Jaka, hlmn 249”

Mimi Tarmiyah adalah seorang remaja SMA yang tinggal di Baranangsiang. Sejak kecil, cita-cita Mimi adalah ingin menjadi artis terkenal seperti Titin Tuminah Hona, idolanya. Impian Mimi seolah menemukan jalannya ketika ia bertemu laki-laki bernama Brian yang mengaku sebagai agen artis. Brian menawarkan jalan mudah dan instan untuk menjadi artis kepada Mimi. Mimi senang bukan main, akhirnya ia bisa menjadi seperti Titin Tuminah Hona. Hanya saja, baik Amah, Engkos pacarnya, juga sahabat-sahabatnya tidak mendukung keinginan Mimi untuk berangkat ke Jakarta bersama Brian. Tapi, Mimi tidak peduli. Dengan nekad, cewek itu kabur ke Jakarta. Bagaimana nasib Mimi selanjutnya?
****
Impian memang sesuatu yang dimiliki setiap orang. Siapapun pasti memiliki keinginan yang ingin sekali diwujudkan. Keinginan yang akan membuat seseorang itu merasa utuh dan lengkap. Merasa cukup dan bahagia. Begitu pula Mimi. Impian gadis desa ini adalah ingin menjadi artis. Tidak dipungkiri, menjadi artis seolah jalan termudah untuk mendapatkan segalanya. Uang dan popularitas akan mudah didapatkan. Dan, dengan dua hal itu, seseorang seolah bisa mendapatkan apa saja yang ia inginkan. Inilah tema yang diangkat dalam novel ini.
Mirisnya, untuk mewujudkan mimpi menjadi seorang bintang, beberapa orang just ru memilih hal instan. Alternatif tercepat untuk mewujudkannya selalu menjadi pilihan nomor satu, tanpa memperhatikan unsur kemanan dalam pilihan itu. Menurut saya pribadi, penulis sedang mencoba memperkenalkan atau memaparkan sisi gelap dunia entertainment di Indonesia. Banyak sekali artis yang bisa meroket dengan cepat tanpa diketahui prosesnya dengan pasti. Tak urung, tak sedikit pula yang jatuh menjadi korban penipuan. Untuk itu, saya sangat mengapresiasi buku ini. Dream If menjadi semacam reminder bagi kita semua bahwa jika ingin mendapatkan sesuatu kita harus berusaha dulu.
Poin terbaik dalam buku ini adalah bagi saya penulis tidak kehilangan identitasnya. Dengan menyelipkan beberapa bahasa Sunda ke dalam buku ini, penulis telah bersikap mengindonesiakan diri dan menunjukkan betapa ia bangga terlahir sebagai orang Sunda. Memang, setting juga mempengaruhi hal ini. Tapi, dalam penentuan setting setiap cerita, buat saya pribadi dapat sedikit menggambarkan sosok penulisnya seperti apa. Karena sebagian besar tempat yang dikunjungi, kegiatan sehari-hari, dan plot tulisan juga didasarkan pada mindset dan kebiasaan penulisnya.
Kekurangan dalam novel ini hanya terletak pada beberapa kalimat yang terasa rancu atau mungkin tidak lengkap. Untuk EYD sudah bagus. Juga, ending dan anti klimaks plus penyelesaiannya saya kurang sreg. Entahlah. Memang bagus, dalam buku ini penulis mencoba memperkenalkan dunia penulisan pada pembacanya hanya saja ketika dikaitkan dengan kasus Mimi saya jadi kurang suka. Terlalu mainstream.


Sabtu, 02 Desember 2017

,
Judul Buku: Out of Love
Penulis: Adelia Azfar
Penerbit: Roro Raya Sejahtera (Imprint Twigora)
Terbit: 2017
Editor: Yuliono
Proofreader: Tharien Indri
Designer Sampul: Levina Lesmana
Penata Letak: Gita Mariana
Tebal Buku: 300 hlmn; 14 x 20 cm
ISBN: 978-602-60748-3-6
Rating: ***

LIAN

Setelah resmi bercerai, kecil kemungkinan Brillian Gunawan akan jatuh cinta lagi. Tapi Tharin membuatnya mungkin - meskipun cinta mereka masih harus dirahasiakan. Bagaimanapun, hubungan antara atasan dan karyawan hanya akan jadi bahan omongan yang tidak nyaman di kantor mereka.

THARIN

Cinta memang melemahkan akal sehat dan Lian adalah bukti hidupnya. Meskipun sudah sama-sama sepakat, keduanya bukan lagi atasan dan bawahan di luar jam kantor, Lian masih saja meneruskan sikap galak dan bossy-nya. Namun, ketika Tharin ingin putus, Lian melakukan sesuatu yang membuatnya merasa harus memaafkannya.

ANDREW

Dia menyukai makhluk indah bernama perempuan. Banyak perempuan. Hebatnya, perempuan juga menyukai dirinya meskipun jelas-jelas tahu risiko patah hati yang akan ia sebabkan.
Tharin jelas bukan sosok yang istmewa bagi seorang Andrew, tetapi perasaannya tak bilang begitu. Perasaannya bahkan bergeming meskipun dia tahu Tharin sudah ada yang punya....

OUT OF LOVE

Ini adalah tentang dia yang ingin lepas dari orang yang masih mencintainya. Tentang dia yang mencintai kekasih seseorang. Juga tentang dia yang tak tahan melihat yang dicintainya mulai mencintai orang lain.
Pertanyaannya: siapa di antara mereka yang akan paling terluka?

****

Buku ini menceritakan kehidupan Tharin yang bekerja di divisi penjualan salah satu perusahaan dengan manajer yang terkenal galak dan tegas. Tapi, di dalam lingkup perusahaan, Pak Lian memang atasan Tharin. Di luar, mereka adalah sepasang kekasih. Hanya saja, Sikap Lian saat ada di kantor dengan di luar kantor kurang lebih sama saja. Bossy dan suka menyuruh-nyuruh. Belum kegalakannya, Tharin jadi lebih banyak tertekan daripada bahagianya. Apalagi Dua tahun bertahan, Tharin memilih menyerah. Ia ingin putus saja. Tapi, Tharin takut jika ia memutuskan hubungannya dengan Lian, ia akan dipecat. Beruntung, ia bertemu Andrew. Pria asing yang sepertinya baik hati tapi juga amat berpengalaman dalam hal perpisahan dan putus cinta. Untuk itulah ia meminta bantuan Andrew.

****

Novel ini mengangkat tema office romance. Memang, pacaran dengan orang satu kantor itu terkadang serba salah. Apalagi kalau sama bos. Tekanan gosip pasti tak tertahankan apabila hubungan itu tersebar. Berbeda dengan Tharin meski mereka menutup rapat hubungannya dengan Lian, ia tetap saja tertekan. Dan, jujur saja, saya nggak suka banget sama karakter Lian. Sumpah, ketika mereka di kantor Lian benar-benar memancarkan aura asing dan menyeramkan meski di hadapan pacarnya sendiri. Saya lebih suka Andrew yang sedikit lebih terbuka dan easy going.

Di awal, jujur saya merasa bukunya agak miris, tapi di pertengahan ketika Andrew muncul atmosfer yang ada langsung berubah menyenangkan. Saya selalu suka interaksi Tharin dan Andrew juga sedikit sarkasme Andrew. Sikap to the point tapi benernya juga menyenangkan. Diakui, saya turut kesal dan merasakan kepedihan yang Tharin rasakan.

Namun, endingnya saya nggak suka. Tapi, penulis berhasil menyampaikan pesannya dengan baik. Bahwa dalam kondisi apa pun, masalah sekecil apa pun, komunikasi adalah jalan terbaik dalam menyelesaikannya. Komunikasi itu penting dalam menjaga hubungan kita dengan orang lain agar tetap harmonis.

Sabtu, 18 November 2017

,
Judul Buku: Tentang Kamu
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika Penerbit
Cetakan I: Oktober 2016
Editor: Triana Rahmawati
Cover: Resoluzy
Lay out: Alfian
Tebal Buku: vi+ 524 hal. ; 13.5x29.5 cm
Rating: ***

Terima kasih untuk kesempatan mengenalmu, itu adalah salah satu anugerah terbesat hidupku. Cinta memang tidak perlu ditemukan, cintalah yang akan menemukan kita.

Terima kasih. Nasihat lama itu benar sekali, aku tidak akan menangis karena sesuatu telah berakhir, tapi aku akan tersenyum karena sesuatu itu pernah terjadi.

Masa lalu. Rasa sakit. Masa depan. Mimpi-mimpi. Semua akan berlalu, seperti sungai yang mengalir. Maka biarlah hidupku mengalir seperti sungai kehidupan.

****

Zaman Zulkarnaen adalah orang Indonsia yang bekerja di salah satu firma hukum terkenal di Inggris. Firma hukum tersebut mengurus tentang harta warisan dan perwaliannya. Di suatu pagi, Zaman yang masih tertidur lelap tiba-tiba mendapat panggilan dari kantor yang mengharuskannya tiba di sana secepat mungkin.

Atasannya ingin bertemu untuk mendiskusikan hal yang sangat penting. Dan memang sangat penting. Firma hukum mereka mendapat tugas untuk mengurus harta warisan dalam jumlah yang sangat besar milik seseorang yang baru saja meninggal dunia di panti jompo Paris, Perancis. Namanya Sri Ningsih, wanita asal Indonesia. Dan, karena Zaman adalah orang Indonesia juga, maka ia ditugaskan untuk mengurus harta warisan Sri Ningsih secara adil sebelum harta tersebut diperebutkan dan jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggungjawab. Mengherankan dan mengesankan, seseorang yang tinggal di panti jompo justru memiliki harta kekayaan yang amat besar.

Akhirnya, Zaman pun berangkat ke Paris untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan lengkap tentang Sri Ningsih dan siapa kira-kira yang akan menjadi pewarisnya. Namun sayang, tidak banyak informasi yang bisa didapatkan. Pengurus panti hanya punya buku harian milik Sri Ningsih yang nyaris tidak menjelaskan darimana asal-usul wanita itu dan siapa keluarga yang berhak atas harta warisannya. Petunjuk Zaman nyaris nol, bagaimana harta dalam jumlah besar itu dapat bertemu pemilik sah yang sesungguhnya?

****

Bahagia banget. Akhirnya punya kesempatan juga untuk baca buku ini. Jujur saya merasa agak bersalah karena buku ini sudah sampai di tangan setahun lalu, dikirim oleh penerbit, tapi bacanya baru sekarang. Tiba-tiba pindah domisili dan nggak bisa langsung memboyong buku-buku yang jadi peer dan belum dibaca jadi alasannya.

Awalnya, saya kira buku ini akan amat kental dengan kisah romansa seperti dalam buku Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah. Jujur saya udah menantikan kisah cinta yang unik dan menyentuh yang memang selalu ada dalam setiap karya Tere Liye. Ternyata tidak, buku ini lebih kental ke arah petualangan. Tapi, karena saya udah baca Negeri di Ujung Tanduk dan Pulang yang juga punya arah yang sama, jadi nggak ragu-ragu untuk berekspektasi tinggi. 

Ternyata, lagi-lagi Tere Liye memberikan hal baru. Pulau Bungin. Salah satu pulau terpadat di dunia menjadi setting awal petualangan Zaman Zulkarnaen. Dan, setting ini belum pernah saya dapatkan dalam buku-buku lain yang sudah saya baca. Pada titik ini, saya merasa bahwa Tere Liye memang senantiasa menampilkan sedikit bagian dari kearifa lokal Indonesia. Dari pemilihan setting yang tidak mainstream.

Alur maju mundur yang ada menyuguhkan kisah hidup Sri Ningsih yang tertuang dalam cerita-cerita orang yang mengenalnya. Kisah hidup yang memilukan namun sarat perjuangan dan pengorbanan.

Setelah dari Pulau Bungin, kita diajak melihat kisah hidup Sri Ningsih yang dapat dikatakan sedikit merasakan kebahagiaan di madrasah bersama teman-temannya khususnya sahabatnya. Di bagia ini saya bertanya-tanya apakah ketika meletusnya PKI di Indonesia, apa kejadian di madrasah tempat Sri Ningsih bersekolah memang benar-benar pernah terjadi dulu, karena kengeriannya amat nyata.

Kemudian kita di ajak menelusuri hidup Sri Ningsih di Jakarta hingga ia berangkat ke London. Hanya saja, untuk karya Tere Liye yang satu ini, saya menemukan banyak typo, kalimat rancu dan kesalahan penulisan. Memang, tidak sampai pada tahap bertaburan tapi, untuk penuli sekelas Tere Liye, saya rasa kesalahan umum seperti ini harusnya udah nggak akan ditemukan lagi. Kalaupun ditemukan, mungkin satu dua tiga aja. Tapi ini tergolong lumayan banyak. Dibanding penulis lain yang masih newbie mungkin kalah banyak tapi ya karena ini Tere Liye jadinya terasa banyak.

Namun demikian, seperti pada buku lain yang selalu ada kejutan, buku ini punya dua kejutan buat saya dan saya suka sekali bagaimana cara penulis meramu cerita sehingga "sang hantu" dalam buku ini sejenak terlupakan.

Senin, 30 Oktober 2017

,
Judul Buku: Glaze - Galeri Patah Hati Kara & Kalle
Penulis: Windry Ramadhina
Penerbit: Roro Raya Sejahtera
Editor: Gita Romadhona
Proofreader: Tharien Indri
Desainer Sampul: Dwi Anissa Anindhika
Ilustrasi Isi: Windry Ramadhina
Penata Letak: Gita Mariana
Terbit: Januari 2017
Tebal Buku: iv + 396 hlmn; 14 x 20 cm
ISBN: 978-602-60748-2-9
Rating: ****

Seperti glasir di permukaan keramik, aku merasakanmu sepanjang waktu.
Mataku tak lelah menatapmu, diam-diam mengabadikan senyumanmu di benakku.
Telingaku mengenali musik dalam tawamu, membuatku selalu rindu mendengar cerita-ceritamu.
Bahkan ketika kita berjauhan, aku selalu bisa membayangkanmu duduk bersisian denganku.

Seperti glasir di permukaan keramik, kepergianmu kini membungkusku dalam kelabu.
Ruang di pelukanku terasa kosong tanpa dirimu.
Dadaku selalu sesak karena tumpukan kesedihan mengenang cintamu.
Bahkan ketika aku ingin melupakanmu, bayangmu datang untuk mengingatkan betapa besar kehilanganku.

Aku menyesal telah membuatmu terluka, tapi apa dayaku?
Aku yang dulu begitu bodoh dan naif, terlambat menyadari kalau kau adalah definisi bahagiaku.

****

Kara sangat kehilangan. Eliot kekasihnya, harus meninggalkannya. Setelah dua tahun bersama, pria yang amat disayanginya itu pergi. Kematian Eliot membuat Kara berantakan. Dunia di sekelilingnya tetap berputar, tapi dirinya seolah jalan di tempat pada pusaran kehilangan.

Berbeda dengan Kara, Kalle (dibaca Kay), kakak Eliot, justru tidak merasakan kesedihan yang sama. Kematian Eliot justru membuatnya merasa lega. Bebannya berkurang, walau memang ia merasakan ada lubang yang tertinggal. Tapi, kelegaan itu tidak berlangsung lama. Ternyata, meski sudah meninggal, Eliot masih tetap membuatnya repot. Adiknya itu punya pesan terakhir. Tepatnya, permintaan terakhir. Dan permintaan itu adalah untuk menjaga Kara.

"Kalle, tolong jaga dia untukku. Kalau bersamamu, dia pasti baik-baik saja - hlmn 49"

****

Buku ini dibuka dengan adegan kesedihan. Pemakaman Eliot. Eliot meninggal di meja operasi, tempat yang diharapkan akan memberinya kesempatan untuk hidup lebih lama. Sayang, harapan itu tidak terwujud.
Kesedihan membungkus buku ini di awal-awal cerita, apalagi bagi Kara. Kekasih Eliot yang berantakan itu tambah jadi berantakan pasca ditinggal Eliot. Awalnya, Kalle tidak berniat menggubris dan menganggap serius permitaan Eliot. Kekasih Eliot bukan urusannya, ia tidak perlu ambil pusing. Tapi, entah bagaimana caranya, pertemuan pertamanya dengan Kara justru membuatnya tak bisa tidak peduli dengan wanita itu. Disinilah, interaksi antara Kara dan Kalle dimulai.

Kara yang ceroboh dan berantakan bertemu Kalle yang rapi dan terorganisir. Dalam hal ini, penulisan yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama, berganti-gantian antara Kara dan Kalle. Dan, saya suka banget. Tanpa perlu berpikir, kita dapat membedakan siapa yang bercerita. Apakah Kara, atau Kalle. 

Gaya bercerita Kara sangat sesuai dengan karakternya yang berantakan. Ia banyak menggunakan kata dan, kata lalu dan beberapa kata lain untuk menyambung suatu kalimat. Benar-benar khas, jadi ciri tersendiri, dan menegaskan bahwa Kara bukan orang yang terencana. Sementara Kalle, gaya berceritanya pas, runut, teratur, seperti orangnya. Sikap dan pemikirannya yang idealis dan mengedepankan logika dan bukti nyata menampakkan sisi pebisnis yang memang dimiliki karakternya. Bagian ini jadi poin + banget buat buku ini.


Untuk setting, buku ini menggunakan lokasi beberapa kota di Indonsia, tapi karena penulisannya menggunakan EYD, baku, jadinya terasa seperti membaca buku terjemahan. Tapi, itu nggak mengganggu. Justru membuat  bukunya makin asyik untuk dibaca.

Selanjutnya, di awal bukunya memang berduka. Tapi, memasuki pertengahan sejak Kara dan Kalle bertemu, bukunya mulai berwarna. Interaksi Kara dan Kalle yang terasa seperti potongan adegan dalam film romantis yang inginnya selalu diulang membuat bukunya teramat nyaman dan menyenagkan. Walau memang, alur buku ini tergolong lambat. Pada beberapa tempat, buku ini cukup tertebak, tapi beberapa lainnya tidak. Kisah dalam buku ini cukup sederhana, tapi karena dikemas dengan sangat baik dan segar, meski konfliknya nggak terlalu berat, saya menikmati banget bacanya. Rasanya akan seru kalau buku ini diangkat ke layar lebar 😸

Penyelesaian buku ini sederhana, endingnya tidak rumit, tapi tidak perlu urusan yang berbelit untuk urusan menemukan kebahahiaan. 

Jumat, 27 Oktober 2017

,
Judul Buku: A Very Yuppy Wedding
Penulis: Ika Natassa
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Desain Cover: Ika Natassa
Editor: Rosi L. Simamora
Terbit: 2007
Tebal Buku: 288 hlmn; 20 cm
ISBN: 978-979-22-8798-1
Rating: 💙💙💙

It feels like it's my Blackberry who's engaged with his Blackberry. Kalau kesibukan kami tetap seperti ini setelah menikah, bisa dipastikan we'll be having technological intercourse a lot more than sexual intercourse.

Andra in A Very Yuppy Wedding

INGREDIENTS:

The life of a bussines banker is 24/7, dan bagi Andrea, bankir muda yang tengah meniti karier di salah satu bank terbesar di Indonesia, rasanya ada 8 hari dalam seminggu. Power lunch, designer suit, golf di Bintan, dinner dengan nasabah, kunjungan ke proyek debitur, sampai tumpukan analisis feasibility calon nasabah, she eats them all. Namun di usianya yang menginjak 29 tahun, Andrea mungkin harus mengubah prioritasnya, karena sekarang ada Adjie, the most eligible bachelor in banking yang akan menikahinya. So, she could be smiling, right?

Tidak di saat ia harus memilih antara jabatan baru dan pernikahan, menghadapi wedding planner yang demanding, calon mertua yang perfeksionis, target bank yang mencekik, dan ancaman denda 500 juta jika ia melanggar kontrak kerjanya. Dan tidak ada yang bisa memaksanya tersenyum di saat ia mulai mempertanyakan apakah semua pengorbanan karier yang telah ia berikan untuk Adjie tidak sia-sia, ketika ia menghadapi kenyataan bahwa tunangan sempurnanya mungkin berselingkuh dengan rekan kerjanya sendiri.

****

Andrea dan Adjie adalah dua orang bankir yang bekerja di instansi yang sama. Peraturan perusahaan tempat mereka bekerja melarang adanya hubungan khusus antara sesama karyawan. Namun, cinta memang sulit ditebak. Keduanya saling jatuh cinta dan memilih backstreet, menyembunyikan hubungan mereka dan main kucing-kucingan dengan sang bos. Hubungan ini hanya diketahui Firman dan Tania, sahabat kental mereka.

Dikarenakan desakan orangtua dan juga keinginan untuk hidup bersama, Andrea dan Adjie pun bersepakat bahwa salah satu di antara keduanya akan mengundurkan diri dari perusahaan dan mencari pekerjaan baru agar mereka bisa segera menikah. Namun, masalah besar justru muncul di hari-hari menjelang pernikahan mereka.

****

Kalau nggak salah ingat, novel ini adalah novel debut Ika Natassa dan saya suka banget dengan materi yang diangkat. Larangan berpacaran antara sesama karyawan memang sampai sekarang masih berlaku. Larangan yang didasari oleh kewaspadaan akan fraud ini plus melindungi kualitas profesionalisme dalam pekerjaan ini berlaku baik di instansi swasta maupun negeri. Dan, ini berdasarkan pengalaman dan apa yang terjadi di sekitar saya seringkali jadi dilema. Karena, dalam dunia kerja, cinlok hampir nggak bisa dihindari. Dan ini terjadi pada Adjie dan Andrea.

Di awal-awal, buku ini masih bercerita tentang masa pacaran Adjie dan Andrea yang nyaris nggak pernah luput dari ketahuan bos. Di pertengahan baru mulai ada konflik-konflik kecil. Jujur saja, pada beberapa bagian saya agak bosan. Karena, kalau nggak salah ingat dan sebut, buku ini adalah debut Ika Natassa dan menurut saya jauh dari buku-bukunya yang sekarang, terutama Critical Eleven. Buku ini memuat lebih banyak dialog antata tokoh dibanding diksi. Dan mungkin karena setiap baca bukunya Mbak Ika, selain konflik, diksi yang indah dan beberapa penjelasan yang akan bisa jadi referensi menarik buatku adalah yang paling aku nantikan.

Untuk karakter, aku menyadari banget kalau Ika Natassa menggunakan sebagian besar dirinya dalam tokoh Andrea. Mulai dari profesi dan pekerjaannya hingga hobi. Tapi, nggak bisa dibilang aneh karena memang pada dasarnya penulis selalu punya role model dalam setiap karakternya. Bahkan, bisa jadi itu dirinya sendiri.

Walau agak bosan di awal dan pertengahan, saat udah masuk konflik utama, sumpah saya baper banget. Nggak akan malu bilang kalau saya nangis haha. Saya benar-benar bisa merasakan kegalauan yang dialami Andrea menjelang hari pernikahannya. Jadi saya nggak akan ngulas banyak-banyak karena jujur selain lagi ngeblank saya akan bilang kalau bukunya nggak mengecewakan.

Selasa, 10 Oktober 2017

,
Judul Buku: L' amore di Romeo
Penulis: Cassandra Massardi & Silvarani
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cover Designer: Marcel A.W.
Photos By: Frans Hambali / Maxima Pictures
Terbit: 2015
Tebal Buku: 256 hlmn.; 20 cm
ISBN: 978-602-03-1813-4
Rating: 💖💖💖

Cinta abadi tak hanya ada di Roma!
Untuk sementara, biarlah Carrie beranggapan begitu. Jadi sekarang, mari lupakan kesedihan dan siap melangkah ke depan!
Carrie pun berkenalan dengan kota baru yang siap mengobati luka hatinya, siap memperkenalkan cinta baru untuknya.
Nama kota kecil itu adalah Verona....
Di tempat yang menjadi saksi kekuatan cinta abadi Romeo dan Juliet itu, Carrie berharap Verona memberinya kesempatan untuk merasakan cinta. 
L' amore di Romeo - cinta seorang Romeo....
Semoga Verona tak mengecewakannya.
Semog ia bisa mengobati luka hati Carrie.
Dan mempertemukan Carrie dengan Romeo-nya....

****

Setelah pernikahan dan kematian Alexa, Carrie yang walau masih cinta Demas memutuskan untuk melupakan laki-laki itu. Bertahun mereka putus komunikasi, Carrie yang masih magang di salah satu agen travel kembali ketiban durian runtuh. Salah satu seniornya yang akan menjadi guide ke Verona tidak bisa turut serta jadi Carrie secara khusus diminta untuk menggantikan.

Dalam kondisi masih gagal move on, Carrie menjelajahi kota Verona bersama para anggota tour dan Stela, guide yang memang juga sudah dipersiapkan di sana. Carrie yang hatinya masih dihuni seseorang dari masa lalu pun tak henti terkagum-kagum dengan kota kecil itu, kota yang mengabadikan kisah cinta Romeo-Juliet di berbagai tempat. Kamar Juliet tempat ia biasa sembunyi-sembunyi menyambut dan memadu kasih, makam Juliet yang begitu terasa kemuramannya, dan lain-lain. Sayang, di kota romantis itu, Carrie belum juga punya pasangan.

Namun, secara tak terduga, sosok bayangan masa lalu itu kembali. Carrie secara tak sengaja menangkap sosok Demas di lobi hotel tempatnya menginap. Namun, ketika sebuah pertemuan yang dinanti-nanti datang, yang muncul bukan Demas, melainkan Paul, pria yang dulu pernah bertemu dengan Carrie di pesta pernikahan Demas dan Alexa.

****

Setelah ending buku pertamanya yang mendayu-dayu, buku ini hadir dangan atmosfer yangbkembali ceria. Seperti biasa, Carrie yang berisik selalu bisa menghangatkan suasana. Prolognya bikin bertanya-tanya sih di awal dan bikin saya agak pesimis kalau bukunya bakal lebih sedih dibanding L'eternita di Roma. Tapi, dugaan saya salah. Menjadi tipe pembaca yang positif thinking dan nggak langsung tutup buku walau openingnya kurang disuka memang menyenangkan.

Dan... Tidak diduga, buku ini lebih bikin baper dibanding buku pertama. Perjalanan Demas dan Carrie memang menyenagkan dan romantis, tapi, buku ini lebih dari itu. Romantis, hangat walau setting ceritanya musim dingin, menyenangkan dan yang tetap bikin pembaca sangat menikmati. Detail tempat liburan di Verona yang dijelaskan secara apik, foro-foto yang diikusertakan bikin saya bisa membayangkan bagaimana suasana kora itu. Belum, tambahan beberapa dialog dan puisi dalam kisah cinta putri Capulet itu. Sebenarnya, saya nggak terlalu suka dengan kisah cinta Romeo dan Juliet karena endingnya saya nggak suka. Walau seperti kata Paul, ending cerita itu dikatakan happy atau sad sebenarnya bergantung dari sudut pandang pembacanya. Tapi, mengingat bagaimana cerita itu mendunua juga diksi dan puisinya yang indah indah, saya jadi kesengsem dan pengin baca versi sastra Inggrisnya juga.

Untuk karakter, saya suka banget dengan Paul. Dia terasa 'amat laki-laki', agak mellow sedikit kalau sudah berhubungan dengan keluarganya, tapi nggak semellow Demas dalam hal cinta. Paul terasa agak pesimis dengan cinta, tapi bagi saya itu realistis, dan saya suka. Poin tambahannya, dia penulis. Dan, caranya saat membicarakan sesuatu sedalam cinta bikin hati berbunga. Bukan karena dia gombal, tapi memang quoteable banget.

Namun, sayang, dari banyak hal yang saya suka di atas, saya hanya bisa kasih tiga love
 Kenapa? Endingnya nggak sesuai hati saya, kurang suka.
,

Sebuah proyek dengan imbalan menggiurkan - kenaikan gaji sebesar dua kali lipat dari gaji sebelumnya. Amora, wartawan infotainment yang memang terkenal dengang kepiawayannya mengorek berita langsung menerima tantangan dari bosnya: Ardian, aktor tampan yang berbakat dan populer dengan segudang prestasinya. Kehidupan pribadinya yang digembok kuat-kuat membuat laki-laki itu selalu tampak sempurna dalam hal apa saja. Denga percaya diri, Amora memulai investigasinya. Akan tetapi, hal itu ternyata tidak mudah. Kemunculan skandal pertama Ardian secara tiba-tiba dan sama sekali di luar dugaan Amora justru menghambat perjalanan misinya.

Bagaimana perjalanan Amora selanjutnya? Berhasilkah ia menguak diri Ardian yang sebenarnya? Atau justru ia akan memilih untuk menyerah saja?

****

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat sore, seneng banget rasanya hari ini. Ada kabar gembira yang amat menyenangkan dan membuat hati berbunga-bunga. Siang ini, ada satu e-mail yang masuk ke ponsel gue, dan itu adalah email yang udah sejak lama gue tunggu-tunggu.

Yap! Alhamdulillah, Segala Puji Bagi Allah Tuhan Semesta Alam, penantian gue yang udah berlangsung selama berbulan-bulan mendapatkan ujung pertamanya. Setelah hampir sepuluh bulan, naskah yang gue kirim ke penerbit Bhuana Ilmu Populer pun ketemu tanggal rilis di Scoop. Betapa bahagianyaaa....

Latar Belakang Novel Paparazzi

Naskah novel yang gue kirim ini judulnya Paparazzi. Gue mau cerita sedikit. Jadi, sebenernya novel ini awalnya diberi judul Paparazzi and I dan merupakan naskah yang gue tulis sekitar tahun 2014. Naskah ini proses penulisannya tergolong cepat. Dua minggu selesai, dua minggu diedit. Iya, sebulan doang. Soalnya kemaren itu gue ikutsertakan dalam lomba Bulan Narasi milik nulisbuku, dimana pesertanya ditantang untuk menulis novel dalam waktu satu bulan. Tapi, sayang, nggak menang.

Sekitar dua tahun novel ini megendap di laptop dengan jatah tengok yang amat jarang. Iya, ketika peserta lain yang nggak menang lomba memutuskan untuk menerbitkan novelnya secara indie, gue memutuskan untuk mengendapkannya. Gue pikir, nanti gue bakal tetep terbitin, tapi nanti, edit dulu. Tapi, kesibukan semester akhir dan disambung dengan pekerjaan bikin gue jadi nyaris nggak ngedit. Diedit sih tapi ya kadang cuma benerin typo. Sekitar setahun diendapkan, gue meniatkan untuk ngirim naskahnya ke penerbit. Gue belum PD untuk terbit indie kayak temen-temen gue. Harus dari penerbit, supaya seenggaknya ada yang nilai, novelnya emang udah layak terbit atau belum. Waktu itu, gue mempersiapkan sekitar 4 naskah yang sama namun dengan pengaturan yang berbeda. Rencana awal, mau dikirim ke PT. Elexmdia Komputindo, kalau nggak lolos ke PT. Bentang Pustaka, Stiletto, dan Divapress. Tapi, keberanian belum ada. Nggak pede. Padahal dulu gue masih aktif banget di Wattpad dan pembaca bisa dibilang lumayan, pmus cerita gue disuka. But, pandangan pembaca dan penerbit pasti variabel penilaiannya berbeda. 

Dua tahun kemudian, barulah hati gue bener-bener mendesak bahwa naskah ini harus gue kirim. Diterima atau nggak itu urusan belakangan, yang penting kirim dulu. Salah satu motivasi gue adalah kemunculan generasi Wattpad Writer yang bener-bener emang lagi booming bahkan sampai sekarang. Beberapa dari mereka bahkan ada yang masih murid SMA. Gue, yang waktu itu udah setahunan diwisuda sarjana jadi malu. Kapan gue berkarya? Gue iri. Kok anak SMA bisa, gue yang udah togaan nggak bisa? Tapi iri dalam melakukan hal positif nggak apa-apa, kan?

Akhirnya gue buka-buka lagi web beberapa penerbit dan lihat persyaratan naskahnya. Disitulah gue ketemu Bhuana Ilmu Populer. Sebenarnya, gue nggak terlalu familier dengan buku-buku BIP. Karena setahu gue, BIP itu penerbit buku anak. Tapi, pas baca persyaratannya yang tergolong mudah apalagi untuk yang tinggal di luar Jabodetabek seperti gue, gue memutuskan untuk mengirim naskahnya ke BIP. 

Gue ngirim naskahnya sekitar September dan dikabari bulan November. Bahwa BIP bersedia menerbitkan buku gue tapi dalam bentuk digital. Sejujurnya, gue mau buku cetak. Tapi, setelah dipikir-pikir, ini rezeki. Bisa jadi emang menurut Tuhan langkah awal yang bisa gue tempuh sebagai penulis adalah dengan menerbitkan buku secara digital terlebih dulu. Jadi, dengan meminta restu orangtua, gue menerima tawaran BIP.

Lika-Liku Paparazzi

Menerbitkan buku itu nggak mudah. Mulai dari pengajuan naskah hingga akhirnya rilis. Begitu pun dengan penerbitan buku Paparazzi ini. Sebagai seseorang yang belum pernah menerbitkan buku sama sekali dan berkomunikasi dengan penerbit dalam hal penerbitan, gue was-was. Takut naskahnya gagal terbit. Setelah kontrak ditandatangani, gue cuma diminta menunggu sementara naskah dalam proses pembuatan cover dan layout. Berbulan-bulan menunggu, tidak ada kabar. Padahal, penandatanganan kontrak sudah selesai sejak Februari 2017. Tapi, sampai April-Mei-Lebaran-Juli, naskah gue statusnya masih sama. Nunggu layout... Makin khawatir. Jadi, hampir tiap jeda sebulan, gue email editornya, Mbak Denti Rahayu, nanyain kabar naskahnya. Tapi, beberapa email nggak dibalas, sisanya dijawab dengan jawaban yang sama; menunggu. Untuk itu, gue dalam tulisn ini juga khusus mau berterimakasih kepada BIP dan Mbak Denti atas kesabarannya mnghadapi penulis seperti saya 🙏

Nggak ada yang bisa dimintai pendapat, gue nanya ke Mbak Marlina Lin, penlis Urgent Wedding terbitan Grasindo. Alhamdulillah, mbaknya welcome dengan pertanyaan gue dan mau membantu memberikan solusi. Oh iya, gue juga mau berterimakasih sama temen dan adek gue, Julia Rahmawati yang dulu udah membantu gue bikin cover Paparazzi and I saat diikutsertakan dalam lomba. Walau berganti judul dan cover, kontribusi dan motivasinya besar banget dalam novel ini. Terima kasih juga kepada Roni Ramdhani, first reader buku ini dan orang pertama pula yang memberikan saran sehingga novel yang awalnya memakan 300 lebih halaman kertas A4 ini bisa dipangkas sedikit. 

Mengikuti saran Mbak Ina, gue nanyain lagi ke Mbak Denti. Tapi, hasilnya sama. Akhirnya, gue memutuskan untuk menyerahkan sepenuhnya ke penerbir. Karena, kalau sudah rilis, pasti dikabari. Alhamdulillah, proses selanjutnya udah nggak terlalu lama. 

Mau Baca Buku Paparazzi?

Oke, ini heading 3-nya kepedean haha tapi, kalau-kalau ada yang mau baca buku Paparazzi, bukunya sekarang sudah rilis dan sudah bisa dibeli di Scoop. Caranya,

1. Download dan Install aplikasi Scoop di Playstore
2. Daftar atau buat akun bagi yang belum punya, atau login bagi yang udah punya akun.
3. Ketik Elsita F atau Paparazzi di kolom pencarian
4. Tekan tombol beli
5. Buat yang pakai Scoop premium, sepertinya bukunya sudah bisa dibaca juga.

So, this is all the happines I want to share with you guys. May Allah bless me and you, always. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jumat, 06 Oktober 2017

,
Judul Buku: Love in Somalia
Penulis: Faqih bin Yusuf
Penerbit: PT. Grasindo
Editor: Anin Patrajuangga
Penata Isi: Igoen
Desain Cover: Innerchild
Terbit: 2013
ISBN: 978-979-081-964-1
Rating: 💛💛💛💛

Somalia benar-benar negeri yang terperangkap.... Terjerat dalam bencah darah dan air mata. Tersisih dari liputan berita dan beragam media. Lambat laun mereka kian terasing dan terlupa. Dunia separuh neraka itu tidak menyurutkan tekat Ashraf, alumnus Sudan dan Australia. Berbekal modal orang tuanya, Ashraf melompat ke tengah-tengah derai air mata, dari ujung Sumatera menuju Tanduk Afrika, Somalia. Berkelana dalam gulungan debu dan desing peluru. Abai pada gunung emas dan sensual hidup yang semu.

Akankah Zamerah dapat lolos dengan selamat? Dapatkah mereka keluar dari Mogadishu, kota paling berbahaya di dunia itu dengan selamat? Siapakah Meutia, otak dibalik senarai target yang bakal ditempuh? Bagaimana kehidupan Ashraf, Zamerah dan Meutia selanjutnya? 

Ikuti petualangan mereka dengan sentuhan cinta Islami. Kenali ranah Somalia dengan mata telanjang. Temukan makna kesyukuran, kesetiaan, ringan tangan, perjuangan, pengabdian, dan penantian cinta. Kita tak dapat mengubah masa lalu, namun kita bersinergi menciptakan masa depan yang baru, yang lebih baik, yang mengacu pada kedamaian dalam naungan Tuhan yang satu.

"Seharusnya menjadi titik balik bagi jiwa-jiwa yang ingin merasakan kembali bahagia dalam segala kesukaran, cinta dalam ancaman kematian, berani dalam jeratan ketakutan dan kemarahan. Novel ini mengantarkan Somalia dekat dengan kita, sedekat helaan napas panjang kita yang seharusnya belajar untuk peduli kepada sesama. Mengagumkan!"
__(R.H. Fitriadi, Penulis Novel Palestina "The Gate of Heaven")

" Love in Somalia melempar Anda ke suatu lingkar suaka kekerasan dan tempat yang Anda tidak ingin bermimpi berada disana, lalu menjelaja Somalia, teritori yang belum pernah dipetakan dalam literatur cerita kontemporer kita."
__Reza Idriah, Penyair Aceh, Dosen IAIN Ar Raniry)

****

Ashraf adalah seorang pemuda Aceh yang berkcukupan. Setelah menyelesaikan studi di Australia, Ashraf memutuskan untuk menjadi relawan, dan Somalia menjadi pilihan tujuannya. Otangtua Ashraf sempat tidak setuju, karena bagaiamanpun negeri itu adalah tempat yang berbahaya. Banyak korban berjatuhan disana baik oleh ganasnya kemiskinan dan kelaparan, tapi juga oleh kekerasan. Tapi, ketika Allah sudah berkehendak, apapun bisa terjadi. Ashraf berhasil meyakinkan kedua orangtuanya dan mengubah pendirian mereka. 

Selama di Somalia, banyak hal terjadi. Dan, sebagian besar tidak ada yang menyenangkan. Menatap wajah-wajah hitam terpanggang matahari, bibir-bibir kering yang kehausan, mayat-mayat yang bergelimpangan kalah oleh kelaparan dan kesengsaraan betul-betul mengiris hati Ashraf. Dibandingkan dengan hidupnya di Indonesia yang serba berkecukupan, di Somalia bahkan setetes air pun untuk menghilangkan dahaga nyaris tidak ada. Mengerikannya, negeri ini seolah tidak ada. Sedikit sekali media massa mengangkat Spmalia sebagai isu nyata krisis kemanusiaan. Untuk itu, Ashraf memutuskan tinggal.

Dua tahun berkelana di Somalia, Ashraf dipanggil pulang. Mau tak mau, ia kembali ke Indonesia. Namun, belum lama ia sampai, kabar mengejutkan tiba. Zamerah, salah satu dokter relawan yang berasal dari Turki diculik oleh perompak dan mereka meminta uang tebusan. Uang tebusan bisa jadi hal mudah bagi pemerintah Turki, tapi bagaimana jika penculikan itu memicu konflik senjata? Tidak bisa dibiarkan. Somalia sudah teramat menyedihkan. Tidak perlu lagi ditamba dengan penderitaan lain. Ashraf harus kembali ke Somalia dengan misi baru; menyelamatkan Zamerah untuk mencegah perang.

Kalau dilihat dari alasan Ashraf kembali ke Somalia, sebagai pembaca, saya menemukan sisi romantisme dalam buku ini. Namun, perjalanan yang harus ditempuh Ashraf sama sekali tidak ada romantis-romantisnya. Misi penyelamatan Zamerah itu menguak banyak hal yang membawa Ashraf pada petualangan baru dan kenyataan pahit yang ia sendiri yakin tidak pernah bermimpi akan mengalaminya.

Tentang betapa konflik di Somalia tidak hanya terbatas pada sulitnya air dan makanan. Buku ini menggambarkan bagaiamana Somalia begitu mempihatinkan lebih dari apa yang media sampaikan.

Dengan alur maju mundur, buku ini disusun dengan apik, hanya saja, jujur, saya sama sekali tidak pernah membaca informasi apa-apa tentang Somalia. Yang saya tahu hanya terbatas pada bahwa di Afrika banyak orang-orang yang kelaparan dan membutuhkan pertolongan. Hal yang tentu saja menimbulkan rasa malu.

Love in Somalia mengajak kita untuk menatap ke dalam hati masing-masing dan mempertanyakan nurani sebagai kita sebagai manusia. Tak perlu memiliki keyakinan yang sama untuk bisa membuat kita menaruh prihatin dan ikut bersedih atas apa yang mereka alami. Tak perlu punya warna kulit dan budaya yang sama untuk membuat kita ikut teriris membaca lembar demi lembar penjelasan dan perjalanan Ashraf selama "bertualang" di Tanduk Afrika. Buku ini saya sebut sebagai karya yang mampu mengetuk pintu hati kemanusiaan siapa saja.

Banyak bagian tentang Somalia yang membawa ngilu dan pilu, jaga rasa malu. Dan, banyak juga kisah tentang negeri itu yang membuka mata saya agar tidak selalu mengeluh. Karena disana,  penderitaan mereka amatlah berlipat besarnya.

Namun, ada kekurangan yang saya temukan. Yakni, seperti yang diceritakan dalam kisah Ashraf, berita tentang Somalia yang diedarkan media banyak yang tidak seperti adanya bahkan kadang jauh dari nyata. Begitu pun buku ini, konflik politik yang terjadi serasa kabur. Tidak bisa saya simpulkan betul-betul jadinya jawaban atas pertanyaan "apa yang sebenarnya terjadi di Somalia?". Perang saudara, konflik keagamaan, atau perebutan kekuasaan? Atau lainnya, di samping problem kelaparan yang terjadi disana.

Selanjutnya, dari penulisan terdapat beberapa kalimat yang rancu atau tidak lengkap namun itu tidak mengganggu buat saya karena memang tidak banyak. Penjudulan tiap bab juga menarik, bikin penasaran dan bertanya-tanya. Foto-foto yang diselipkan pun sukses mmmbuat buku ini cocok dikatakan sebagai salah satu bentuk " permintaan tolong" bagi warga Somalia. Kelaparan disana, sungguh nyata.

Sabtu, 23 September 2017

,
Judul Buku: Thank You
Penulis: Adara Kirana
Penerbit: Penerbit Inari
Penyunting: Yooki
Proofreader: Seplia
Desainer Sampul: bebekterbang
Layout Sampul: @fadiaaaa_
Terbit: Juni 2017
Tebal Buku: 210 hlmn ; 19 cm
ISBN: 978-602-60443-9-6
Rating: 4/5

Adelia dan teman-temannya punya sebuah permainan.
Sebuah kaleng bekas diisi berbagai tantangan.
Yang mendapatkan kertas itu harus melaksanakan tantangannya, dan diakhiri dengan ucapan "Terima Kasih".

Tantangan itu sekadar iseng, tapi saat Rafa menantang Adelia untuk curhat dan merekam perasaannya di ponsel Rafa tentang cowok yang ia taksir, Adelia kebingungan.

Yang Rafa tahu, Adelia naksir Askar.
Yang Rafa dan Adelia tahu, Askar naksir cewek lain.
Yang Rafa tidak tahu, Adelia sebenarnya naksir Rafa.

****

Buku ini adalah buku yang menceritakan tentang persahabatan Adelia, Rafa, Askar, Gilang, Hana dan juga Putri yang terjalin erat dan unik oleh sebuah kaleng bernama Thank You. Kaleng tersebut adalah kaleng biskuit biasa yang menyimpan gulungan kertas dare yang isinya harus dilakukan siapa saja yang mengambilnya. Dan, jujur saya akui ide ini amat cemerlang. Sebagaimana yang kita tahu, truth or dare adalah salah satu permainan yang hingga kini digemari oleh remaja atau bahkan orang dewasa dengan tempelan iseng-iseng doang. Tapi, kebanyakan orang yang penakut seperti saya 😹 pasti lebih memilih truth. Dare jadinya kayak formalitas aja. Makanya, di dalam kaleng ini isinya dare semua.

Kedua, penjudulan tiap babnya juga sangat saya sukai. Jadi, setiap bab seolah menceritakan bagian-bagian dalam hidup para tokoh yang paling mereka syukuri. Itu sebabnya, alur novel ini seperti sulit tertebak. Walau memang, ada beberapa bagian yang saya duga akan terjadi, tapi prosesnya itu sama sekali nggak saya kira akan begitu. Begitu gimana? Baca bukunyalah😋

Tapi, sayangnya, bab epilognya saya kurang suka. Namun, tetap harus saya akui bahwa penulis berhasil menyampaikan pesannya dengan baik; bahwa persahabatan adalah hal yang sangat berharga dan harus kita jaga. Oh iya, satu lagi. Pesan lain yang nggak kalah penting adalah tentang "Terima Kasih". Kata ini memang 'murah', mudah diumbar dan bahkan bisa kita temukan di kasir mini market. Tapi, 'harga' yang terkandung di dalamnya adalah tidak terhingga.

Selasa, 19 September 2017

,
Judul Buku: Aldebaran - Loving You Endlessly
Penulis: Malashantii
Penerbit: Gradien Mediatama
Penyunting: fLo
Penyelaras Aksara: Tri Prasetyo
Desain Sampul dan Tata Letak: Ellina Wu, Techno
Terbit: Juli 2017
Tebal Buku: 296 hlmn, 13 x 19 cm
ISBN: 978-602-208-157-9
Rating: 3.8/5

"Lo nggak capek hidup seperti ini terus"?
" Hidup seperti apa"?
"Gonta-ganti perempuan nggak jelas".
"Lo sendiri kapan, bisa menahan diri untuk enggak selalu cepat jatuh cinta, jadi enggak perlu selalu ngerepoti gue tiap kali lo patah hati". Bagi Aldebaran, Siera adalah gadis yang walaupun baik hati dan jago masak, tapi berdada rata, dan tak pernah becus memilih lelaki untuk dikencani. Kebersamaan mereka telah teruji setelah melewati beragam suka-duka dan kehilangan yang meremukkan. Aldebaran nyaris siap melakukan segala hal untuk Siera. Kecuali, saat Siera meminta hatinya.

****

Buku ini adalah buku yang menceritakan kisah cinta antara 2 orang yang sudah bersahabat sejak lama. Walau memang, di awal2 membaca bahkan nyaris di akhir cerita, buku ini lebih condong pada membahas kisah cinta Siera, bukan Al yang karena namanya digunakan sebagai judul, menurut saya adalah tokoh utama.

Kehadiran tokoh-tokoh tambahan seperti Ben dan Reffi sebenarnya hanya tambahan saja. Tapi, mereka memiliki peran yang amat penting dalam buku ini. Ben, hadir sebagai pria brengsek, telah berjasa membuka mata Siera akan betapa kita harus berhati-hati dalam menjatuhkan pilihan, meski cinta memang tidak datang secara terduga. Pun Reffi, ia amat penting bagi Siera. Tapi ia adalah kunci yang membuka mata dan hati Al tentang perasaannya yang sebenarnya. Cuma ya, harus saya akui saya lebih suka Reffi ketimbang Al. Selanjutnya, adik kandung Al yang telah meninggal. Ia hadir hanya dalam ingatan dan kenangan. Tapi, pesan-pesan hidup dan wejangan yang ia sampaikan mengandung kebenaran.

Buku ini adalah buku yang mengajak para pembaca untuk berhati-hati dalam banyak hal terkait urusan cinta. Jangan terburu-buru memutuskan cinta dan jangan pula terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kita tidak cinta.  Jangan lelah untuk bersabar dan terus berusaha, karena jika sesuatu telah digariskan menjadi milik kita, maka pasti akan begitu juga nantinya. Jika ia memang bukan untuk kita, maka hal yang seharusnya kita lakukan adalah rela dan mengikhlaskannya.

Selasa, 05 September 2017

,
Judul Buku: LDR (Long Distance Relationship Series) - L'eternita di Roma
Penulis: Cassandra Massardi & Silvarani
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku: 256 Halaman
Tahun Terbit: 2015
ISBN: 978-602-03-1599-7
Rating: 3/5

Dengan backpack belel, kalung berbandul kompas, dan tongsis, Carrie sangat berani dan percaya diri untuk bertualang seorang diri di kota penuh cinta, Roma. Mulai dari Colosseum, Spanish Steps, Ponte Sant'Angelo, dan tempat-tempat terkenal lainnya, semua ia kunjungi. 
Semua tempat itu penuh cinta. Semua memancarkan energi cinta bahagia untuk turis yang datang. Namun, siapa sangka, di sana Carrie bertemu dengan seseorang yang justru tengah menagih janji kota Roma.
Janji apa?
Janji L'eternita di Roma....
Apakah janji itu benar-benar ada?
Atau hanya mitos yang melegenda?
Tentunya di bawah naungan langit Roma, Carrie akan menemukan jawaban.

****

Carrie adalah seorang penerjemah hobi traveling yang beruntung dapat berangkat liburan ke Roma secara gratis. Seluruh persiapan keberangkatan hingga hari pesawat membawanya meninggalkan tanah air, Carrie benar-benar bersemangat. Ia sudah membayangkan jadwal dan agenda tour yang sudah ia susun matang-matang, juga makan burger langsung di negaranya. Namun, sialnya, belum lama menginjakkan kaki di kota Roma, ia malah kecopetan. Uang hilang dan belum makan, Carrie akhirnya memutuskan untuk beristirahat di Spanish Steps, salah satu tempat terkenal di Roma. Siapa sangka, ia justru bertemu dengan Demas, cowok Indonesia tampan yang sedang patah hati.

Demas yang galau karena diputuskan Alexa entah harus merasa bersyukur atau tidak dipertemukan dengan Carrie, cewek energik dari Indonesia yang seolah tak pernah kehabisan tenaga. Karena rencana jalan-jalannya bersama Alexa berantakan akibat perpisahan tak terduga, Demas pun memutuskan untuk menghabiskan tahun barunya bersama Carrie. Bukan sesuatu yang istimewa, Demas yang sesama dari Indonesia tak pelak kasihan juga Carrie tidak punya tujuan dan uang, sementara Carrie merasa bertanggungjawab atas Demas yang patah hati diputuskan pacar agar jangan sampai bunuh diri. Siapa sangka, pertemanan yang terjalin atas nama rasa saling kebangsaan itu justru mengubah akhir tahun keduanya. Demas ternyata seru, dan Carrie benar-benar teman yang baik bagi orang yang sedang patah hati. 

****

Bukunya bagus, ceritanya pun menyenangkan. Memuat kisah cinta yang sudah lazim diangkat dalam kisah perjalanan saat liburan, tapi harus saya akui kehadiran tokoh Carrie betul-betul memberi warna tersendiri. Sifatnya yang acuh dan fun membuat buku yang dibumbui adegan patah hati dan putus cinta di awal-awal bab membuat bukunya jadi sedikit menggembirakan. Karakter Demas pun saya suka, ternyata meski menye-menye dalam urusan cinta, Demas mahir dijadikan teman yang mengasyikkan.

Untuk latar dan settingnya saya suka. Karena beberapa tempat pernah dijadikan setting dalam buku-buku milik Dan Brown yang sudah pernah saya baca, rasanya seperti nostalgia dan jadinya makin pengin jalan-jalan ke Roma. Penggambaran dan penjelasan setting lokasinya tidak flat dan tidak membosankan kala dibaca. Pun dengan cerita-cerita atau sejarah di balik lokasi-lokasi tersebut. Bukunya jadi nggak cuma menyajikan kisah cinta, tapi juga pengetahuan dan bisa dijadikan referensi traveling.

Hanya saja, anti klimaksnya saya nggak suka. Entah kenapa terasa nggak asyik dan terlalubmainstream. Memang sih, kandasnya hubungan Demas Alexa alasannya masuk akal, tapi tetap tidak menyenangkan. Walau begitu, saya menantikan kisah dalam buku keduanya.

Jumat, 18 Agustus 2017

,

Judul Buku: Mati, Bertahun yang Lalu
Penulis: Seo Tjen Marching
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama: Oktober 2010
Setting oleh: Fitri Yuniar
Vector Image dari: Shutterstock.com
ISBN: 978-979-22-6345-9
Rating: 2/5

"Aku sudah mati bertahun-tahun yang lalu. Namun tak seorang pun telah menguburku, karena mereka belum tahu. Padahal aku sudah mati tidak hanya sekali, tapi dua kali..."
Seorang karyawan klinik bedah plastik tiba-tiba mati di meja kerjanya. Namun energi jiwanya tak padam sehingga ia selalu kembali ke dunia kehidupan. Padahal, ia sendiri sudah lelah untuk terus hidup. Saat berusaha mencari mati yang sesungguhnya, ia dihadapkan pada kenyataan-kenyataan yang mengejutkan dan anehnya "menghidupkan". Apa yang terjadi pada dia sebenarnya?

****

Lewat sinopsis, buku ini menawarkan petualangan seru. Tapi, setelah baca, sayang sekali saya harus mengatakan bahwa nyaris tidak ada yang dapat saya ambil darinya. Memang, untuk gaya penulisan, bukunya keren. Terlihat sekali kecerdasan penulisnya dalam bidang filsafat dan bahasa sastra. Tapi, selain itu, buku ini terbaca hanya seperti tuangan monolog panjang dari seseorang yang amat pesimis dengan kehidupn. Lewat tulisan ini, pembaca seolah 'dipermainkan oleh kata-kata yang nyaris sama tapi memiliki makna berbeda'. Namun, lagi-lagi yang menjadi sama dengan dari setiap teori dan kisah hidup yang ada adalah kepesimisan.

Saya tidak menemui pengulasan tentang bagaimana pekerjaan karyawan klinik bedah plastik, kecuali penjelasan bahwa bos sang tokoh dapat memalsukan banyak hal.

Kemudian, sang tokoh aku disini tidak membahas hidupnya, melainkan hidup orang-orang yang pernah bersinggungan dengannya. Dengan kata lain, tokoh utama dalam buku ini seolah tidak mendapatkan perannya sebagai tokoh melainkan sebagai pencerita. Saya juga tidak menemukan adanya korelasi pembahasan tentang peristiwa Mei Kelabu saat Presiden Soeharto masih memimpin Indonesia dengan kisah yang ada dalam buku ini. Rasanya aneh, ketika membaca buku yang hanya menampilkan lebih banyak 'kebobrokan' yang diakhiri dengan kepesimisan. 

Konsep hidup dan mati memang dijelaskan tidak sesederhana kata hidup dan mati itu sendiri. Tapi, yah itu saja. Sorry to say.

Rabu, 16 Agustus 2017

,
Judul Buku: Go Set A Watchman
Penulis: Harper Lee
Diterjemahkan Dari: Go Set a Watchman
Terbitan: Penguin Random House, 2015
Copyright: © Harper Lee 2015
Hak Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia: Penerbit Qanita
Penerjemah: Berliani Mantili Nugrahani & Esti Budihabsari
Penyunting: Tim Redaksi Qanita
Proofreader: Emi Kusmiati
Desainer Sampul: Glenn O'Neill
Ilustrator Sampul: Getty Images & iStockphoto
Penata Sampul: Dedi Rosadi
Digitalisasi: Ibn' Maxum
Edisi Digital: September 2015
Penerbit: Penerbit Qanita
ISBN: 978-602-1637-88-3
Rating: 4/5

"Go Set a Watchman mempertanyakan beberapa hal penting yang justru disamarkan dalam To Kill a Mockingbird. Menghibur, lucu, tapi lugas dan jujur."
__Ursula K. Le Guin, penulis The Earthsea Cycle

Dua pulih tahun lalu, Jean Louise menyaksikan Atticus, sang Ayah, membela Negro di pengadilan Maycomb County. Kini, Jean Louise menyadari bahwa Maycomb dan sang Ayah ternyata tak seperti yang dia kira selama ini, dan dia pun bukan Scout yang polos lagi.

Go Set a Watchman adalah naskya pertama yang diajukan Harper Lee kepada penerbit sebelum To Kill a Mockingbird, yang memenangi Pulitzer. Setelah 60 tahun dianggap hilang, naskah berharga ini ditemukan pada akhir 2014. Terbitnya Go Set a Watchman disambut animo luar biasa. Buku ini terjual lebih dari 1,1 kopi di minggu pertama, memuncaki daftar bestseller di Amerika selama 5 minggu berturut-turut dalam 1,5 bulan, dan mengalahkan penjualan Harry Potter serta 50 Shades of Grey. Go Set a Watchman, warisan berharga Harper Lee, penulis Amerika paling berpengaruh pada abad ke-20.

****

Buku ini adalah seri kedua dari To Kill a Mockingbird. Menceritakan kisah 20 tahun setelah pembelaan yang diberikan Atticus Finch kepada salah seorang Negro yang dituduh melakukan pemerkosaan terhadap orang kulit putih. Di sini, Jean Louise Finch sudah dewasa, 26 tahun tapi masih susah disuruh menggunakan korset. Tidak banyak perubahan yang terjadi padanya kecuali fisik, ia pun masih memuja dan menempatkan Atticus sebagai teladannya. Sayang, dalam buku ini Jeremy Finch atau Jem, kakak Scout tidak ada lagi kecuali dalam bentuk ingatan masa kecil yang Scout miliki. Saya rasa, dalam kasus ini penulis sengaja "membunuh" Jem supaya Go Set a Watchman dapat memiliki unsur kisah cinta. Dill, teman sepermainan Scout dan Jem yang tinggal di rumah Miss Rachel juga tidak muncul lagi. Nggak masalah sih, karena saya juga tidak mengidolakan Dill dalam buku sebelumnya, tapi kehadiran Henry Clinton sebagai teman masa kecil Scout juga laki-laki yang berniat mempersuntingnya jujur saja agak terasa aneh.

Karena di buku pertama, Dill-lah yang membangun unsur romansa anak-anak dengan Scout, sementara Hank sama sekali tidak disinggung.

Materi yang diangkat dalam buku ini agak sedikit berbeda dengan yang ada dalam To Kill a Mockingbird. Jika sebelumnya Atticus Finch membela Negro, kini ia "berbalik melawan" ketika para nigger sudah mulai mendapatkan sedikit tempat dalam masyarakat, khususnya di Maycomb County. Negro tetap dianggap sampah oleh banyak orang kulit putih, tapi Atticus tidak, namun ia tidak setuju apabila mereka turut campur terlalu banyak dalam sistem pemerintaha. Inilah yang menjadi pemicu konflik batin yang dialami Scout serta menumbuhka rasa marah dan kecewanya terhadap Atticus. Ayahnya dulu membela Negro, tidak membedakan warna kulit dan terjebak isu rasialis, lantas kenapa kini ia berubah? Mengecewakannya atas bentuk keadilan yang dulu dicekoki ke dalam kepalanya, membuat Calpurnia tidak  memandangnya dengan cara yang sama.

Sejujurnya, untuk buku seri kedua ini saya mengalami permasalahn objektivitas dalam memberikan penilaian. Menurut sudut pandang Scout, orang-orang negro adalah manusia jadi tidak ada masalahnya jika mereka ikut andil dalam bidang pemerintahan. Mereka berhak diberi kesempatan setelah sekian lama selalu berdiri sebagai jajaran kasta terendah dalam dunia manusia, terutama di mata orang-orang kulit putih. Tapi, menurut Atticus, tidak ada yang salah untuk berteman dengan orang-orang kulit hitam, satu sekolah dengan mereka, tapi ketika dengan bekal pendidikan tak memadai mereka memaksa untuk turut serta mengambil kebijakan atau menyentuh tatanan hukum suatu negara, maka itu harus dicegah. Tapi, dari sini saya bisa menarik kesimpulan bahwa Harper Lee berpihak pada Atticus. Go Set a Watchman memperlihatkan sisi yang berlawanan dengan To Kill a Mockingbird. Alasan Atticus memang masuk akal, seseorang harusnya menggeluti kesibukan yang ia kompeten di bidang tersebut, hanya saja, ketika mengambil contoh yang dekat - di tanah Papua sana, keterbelakangan pendidikan yang tidak hanya terjadi akibat orang-orangnya, namun pemberian fasilitas pendidkan yang belum merata, membuat saya bertanya-tanya atau mungkin berprasangka bahwa orang-orang kulit hitam, di mana saja, seolah ditekan agar tidak berkembang. Opini Atticus benar, tapi saya tidak bisa berpihak padanya layaknya paman Jack. Begitu pun dengan Scout, saya akui prinsip dan idealismenya memang mendekati atau bahkan sudah fanatik seperti yang paman Jack katakan, sikapnya yang mendewakan Atticus pun juga bukan hal yang dapat saya setujui karena lagi-lagi seperti yang dikatakan paman Jack, Atticus jugs manusia.

Mungkin pembaca akan selalu menarik kesimpulan dan pelajaran yang berbeda dari To Kill a Mockingbird maupun Go Set a Watchman.

Sabtu, 12 Agustus 2017

,
Judul Buku: To Kill A Mockingbird
Diterjemahkan dari: To Kill A Mockingbird karya Harper Lee terbitan J. B. Lippincott & Co., 1960
Terbit: 1960
Hak Terjemahan Bahasa Indonesia: Penerbit Qanita
Penerjemah: Femmy Syahrani
Penyunting: Berliani Mantili Nugrahani
Proodreader: Emi Kusmiati & Dina Savitri
Desainer Sampul: Glenn O'Neill
Ilustrator Sampul: Getty Images & Istockphoto
Penata Sampul: Dodi Rosadi
Digitalisasi: Ibn' Maxum
Edisi Kesatu, Cetakan I: Maret 2006
Edisi Kedua, Cetakan I: April 2008; Cetakan VII, Agustus 2009
Edisi Ketiga, Cetakan I: Oktober 2010
Edisi Keempat, Cetakan I: September 2015
Edisi Digital: September 2015
Diterbitkan Oleh: Penerbit Qanita
ISBN: 978-602-1637-87-6
Rating: 4/5

NOVEL TERBAIK ABAD KE-20
__Library Journal

"Kalian boleh menembak burung bluejay kalau bisa, tapi ingat, kalian berdosa apabila membunuh burung mockingbird."

Hidup Scout dan Jem berubah saat ayah mereka menjadi pembela seorang kulit hitam. Ketika Atticus membela seorang yang dianggap sampah masyarakat, kecaman pun datang dari seluruh penjuru. Novel ini menunjukkan betapa prasangka seringkali membutakan manusia. Dan keadilan hanya dapat dihadirkan dari rasa cinta yang tak membedakan latar belakang.

To Kill a Mockingbird, tonggak sastra dunia yang tak lekang oleh zaman. Memenangi Pulitzer Prize, terjual lebih dari 40 juta kopi di seluruh dunia, diterjemahkan dalam berbagai bahasa, dan diadaptasi ke dalam film pemenang Academy Award, To Kill a Mockingbird dianggap sebagai buku paling berpengaruh dan paling laris pada abad ke-20.

"Karya besar Harper Lee --- favorit saya sepanjang masa." 
___ Oprah Winfrey

****

Masalah rasisme di negeri Barat yang terkenal tidak hanya yang ada pada zaman Adolf Hitler saja. Sudah jadi fakta umum bahwa di tanah Amerika, orang-orang negro pada zaman sebelum pengesahan Nobel Perdamaian tidak mendapatkan tempat di tanah mereka sendiri. Rendahnya tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan orang-orang kulit hitam di zaman itu dianggap sampah dan didera bermacam kesulitan; kemiskinan, kelaparan dan juga mengalami masalah kesehatan yang memprihatinkan. Dan itulah yang diangkat penulis dalam buku ini.

To Kill a Mockingbird menceritakan kesenjangan ekonomi yang terjadi antara orang-orang kulit hitam dan orang-orang kulit putih. Saya tidak bisa menebak secara pasti tahun berapa karena tidak disebutkan. Tapi, bagi yang mempelajari sistem dan perubahan hukum disana yang digunakan dalam buku ini pasti dapat mengetahuinya secara jelas. Buku ini menggunakan latar Alabama, tempat penulis dilahirkan.

Penulisannya menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal, dalam hal ini Jean Louis Finch atau yang lebih dikenal sebagai Scott. Karena Scott diceritakan dalam sosok anak kecil, beberapa kali saya sempat bingung saat hendak menangkap maksud yang ia sampaikan. Sedikit banyak Scott mengingatkan saya pada sosok Salva dalam buku Di Tanah Lada karya Ziggy Z, walau dalam karakter dan kecerdasan Ziggy dan Salva jelas punya perbedaan yang kentara. Namun karena semuanya sama-sama polos tapi cerdas, tak urung saya jadi teringat Salva juga

Buku ini memuat demikian banyak penyakit hati yang selama ini menggerogoti manusia secara terang-terangan namun seolah belum disadari. Prasangka dalam setiap karakternya ada di sana-sini. Prasangka Scott dan Jem terhadap Atticus, prasangka masyarakat terhadap keluarga Redley dan putra mereka, prasangka Miss Stephanie Crawford terhadap banyak hal yang terjadi, terutama prasangka orang-orang kulit putih terhadap para nigger.

Buku ini sebenarnya adalah bacaan yang ringan di luar pola pikir Scott yang terkadang membingungkan untuk gadis seusianya, namun karena konflik yang diangkat bertema kemasyarakatan dan isu rasisme yang hingga kini mungkin saja masih banyak dipraktikkan, buku ini jadi sangat worth untuk dibaca. Semacam reminder terhadap siapapun yang sudah membacanya untuk tidak sembarangan memberikan penilaian terhadap sesuatu. Adegan favorit saya adalah pada saat persidangan. Atticus Finch dan sikapnya menjadi salah satu hal yang patut dicontoh.

Minggu, 06 Agustus 2017

,
Judul: Reply 1988
Nama Lain: Answer Me 1988, Respond 1988
Genre: Keluarga, komedi, romansa
Penulis: Lee Woo-jung
Sutradara: Shin Won-ho
Pemeran: Lee Hyeri, Park Bo-gum, Ryu Jun-yeol, Go Kyung-pyo, Lee Dong-hwi

Kamis, 03 Agustus 2017

,
Judul Buku: Tuhan untuk Jemima
Penulis: Indah Hanaco
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Editor: Gita Savitri
Perwajahan Isi: Ayu Lestari
Perwajahan Sampul: Shutterstock & Mulyono
ISBN: 978-602-03-1660-4
Rating: 4/5

Jemima, gadis gelisah yang merindukan Tuhan, tapi tidak tahu harus mencari ke mana. Diberi kebebasan memilih agama, Jemima malah makin bimbang. Apalagi sederet tragedi sedang mengintai gadis itu dan keluarganya.

Kenneth, pria belia yang sangat tahu apa yang diinginkannya dalam hidup ini, sibuk berjuang untuk kelestarian lingkungan hidup. Saat menyaksikan paus-paus kesayangannya dibantai, dia memutuskan tidak memercayai keberadaan Tuhan adalah keputusan yang paling cerdas.

Kala keduanya bertemu di Selandia Baru, negara cantik berangin dengan berjuta keajaiban, otak dan hati mereka seolah diadu. Di antara keindahan pohon rimu, di antara pertarunga hidup dan mati, serta tamu khusus berwajah cahaya, akankah mereka menemukan hidayah-Nya?

****

Jemima adalah seorang gadis belia yang lahir dari keluarga campuran. Ibunya beragama Islam, sementara Ayahnya beragama kristen. Ia bersama kakaknya, Ashlyn, diberi kebebasan untuk memilih agama mana pun yang mereka sukai dan yakini. Ashlyn, sang kakak sudah mantap ikut ayahnya, tapi Jemima masih bimbang akan menyembah Tuhan yang mana. Sebuah tragedi memilukan dan tak terduga tiba-tiba menimpa keluarga Damarys. Ashlyn mengalami kecelakaan fatal yang menyebakan nyawanya tak tertolong. Di saat itulah, Jemima mulai merasakan kebutuhannya akan Tuhan. Ia tak tahu harus mengadu pada siapa di saat kepergian Ashlyn ternyata juga ikut menyerap kebahagiaan dibrumahnya. Mama dan papanya teramat berduka, hingga terasa tak lagi memperhatikannya. Untuk itu, Jemima butuh Tuhan, tapi Tuhan yang mana?

Demi menenangkan hati, Jemima memutuskan untuk berlibur. Harapannya, selain dapat mengobati luka hati, ia juga dapat menemukan Tuhan lewat tanda-tanda kebesaran-Nya yang akan dihadirkan negeri cantik itu. Sayang, sampai beberapa lama di sana, ia tak kunjung bisa menemukan agama mana yang akan ia anut. Tapi, ia bertemu dengan 3 aktivis lingkungan yang ternyata menyenangkan. Stu, Remy, dan Kenneth adalah bagian dari SWC, organisasi lingkungan hidup yang memerangi pembantaian paus untuk keperluan materialistis. Menariknya, 3 sekawan ini ternyata memiliki keyakinan yang berbeda tentang agama. Remy adalah seorang mualaf yang taat beribadah, Stu seorang katolik, sementara Kenneth Lockhart memilih menjadi ateis.

Kenneth tidak percaya Tuhan sejak ia melihat pembantaian paus-paus tak berdosa. Baginya, segala hal patut dilindungi, begitu pun paus. Dan ketika Tuhan seolah tak melakukan apa pun untuk melindngi mereka, maka tak ada gunanya percaya pada keberadaan-Nya. Pertemuannya dengan Jemima yang juga memiliki problem soal keyakinan membuat mereka cepat akrab. Bersama Nick - tante Jemima yang masih muda, mereka menjelajahi setiap sudut keindahan Selandia Baru.

Tapi, jangankan sebelum Jemima menemukan Tuhannya, bahkan ketika jadwal liburannya masih ada, Jemima tiba-tiba diminta pulang ke Indonesia karena ada hal penting terkait kematian kakaknya yang ternyata perlu penelitian lebih lanjut. Dan lagi, nyawa Jemima sedang dalam bahaya.

****

Ini adalah buku terbaik Indah Hanaco yang telah saya baca. Buku-buku lainnya tergolong biasa saja, tapi buku ini merupakan buku perjalanan spiritual yang meninggalkan pesan dan syi'ar keislaman yang mendalam. Lewat buku ini, Indah Hanaco berhasil mengajak pembacanya untuk memahami agama, dalam hal ini Islam, lewat-lewat hal sederhana. Tidak menggunakan dalil, namun ngena dan masuk akal. Juga, menjelaskan salah satu ayat dalam Al-Qur'an. Saya nggak ingat bunyi ayatnya, tapi yang pasti hal itu berkaitan dengan keberadaan Tuhan.

Melalui tokoh Jemima, kita secara tersirat diingatkan bahwa ketika kekosongan melanda, perasaan sendirian mendera, maka sebenarnya kita sedang dituntun untuk mendekat pada Tuhan. Lewat cobaan, seperti Jemima, Tuhan sedang membisikkan betapa ia rindu kita meminta, bercerita dan curhat kepadanya.

Pencarian akan Tuhan oleh Jemima, yang rupanya membuahkan hasil hampir negatif adalah jawaban atas pertanyaan "mengapa kita tak perlu mencari Tuha jauh-jauh." Karena sesungguhnya Dia sudah ada dan menampakkan keagunganNya di sekeliling kita, hanya saja kita belum sadar atau terlalu abai. Buat saya pribadi, konflik terkait Ashlyn hanyalah sampingan, pelengkap, bukan merupakan konflik utama. Konflik inti dalam buku ini adalah kebimbangan akan agama yang dialami tokohnya.

Ada banyak sisi menarik dalam buku ini. Buat saya, buku ini dapat dijadikan referensi liburan, menampilkan satu kesalahan parenting yang mungkin belum banyak disadari, kisah persahabatan yang unik dan kehidupan penuh toleransi positif, juga kampanye lingkungan hidup yang bagus. Pertama, Selandia Baru merupakan negara yang cukup jarang dipilih sebagai tempat liburan. Sebagian besar pilihan jalan-jalan di Eropa selalu jatuh pada Perancis. Tapi, buku ini menampilkan hal-hal menarik dan tempat-tempat yang bisa dikunjungi kalau liburan ke Selandia Baru.

Kedua, kesalahan parenting yang saya maksud di atas terletak pada kedua orangtua Jemima yang membebaskan anak-anaknya dalam memilih agama, tapi tidak memberikan bimbingan minimal dari agama yang dianut keduanya. Sehingga, ketika dewasa, anak justru dilanda kebingungan dan risau harus ikut agama yang mana. Tidak ada bekal yang memadai. Ketiga, toleransi. Dapat kita temukan betapa keluarga Jemima yang memiliki keyakinan berbeda tetap bisa hidup berdampingan dengan damai. Pun, tiga sekawan aktivis yang menghargai agama masing-masing. Stu paham Remy hanya makan makanan halal menurut Islam, Remy juga tidak memaksa teman-temannya untuk ikut makan bersamanya jika memang tidak ingin. Keempat, kampanye lingkungan hidup. Paus, merupakan contoh yang diambil. Memang keberadaan makhluk laut ini sudah semakin berkurang, tapi bagi saya ini adalah perwakilan akan ajakan sang penulis untuk pembaca agar senantiasa menjaga lingkungan dan mempertahankan kelestarian ekosistem.

Sisi paling menariknya, buat saya pribadi terletak pada penjelasan-penjelasan sederhana temtang Islam yang berkaitan dan sudah dibuktika oleh sains. Memang hanya sebagian kecil, tapi itu sangat bermanfaat dalam menambah wawasan dan juga menurut saya dapat semakin memperkuat iman seorang muslim terhadap Islam. Terakhir, buku ini memberi pesan pada kita semua bahwa hidayah bisa datang dari mana saja dan setiap kejadian entah menyenagkan atau tidak selalu mengandung hikmah tersendiri