Catatan harian yang semakin renta dan tua

Senin, 24 Desember 2018

[Resensi] Konspirasi Alam Semesta (Albuk #1) By Fiersa Besari

Judul Buku: Konspirasi Alam Semesta 
Penulis: Fiersa Besari
Penerbit: mediakita
Penyunting: Juliagar R. N.
Penyunting Akhir: Agus Wahadyo
Desainer Cover: Budi Setiawan
Penata Letak: Didit Sasono
Cetakan Pertama: 2017
Cetakan Ketiga: 2017
Tebal Buku: vi + 238 hlmn.; 13x19 cm
ISBN: 978-979-794-535-0
Rating: 5 Bintang

Seperti apakah warna cinta? Apakah
merah muda mewakili rekahannya,
ataukah kelabu mewakili pecahannya?

****

Juang Astrajingga, seorang pria dengan latar belakang hidup yang rumit, oleh semesta dipertemukan dengan Ana Tidae, wanita cerdas dengan kehidupan yang juga tidak sederhana. Pertemuan pertama mereka yang terjadi bak sebuah adegan dalam sinetron, membawa keduanya pada petualangan cinta yang mampu menjungkirbalikkan dunia mereka hampir tanpa aba-aba. Juang tidak bisa menolak pesona Ana, tidak bisa menyangkal rasa bahwa ia jatuh cinta pada pandangan pertama. Sementara Ana, meski berkeras bahwa status mereka hanya teman semata, tidak bisa menghalau cinta yang selalu datang tanpa terencana. Masalahnya; Ana sudah ada yang punya, Deri namanya.

Petualangan cinta Juang yang pertama bersama Ana pun dimulai. Ia harus bertahan bersama gadis itu, terus mencintainya, dengan status yang tidak pernah diberi gelar pasti. Akankah Juang berhasil mengukuhkan Ana sebagai hanya miliknya seutuhnya?

****

Meski saya adalah salah satu dari sekian banyak followers Instagram maupun Twitter Bang Fiersa, jujur saja, Konspirasi Alam Semesta menjadi buku pertamanya yang saya baca. Awalnya, berpikir bahwa buku ini murni hanya membahas soal cinta antara Juang dan Ana yang terhalang orang ketiga, ternyata tidak. Buku ini memuat cerita yang kompleks namun tidak rumit untuk dipahami, menghanyutkan untuk diikuti, kadang membuat saya terbawa perasaan, terutama ketika membaca pesan-pesan Juang untuk Ana ketika ia berada di Papua, pesan-pesan yang sarat makna dan cerita. Bahwa betapa kepada Analah, Juang ingin membagi kepingan-kepingan perjalanan dalam hidupnya. Ini adalah bagian yang paling saya suka dari buku ini. Saya adalah tipe pencerita, kalau dibahasa sehari-harikan sebut saja "bawel" dan saya juga suka mendengarkan orang bercerita. Terutama tentang perjalanan hidup, hal-hal yang pernah dialami, kisah-kisah seru di masa lalu - terlebih itu dari orang yang saya cintai. Posisi Ana, sebagai satu-satunya wanita yang diceritai Juang saat ia berjuang di Timur Indonesia membuat buku ini makin istimewa - walau mungkin rasa istimewanya hanya saya saja yang merasakannya. Muatan puisi, lagu, pesan-pesan, surat, isi hati Juang maupun Ana menjadi pemanis yang begitu indah dan romantis bagi saya.

Selain tentang cinta, buku ini juga mengangkat isu kesenjangan sosial yang menurut saya pribadi, hingga saat ini masih menjadi problem nyata Indonesia yang masih kurang mendapat perhatian baik oleh pemerintahnya, maupun oleh masyarakat luas pada umumnya. Penulis mengangkat cerita tentang Papua, negeri yang kaya dengan hasil emasnya namun menjadi etnik paling miskin di tanahnya sendiri. Negeri yang seharusnya mampu membeli apa saja jika melihat keberadaan salah satu perusahaan industri terbesar di sana, namun untuk mendapatkan pendidikan yang memadai dan merata saja hampir tidak bisa. Buku ini tidak hanya akan memanjakan kita dengan kisah cinta yang mendebarkan, penuh bunga cinta, nggak cuma bikin baper-baper manja, tapi secara tersirat mengajak pembaca untuk membuka mata lebih lebar, pikiran lebih terbuka, untuk senantiasa bersyukur akan apa yang kita punya, untuk bersama-sama belajar menaruh perhatian pada saudara-saudara sebangsa kita.

Buku ini bisa dikatakan memiliki akhir bahagia, bisa juga dikatakan tidak. Kenapa begitu? Karena kalau dinilai dari sisi ceritanya, alurnya, kehidupan tokoh-tokoh di dalamnya, apa saja yang telah mereka lalui, lakukan lalu dapatkan, kisah Juang Astrajingga sebenarnya memiliki kahir bahagia. Tapi, kalau dinilai dari sisi ego pembaca seperti saya yang benci dengan duka di akhir cerita - bagaimana pun proses duka itu dihantarkan, buku ini sama sekali tidak memiliki akhir bahagia. Walau demikian, saya suka dan senang sudah membaca buku ini. Terima kasih untuk Bang Fiersa, yang sudah menyuguhkan karya sebaik ini bagi para pembaca Indonesia :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar