Ara
termenung menatap langit malam ini. Berjuta bintang bertaburan di angkasa
membawanya ke pengembaraan masa lalu ketika Ryan – sahabatnya masih berada di
sisinya.
Siang
itu di pinggir lapangan volley. Ryan tiba-tiba menghampiri Ara dan
mengejutkannya dari belakang.
“Woyy!!”
Bisik Ryan tepat di telinga Ara. Ara terlonjak kaget.
“Ryan!!
Astagfirullahaladzim elo mau bikin jantung gue copot, ya.”
“Yeee…
nggak usah segitunya kali. Biasa aja. Kenapa lo? Kok nggak ikutan?” Tanya Ryan.
“Ikutan
apaan?” Tanya Ara
“Noh.”
Jawab Ryan sambil menunjuk cewek-cewek yang sedang asyik bermain volley di
lapangan dengan dagunya.
“Nggak
ah. Males.” Jawab Ara asal.
“Kenapa?
Elo sakit?” Tanya Ryan lagi sambil memegang dahi Ara. “Nggak. Dingin kok.” Ryan
menjawab sendiri pertanyaannya.
“Emang
nggak. Kata siapa gue sakit? Gue kan bilang kalo gue males bukan sakit.”
“Iya
deh non. Nggak usah judes gitu kali. Jarang-jarang kan gue perhatian gini sama
elo.”
“Jarang-jarang
jarang-jarang. Lo pikir gue nggak tahu apa kalo hobby lo itu merhatiin gue.
Ngaku lo!!”
“Udah
deh nggak usah bawel. Nggak selamanya tahu gue bisa perhatian gini sama elo.
Iya kan? Jadi seharusnya elo tuh bersyukur.” Itulah pembicaraan terakhir Ara
dan Ryan. Awalnya Ara biasa saja. Dia tidak merasa bahwa tingkah laku Ryan
aneh. Dia tidak menyadari bahwa itu adalah suatu pertanda akhir dari
kebersamaannya dengan Ryan. Hingga setelah seminggu kemudian Ryan tidak masuk
sekolah dan juga tidak menghubunginya, Ara menyadari bahwa sikap Ryan terakhir
kali memang sedikit aneh. Tidak seperti biasanya. Biasanya, Ryan adalah orang
nomor satu yang paling suka menggoda dan mengejek Ara. Hampir setiap hari
kalimat ‘Bebek Ara’ selalu kaluar dari mulutnya. Tapi kali ini berbeda. Ryan tidak
lagi memanggilnya dengan julukan bebek. “Gue pengen nyebut nama lo sebanyak
yang gue bisa.” Itulah jawaban Ryan ketika ditanya mengapa dia tidak lagi
memanggilnya dengan sebutan bebek. Bahkan tidak terhitung sudah berapa banyak
SMS ataupun voice message yang Ryan
kirimkan kepada Ara yang isinya hanya memanggil nama Ara.
Tiga hari setelah Ryan menghilang, Ara masih
merasa biasa-biasa saja. Seminggu setelahnya, masih tetap biasa saja. Memasuki
minggu kedua, barulah Ara merasa ada yang ganjil. Seperti ada yang hilang dari
dirinya dan ia menyadari bahwa ternyata itu karena Ryan. Karena Ryan kini tak
ada lagi di sampingnya. Akhirnya Ara memutuskan untuk mencari Ryan. Tapi sudah
berbagai cara dilakukannya, dia tetap tidak bisa bertemu dengan Ryan. Selalu saja
tiap kali Ara ke rumah Ryan, Ryan selalu tidak ada di rumah. Ara juga sudah
mencoba bertanya kepada mama Ryan alasan Ryan tidak masuk sekolah tapi mama
Ryan hanya menjawab bahwa Ryan sedikit tidak enak badan.
Dua
minggu kemudian Ryan masuk lagi ke sekolah seperti biasanya. Namun sikapnya
berubah. Dia tidak lagi menjadi sahabat yang selalu ada di samping Ara. Ryan
telah menjadi orang yang berbeda. Baik sikap maupun sifatnya. Ryan yang
penyayang telah berubah menjadi sosok Ryan yang kasar dan judes. Ryan yang
perhatian telah berubah manjadi Ryan yang cuek dan acuh tak acuh. Namun
perubahan sikap itu hanya berlaku untuk Ara. Tidak untuk teman-teman lainnya.
“Yan.
Lo kenapa? Lo marah sama gue? Gue punya salah sama lo?” Tanya Ara saat itu.
Tapi Ryan hanya diam tidak menjawab.
“Jawab
dong. Jangan diem aja.” Sambung Ara sambil menggenggam lengan Ryan. Tapi tidak
disangka Ryan menepis tangan Ara.
“Ganggu
banget sih lo!” Itulah kalimat yang keluar dari mulut Ryan.
Karena
diperlakukan seperti itu, Ara jadi kesal. Dia memutuskan untuk tidak peduli
lagi pada Ryan. Dia benci dengan sikap Ryan. Dia tudak suka. Dia kecewa. Dia
kangen Ryan yang dulu. Dia kangen Ryan yang selalu menggoda dan mengejeknya.
Dia kangen Ryan memanggil namanya. Dia kangen Ryan memanggilnya dengan sebutan
bebek. Dia kengen semuanya.
Hingga
suatu hari kemudian, muncul berita yang begitu menggemparkan murid-murid
sekolah terutama Ara. Berita kematian. Tepatnya berita kematian Ryan. Ara jelas
shock dan tidak siap dengan kabar
itu. Dia tidak rela Ryan pergi secepat itu. Dia tidak rela Ryan pergi tanpa
penjelasan. Dia belum sempat mengatakan betapa dia sangat menyayangi Ryan. Ryan
belum menjelaskan alasan perubahan sikapnya selama ini dan Ara yakin Ryan pasti
punya alasan yang kuat.
Dari
mama Ryan, akhirnya Ara tahu bahwa selama ini Ryan sakit. Ryan menderita gagal
jantung sejak kecil. Alasan Ryan tiba-tiba menghilang saat itu adalah karena ia
harus menjalani pengobatan yang intensif di rumah sakit. Penyakitnya kambuh dan
dari situlah Ryan tahu bahwa kondisinya semakin parah. Hal itu juga merupakan
alasan perubahan sikap Ryan terhadap Ara. Karena Ryan tidak ingin Ara sedih dan
susah karenanya.
“Ara…
ini ada titipan dari Ryan. Buat kamu katanya.” Tante Ratna, mama Ryan
menyerahkan selembar amplop berisi surat Ryan kepada Ara.
Dear Ara
Saat lo baca surat ini gue mungkin
udah nggak ada. Gue yakin saat ini lo benci banget sama gue. Gue minta maaf
kalo selama ini gue udah bikin elo kesel bahkan mungkin kecewa sama gue. Gue
sama sekali nggak bermaksud nyakitin lo. Gue bener-bener minta maaf. Gue
ngelakuin itu semua karena gue nggak mau nyusahin elo karena gue sayang banget
sama lo. Lo adalah sahabat terbaik gue. Gue minta maaf. Gue nggak jujur sama
lo. Gue nggak pernah bilang kalo selama ini gue sakit. Gue yakin kalo nyokap
gue pasti cerita sama lo meskipun udah gue larang. Tapi akan lebih baik kalo lo
tahu itu dari gue. Gue sakit Ra. Gue menderita gagal jantung dari gue lahir.
Awalnya gue pikir kalo gue nggak perlu takut
karena ada elo di samping gue yang pasti akan selalu nemenin dan nyemangatin
gue. Tapi ternyata gue salah. Penyakit yang gue derita justru bikin gue takut
dan nggak berani buat ketemu sama lo. Gue takut walaupun hanya ngelihat wajah
lo. Gue takut, hal itu justru bikin gue semakin sulit untuk ngelepas lo. Gue
takut kalo elo bakalan sedih karena kepergian gue karena gue tahu dan gue
percaya kalo lo juga sayang sama gue kayak gue sayang sama lo. Jujur gue nggak
rela harus pisah dengan cara kayak gini sama lo. Gue pikir, akan lebih baik
kalo ini perpisahan yang nggak pernah gue persiapkan sebelumnya. Mempersiapkan
perpisahan sama lo adalah sesuatu yang nggak pernah dan nggak pengen gue
bayangin sama sekali. Itulah kenapa gue ngejauhin lo. Gue lebih milih lo benci
sama gue daripada lo sedih karena kepergian gue.
Gue minta maaf kalo cara gue salah.
Gue sayang sama lo Ra. Gue harap elo
bisa maafin gue. Lo adalah kenangan indah dalam hidup gue yang nggak akan
pernah gue lupain. Jangan sedih ya bebek. Jangan kangen ya.
Cukup lo simpan gue dalam hati lo.
_Ryan_
Inilah
satu-satunya benda yang ditinggalkan Ryan untuk Ara. Benda yang mungkin tak
akan bisa menggantikan keberadaan Ryan di hati Ara.
Malam
ini Ara kembali membaca kata demi kata yang tertulis dengan rapi itu. Kata-kata
yang ditulis Ryan tanpa keraguan sedikitpun. Dua tahun sudah Ryan pergi. Dan
dua tahun sudah Ara menjalani hari tanpa Ryan. Entah sudah berapa kali Ara
membaca surat ini. Dan entah sudah berapa kali Ara tersenyum sambil menangis
ketika membaca surat ini. Akan lebih baik kalo gue denger semua ini langsung
dari mulut lo Yan. Batin Ara.
“Tapi
nggak apa-apa. Seenggaknya gue tahu kalo lo nggak pernah benci sama gue. Lo
adalah kenangan indah yang nggak akan pernah gue lupain seumur hidup gue.” Ucap
Ara kemudian sambil tersenyum.
Created by: Elsita F.Mokodompit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar