Catatan harian yang semakin renta dan tua

Sabtu, 28 Maret 2015

Tentang Papa

Papa. Pahlawan super yang pernah aku punya. Beliau lahir 23 Juli 1976. Masih tergolong muda untuk ukuran laki-laki yang punya anak perempuan berumur 20 tahun serta anak kecil yang sebentar lagi akan berumur 6 tahun. Bercerita tentang papa selalu nggak ada habisnya. Papa adalah laki-laki pertama yang aku kenal di dalam hidup. Laki-laki pertama yang mencintaiku dengan tulus, tanpa memandang rupa dan warna kulitku (ya karena sebagian besar gen yang aku warisi berasal dari beliau haha).

Papaku adalah salah satu laki-laki ganteng yang ada di dunia. Yang kegantengannya nggak akan tertandingi oleh laki-laki mana pun. Papa ganteng nggak cuma dari fisik, tapi juga dari hati dan caranya memperlakukanku. Papa sayang sama aku, begitu pula sebalknya. Beliau sudah mengajariku banyak hal. Sejak kecil bahkan sampai sekarang, aku selalu menjadi putri yang dia cintai. Aku selalu percaya itu meskipun beliau kadang sering marah bahkan merajuk. Iya. Papaku merajuk. Merajuk sama anaknya. Jika selama ini kalian hanya menemukan seorang pacar yang ngambek kemudian mematikan sambungan telepon, maka papaku pernah melakukannya, bahkan sering, kepadaku. Papa ngambek sama anaknya. Tidakkah itu lucu?

Banyak orang yang bilang bahwa Ibu adalah madrasah pertama dari anak-anaknya. Tapi tidak bagiku. Mama dan Papa, keduanya adalah madrasah pertamaku. Meski lelah sepulang kerja, papa tak pernah lelah mengajariku ini dan itu, menemaniku belajar bahkan sampai sepanjang malam. Tak bosan menyanyikanku lagu pengantar tidur setiap malam. Memijat pipiku saat aku sakit gigi, memelekku saat aku menangis, tidak marah saat aku ikut makan di piring yang sama dengannya (tepatnya mengganggunya makan), mengkhawatirkan rambutku yang sering rontok, memperhatikan makananku hingga kesehatanku, bahkan saat aku berada jauh darinya seperti ini. Papaku yang cerewet, yang overprotective dan berjiwa muda.


Papa. Menulis tentangnya tak akan ada habisnya. Terlalu banyak cinta dan kasih yang ia beri secara cuma cuma. Tanpa mengharap balas dan budi, hanya mengharap agar putri kecilnnya yang kini perlahan belajar dewasa dan menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa mengadu padanya lagi, dapat menemukan kebahagiaan di masa depan.
Bersama Papa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar