Catatan harian yang semakin renta dan tua

Minggu, 16 September 2018

[Resensi] A Place You Belong By Nicco Macchi

Judul Buku: A Place  You Belong
Penulis: Nico Macchi
Penerbit: Jendela O’Publishing House
Cetakan Pertama: 2016
Penyunting Naskah: Deasy Serviana
Penyelaras Aksara: Refa Annisa
Perancang Sampul: eSLC Project
Penata Letak: eSLC Project
Tebal Buku: viii+141 hlmn., 13x19 cm
Rating: 3 Bintang

Pustakawan itu pekerjaan mulia, kan?


Penjaga ilmu pengetahuan, pengelola jendela dunia.
Garda terdepan untuk meningkatkan minat baca anak bangsa.
Tak ada yang salah dengan menjadi pustakawan.
Kurang bergengsi? Penghasilan tak seberapa?
Hidup bukan hanya tentang status dan uang!
Tapi….
Kehidupan pascawisuda tidak semulus teori ideal di bangku kuliah.
Ada kebutuhan hidup di balik deretan buku-buku.
Ada tuntutan pertemanan dalam lingkaran sosial sesama pustakwan.
Dan ada ujian untuk memilih antara integritas  profesi atau menyelamatkan orang yang disayangi.

Ketika berpegangan pada tali idealisme terasa semakin sulit, haruskah Helia melepasnya dan membiarkan diri terjatuh ke dalam jurang realitas?
****
Sebelum memulai review-nya saya mau curhat sedikit dulu. Jadi, beberapa waktu lalu cuti, family visit tiap lima bulan yang bisa dimanfaatkan buat liburan. Buat saya yang kuper ini, liburan berarti kencan dengan buku-buku yang sudah menumpuk di lemari. Hari pertama saya di rumah, buku ini menjadi pilihan sebagai pacar pertama saya. Maklum, masih banyak buku hadiah yang seharusnya dibikinkan review tapi belum sempat, udah mandek sekitar dua tahun lebih.

Buku ini adalah jenis buku yang baik lewat cover maupun blurb sangat eye catching. Sampul cokelat susunya yang manis, bikin buku ini nggak akan luput dari pandangan kalau dipajang di toko buku. Deretan buku-buku dan ilustrasi orang membaca di cover depan membuat pembaca bisa menebak bahwa buku ini akan membahas tentang hal yang berkaitan dengan buku. Blurb-nya juga bisa menjelaskan sedikit. Tapi, buku ini nggak hanya terbatas pada pembahasan tentang buku, hobi membaca dan manfaatnya dalam kehidupan kita. Buku ini lebih menekankan pada profesi yang terkait dengan dunia literasi dan storytelling; yakni Pustakawan dan Pendongeng.

Pustakawan adalah profesi yang kemungkinan besar belum banyak diketahui orang. Sering memang kita ketemu sama penjaga perpustakaan, tapi sejujurnya saya pribadi baru tahu bahwa kalau mau jadi pustakawan  profesional itu nggak cuma asal aja. Ada sekolahnya, ada ilmu dan bidang keilmuannya tersendiri. Selanjutnya, Pendongeng. Membacakan dongeng adalah hal yang lumrah kita temui, terutama di kalangan orang tua. Kegiatan mendongeng adalah hal yang lazim dilakukan, sebagai teman tidur bagi anak-anak. Bercerita, sudah menjadi kebiasaan orang Indonesia sejak zaman dulu. Baik itu berupa dongeng dari buku-buku yang pernah dibaca, ataupun dari legenda nenek moyang yang diwariskan turun temurun.

Menurut saya pribadi, ide untuk mempertemukan profesi pustakawan dan pendongeng itu amat brilian. Mengapa? Keduanya adalah profesi yang memiliki tujuan searah; meningkatkan minat baca anak bangsa. Dan ini yang bikin buku ini jadi menarik. Tapi, karena bukunya terlalu tipis, terkesan ringkas, bukunya jadi terasa kurang. Di bagian blurb memang membahas pustakawan, tapi, kehadiran Satriacarita yang mendominasi lembaran buku ini, sementara kisah Helia sebagai pustakawan yang hanya berupa bentuk ingatan atau flashback membuat porsi pustakawan jadi sedikit dibahas disini. Lebih banyak ke mendongeng, teknik mendongeng, dan cara untuk menjadi pendongeng yang baik. Sementara, penjabaran untuk apa saja tugas pustakawan, apa saja yang menjadi tanggung jawab seorang pustakawan jadi terasa samar dan kurang porsi. Saya sendiri sebenarnya tidak terganggu karena mendongeng adalah kegiatan favorit saya. Saya adalah anak yang dibentuk dan dididik lewat cerita-cerita. Meski nggak semahir pendongeng professional, orangtua saya gemar membacakan cerita sejak saya masih kecil. Jadi, ketika menemukan karakter Akhyar yang berprofesi sebagai pendongeng, rasanya asyik asyik saja. Cuma, karena titik berat disini yang dibahas adalah Pustakawan, porsinya yang kurang bikin bukunya berasa timpang walau memang masih menarik untuk terus dibaca.

Pustakawan adalah profesi yang mulia. Dan, akan lebih menarik lagi kalau pembahasan tentangnya bisa lebih diperdalam. Selain membahas profesi, karena buku ini berbentuk novel, kita juga akan menemukan bumbu kisah cintanya. Kisah yang manis dan nggak neko neko kalau menurutku. Cukup sukses untuk bikin saya baper maksimal dan gregetan tengah malam saking gemas bacanya. 

Ada satu kutipan yang sangat saya suka dari buku ini;

“Satriacita terbentuk karena adanya orang-orang dewasa yang khawatir pada anak-anak sekarang, khususnya anak-anak usia dini. Globalisasi telah mencekoki mereka dengan asupan-asupan yang tidak tepat; kartun penuh kekerasan, lagu cinta-cintaan, sinetron yang tidak mendidik. Belum lagi perkembangan teknologi yang begitu pesat.”
“Anak-anak usia dini perlu mengembangkan kemampuan motorik, berbahasa, social, kognitif, berimajinasi, juga menumbuhkan nilai-nilai moral. Untuk bisa mengembangkan semuanya secara positif, tentu diperlukan asupan yang positif pula. Sementara teknologi dan hiburan-hiburan buruk yang saya sebut tadi, selain tidak menunjang seluruh aspek perkembangan itu, juga menanamkan bibit-bibit negatif. Akibatnya, anak akan tumbuh dengan perkembangan yang kurang sempurna. Timpang, tidak matang. Dan itu bisa berbuntut fatal pada masa remaja dan dewasanya.”
“Cerita terbukti memiliki banyak manfaat dalam perkembangan anak, terutama untuk kemampuan berbahasa, berimajinasi dan menumbuhkan nilai-nilai moral."
Saya sangat setuju dengan kutipan di atas ini. Tentu saja tidak semua yang diberikan teknologi dan televisi ataupun media hiburan lain berdampak negatif, namun buku ini mengajak pembaca untuk melakukan pendampingan terutama kepada anak-anak agar bisa menyaring apa yang mereka terima dari luar dengan bijaksana.  Buku ini sangat saya rekomendasikan bagi seluruh pembaca Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar