Catatan harian yang semakin renta dan tua

Rabu, 02 Mei 2018

[Sebuah Novel] 86 - Semua Gampang Asal Ada Uang By Okky Madasari

Sumber Gambar
Judul Buku: 86
Penulis: Okky Madasari
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Maret, 2011
Tebal Buku: 256 hlmn; 20 cm
ISBN: 978-979-22-6769-3
Rating:

Apa yang bisa dibanggakan dari pegawai rendahan di pengadilan? Gaji bulanan, baju seragam, atau uang pensiunan?

Arimbi, juru ketik di pengadilan negeri, menjadi sumber bagi kebanggaan orangtua dan orang-orang di desanya. Generasi dari keluarga petani yang bisa menjadi pegawai negeri. Bekerja memakai seragam setiap hari, setiap bulan mendapat gaji, dan mendapat uang pensiun saat tua nanti.

Arimbi juga menjadi tumpuan harapan, tempat banyak orang menitipkan pesan dan keinginan. Bagi mereka, tak ada yang tak bisa dilakukan oleh pegawai pengadilan.

Dari pegawai lugu yang tak banyak tahu, Arimbi ikut menjadi bagian orang-orang yang tak lagi punya malu. Tak ada yang tak benar kalau sudah dilakukan banyak orang. Tak ada lagi yang harus ditakutkan kalau semua orang sudah menganggap sebagai kewajaran.

Pokoknya, 86!

****
Yang pertama terlintas dalam kepala saya ketika membaca buku ini adalah impian para petani terhadap anak-anaknya apabila telah besar nanti. Harapan seorang Ayah dan seorang Ibu yang mengingingkan kehidupan dan pekerjaan yang lebih menjamin bagi penerusnya. Di kampung saya, dulu - entah sekarang masih atau tidak, menjadi pegawai negeri adalah atau minimal bekerja di instansi milik pemerintahan adalah impian setiap orangtua yang mayoritasnya adalah petani. Bayangan menerima gaji setiap bulan dan mendapat jaminan di hari tua menjadi kebangaan tersendiri. Itu juga yang dialami Arimbi. Sayangnya, menjadi juru ketik di pengadilan tidak mampu memberikan jaminan kehidupan yang lebih baik di masa depan.

Suatu hari, Arimbi mendapat permintaan untuk mengetik putusan sidang oleh seorang pengacara. Padahal, sidangnya baru berlangsung beberapa lama, bahkan ada banyak tumpukan putusan sidang yang sudah memasuki hitungan tahun belum diketik juga. Namun, ternyata hal seperti itu bisa terjadi. Ada putusan yang bisa cepat keluar bahkan jika sidangnya baru saja selesai dilangsungkan, ada yang belum bisa diketik meski sudah bertahun-tahun putusannya dikeluarkan. 86! Inilah yang memudahkan semuanya.

Jujur saja, istilah 86 ini baru saya ketahui setelah membaca buku ini. Bahwa kita sudah tahu sama tahu, paham sama paham, asal ada uang. Segalanya bisa berjalan mulus dengan bantuan dan performa uang. Dan, hal ini menjadi sesuatu yang baru bagi Arimbi, tapi ternyata banyak memberinya kemudahan. Dengan 86 segala masalah mampu terselesaikan, salah satunya adalah mencukupi kebutuhan Arimbi. Arimbi mencicipi pun dunia baru. Berdua suaminya, Ananta, mereka melakukan praktik yang memudahkan mereka dalam memenuhi kebutuhan mereka berdua.

****

Buku ini adalah buku yang blak-blakan membahas praktik korup yang banyak terjadi di Indonesia. Dimulai dari lingkup pengadilan negeri, penulis memaparkan secara gamblang dan jelas hal-hal yang dapat dipermudah jalannya dengan bantuan uang. Mulai dari ketikkan putusan sidang, hingga putusan apa yang akan keluar setelah sebuah sidang digelar. Sogok menyogok, praktik suap, dibeberkan sebagai sesuatu yang mampu membeli hukum dan keadilan.

Selanjutnya, meski dilakukan tindakan terhadap suatu kejahatan atau pelanggaran hukum yang dilakukan, penulis kembali membeberkan bahwa tidak hanya di pengadilan, di dalam jeruji besi pun praktik ini masih tetap berlangsung. Mulai dari kamar sel mewah bak hotel yang bisa didapatkan asal banyak uang, hingga pengedaran narkoba yang justru menjadi paling aman ketika dilakukan di dalam tahanan. Pokoknya, 86!

Sebagai seorang pembaca yang tidak banyak paham atau mengikuti perkembangan berita dengan kasus seperti ini, saya jujur saja jadi prihatin. Buku ini seolah televisi yang menyajikan secara nyata kejahatan dan praktik-praktik melanggar hukum yang ternyata juga banyak mendapat sokongan dari pihak-pihak yang semestinya menjadi penegak hukum itu sendiri. Buku ini seolah mengatakan bahwa di Indonesia apa saja bisa dibeli dengan uang, termasuk harga diri dan kehormatan. Uang mampu memperbudak siapa saja, bahkan mereka-mereka yang paling dipercaya.

Buku ini wajib dibaca siapa saja, terutama para anak muda. Tidak hanya menjadi gambaran fakta, buku ini juga bisa menjadi sebentuk nasehat bagi kita semua bahwa keserakahan, apapun alasannya, dapat menjerumuskan kita.

6 komentar:

  1. Kita pun sama-sama tahu, zamannya asal ada uang belum berakhir, masih koq berlaku. Tapi ada juga yang jujur dan bukan sedikit lho, semisal di Kecamatan, Kelurahan, sudah banyak lho yang tidak mau terima "Uang cepat" asal bisa cepat dilayani, hehe... Eeh, OOT, ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha bener sih Mbak. Memang di beberapa tempat udah nggak berlaku lagi praktik ini. Tapi, ada juga yang masih bandel :v

      Hapus
  2. Kyaknya bagus ya bukunya.. Sebenarnya praktek suap menyuap ini udah jadi rahasia umum.. Di buku Tere Liye juga pernah dibahas..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak bukunya emang bagus. Rekomen sih. Buku yang mana ya Mbak? Penasaran saya hehe

      Hapus
  3. Yuk di add pin WA: +628122222995
    Sabung ayam online dan semua jenis permainan judi online ..
    Semua bonus menarik kami berikan setiap hari nya ... :)
    www,bolavita, ltd sabung ayam bangkok

    BalasHapus