Catatan harian yang semakin renta dan tua

Selasa, 17 Maret 2020

[Resensi Buku] A List of Cages By Robin Roe


Sumber Foto: Koleksi Pribadi
Judul Buku: A List of Cages
Penulis: Robin Roe
Penerbit: Penerbit Spring
Tahun Terbit: 2017
Penerjemah: Yudith Listiandri
Penyunting: RoseMia
Penyelaras Akasara: Mery Riansyah
Ilustrasi dan Sampul: Junweise
Penata Sampul: @teguhra
Cetakan Pertama: Januari 2018
Tebal Buku: 372 hlmn; 20 cm
ISBN: 978-602-6682-12-3

Adam begitu gembira bisa bertemu lagi dengan Julian saat bekerja sebagai pendamping psikolog sekolah. Meskipun duduk diam bukanlah hal yang mudah bagi ADHD-nya, tapi Adam tidak bisa mengeluh.
Awalnya, Julian adalah anak yang seperti yang Adam kenal lima tahun lalu. Julian masih anak yang ramah, masih suka menulis cerita, dan menyukai buku cerita bergambar untuk anak-anak. Namun kemudian, Adam menyadari Julian menyembunyikan sesuatu.
Hanya saja, meskipun Adam berniat untuk membantu, rahasia itu bisa saja membuat mereka kehilangan nyawa….

****
Sebelum mengenal Adam, Julian adalah anak yang bahagia. Keterbatasan yang dimilikinya tak pernah sedikit pun menyurutkan kasih sayang kedua orangtuanya. Ayah Julian sangat sayang dan suka menepuk-nepuk kepalanya sebelum tidur, Ibu Julian adalah seorang penyanyi dengan suara paling indah bagi Julian. Namun, kepergian keduanya yang begitu mendadak membuat Julian terpukul. Ia tidak menyangka, dua orang yang begitu menyayanginya bisa meninggalkannya, tanpa siapa-siapa. Hidup Julian berubah drastis. Ia jadi pendiam dan tidak bergairah melakukan hal apapun termasuk hal yang ia sukai.

Beruntung, kehadiran Adam dan Ibunya yang baik hati kembali menghidupkan Julian. Meski masih dengan rindu dan luka menganga setelah kehilangan, secara perlahan Julian kembali menemukan dunianya. Perlahan ia kembali ceria, dan mulai kembali menulis buku cerita. Adam berperan sebagai kakak laki-laki yang amat penyanyang, Ibu Adam adalah ibu angkat yang begitu perhatian. Namun malang, seolah tak habis penderitaan karena kematian orangtuanya, keluarga baru Julian kembali direnggut dari hidupnya. Kemunculan Russel yang mengaku sebagai paman Julian, sekaligus sebagai orang yang paling berhak mengasuhnya telah mengubah segalanya. Russel membawa Julian pergi dari rumah Adam, mengurungnya di sebuah rumah besar mewah hampir tak berpenghuni dengan sederet peraturan tidak normal juga perlakuan tidak normal lainnya.

Julian harus kembali melalui hari penuh mimpi buruk. Mimpi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Cambukan, makian, dan siksaan demi siksaan harus ia pendam demi mempertahankan hidupnya. Julian kembali menjadi anak yang tidak bersemangat, sulit mengikuti pelajaran, kesulitan dalam memahami banyak hal, termasuk dirinya sendiri. Julian kehilangan dirinya.

****
Sejak BAB pertama, sebagai pembaca, saya sudah menduga bahwa buku ini akan mengarahkan kita kepada isu parenting, yang sudah banyak diperbincangkan dalam buku lainnya, pun dalam beberapa contoh kasus yang melibatkan anak di bawah umur di berbagai media. Hanya saja, ternyata, menonton berita yang sepintas dikabarkan televisi, atau mendengarkan cerita yang beredar di antara orang-orang, tidak sama dengan membaca dan membayangkannya.

Karena, selain sisi parenting, buku ini juga memuat cerita tentang bagaimana kondisi lingkungan, pola asuh, dan kondisi psikologis seorang anak dapat mempengaruhi hidup dan pertumbuhannya. Julian diceritakan sebagai sosok yang memiliki kekurangan dalam sisi akademik dibandingkan anak normal pada umumnya, yang diperparah dengan kesalahan pola asuh, yang berakibat pada Julian yang tidak mengenali dirinya, dan tidak menganggap berarti dirinya sendiri. Orang-orang yang normal adalah hal asing baginya. Bercanda dengan teman sebaya, merupakan hal aneh. Memahami pelajaran yang seharusnya mudah menjadi hal tersulit untuk ia lakukan.

Selain pola asuh, unsur kekerasan, yang juga diikuti oleh kekerasan seksual yang dialaminya membuat ia berubah menjadi sosok anak yang secara fisik pertumbuhannya abnormal, secara psikologis pun demikian.

Buku ini menjadi semacam warning bagi para pembaca, khususnya orangtua/wali agar senantiasa memperhatikan hal sekecil apapun perubahan yang terjadi pada anak-anak atau lingkungan sekitarnya. Ketika ada anak usia remaja pada umumnya senang ber-selfie ria, mulai merasakan cinta monyet pada kakak kelasnya, suka jalan-jalan mencari tempat yang bagus untuk update feed di Instagram, menekuri hobi seperti membaca buku atau berolahraga, dan ada anak lain yang tidak suka melakukan hal-hal di atas, lebih nyaman jika berjalan sendirian, tidak suka ada di kerumunan, kesulitan menemukan teman kelompok belajar di kelasnya – bukan berarti ia mengalami masalah pertumbuhan atau masalah psikologis, tapi bukan berarti juga semuanya baik-baik saja. Perlu ada perhatian lebih, perlu ada pendekatan berbeda, agar kita bisa benar-benar menemukan dan memastikan bahwa segalanya betul-betul baik-baik saja seperti kelihatannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar