Catatan harian yang semakin renta dan tua

Rabu, 27 Juni 2012

Kenangan Terindah

Ara termenung menatap langit malam ini. Berjuta bintang bertaburan di angkasa membawanya ke pengembaraan masa lalu ketika Ryan – sahabatnya masih berada di sisinya.
Siang itu di pinggir lapangan volley. Ryan tiba-tiba menghampiri Ara dan mengejutkannya dari belakang.
“Woyy!!” Bisik Ryan tepat di telinga Ara. Ara terlonjak kaget.
“Ryan!! Astagfirullahaladzim elo mau bikin jantung gue copot, ya.”
“Yeee… nggak usah segitunya kali. Biasa aja. Kenapa lo? Kok nggak ikutan?” Tanya Ryan.
“Ikutan apaan?” Tanya Ara
“Noh.” Jawab Ryan sambil menunjuk cewek-cewek yang sedang asyik bermain volley di lapangan dengan dagunya.
“Nggak ah. Males.” Jawab Ara asal.
“Kenapa? Elo sakit?” Tanya Ryan lagi sambil memegang dahi Ara. “Nggak. Dingin kok.” Ryan menjawab sendiri pertanyaannya.
“Emang nggak. Kata siapa gue sakit? Gue kan bilang kalo gue males bukan sakit.”
“Iya deh non. Nggak usah judes gitu kali. Jarang-jarang kan gue perhatian gini sama elo.”
“Jarang-jarang jarang-jarang. Lo pikir gue nggak tahu apa kalo hobby lo itu merhatiin gue. Ngaku lo!!”
“Udah deh nggak usah bawel. Nggak selamanya tahu gue bisa perhatian gini sama elo. Iya kan? Jadi seharusnya elo tuh bersyukur.” Itulah pembicaraan terakhir Ara dan Ryan. Awalnya Ara biasa saja. Dia tidak merasa bahwa tingkah laku Ryan aneh. Dia tidak menyadari bahwa itu adalah suatu pertanda akhir dari kebersamaannya dengan Ryan. Hingga setelah seminggu kemudian Ryan tidak masuk sekolah dan juga tidak menghubunginya, Ara menyadari bahwa sikap Ryan terakhir kali memang sedikit aneh. Tidak seperti biasanya. Biasanya, Ryan adalah orang nomor satu yang paling suka menggoda dan mengejek Ara. Hampir setiap hari kalimat ‘Bebek Ara’ selalu kaluar dari mulutnya. Tapi kali ini berbeda. Ryan tidak lagi memanggilnya dengan julukan bebek. “Gue pengen nyebut nama lo sebanyak yang gue bisa.” Itulah jawaban Ryan ketika ditanya mengapa dia tidak lagi memanggilnya dengan sebutan bebek. Bahkan tidak terhitung sudah berapa banyak SMS ataupun voice message yang Ryan kirimkan kepada Ara yang isinya hanya memanggil nama Ara. 

 Tiga hari setelah Ryan menghilang, Ara masih merasa biasa-biasa saja. Seminggu setelahnya, masih tetap biasa saja. Memasuki minggu kedua, barulah Ara merasa ada yang ganjil. Seperti ada yang hilang dari dirinya dan ia menyadari bahwa ternyata itu karena Ryan. Karena Ryan kini tak ada lagi di sampingnya. Akhirnya Ara memutuskan untuk mencari Ryan. Tapi sudah berbagai cara dilakukannya, dia tetap tidak bisa bertemu dengan Ryan. Selalu saja tiap kali Ara ke rumah Ryan, Ryan selalu tidak ada di rumah. Ara juga sudah mencoba bertanya kepada mama Ryan alasan Ryan tidak masuk sekolah tapi mama Ryan hanya menjawab bahwa Ryan sedikit tidak enak badan.
Dua minggu kemudian Ryan masuk lagi ke sekolah seperti biasanya. Namun sikapnya berubah. Dia tidak lagi menjadi sahabat yang selalu ada di samping Ara. Ryan telah menjadi orang yang berbeda. Baik sikap maupun sifatnya. Ryan yang penyayang telah berubah menjadi sosok Ryan yang kasar dan judes. Ryan yang perhatian telah berubah manjadi Ryan yang cuek dan acuh tak acuh. Namun perubahan sikap itu hanya berlaku untuk Ara. Tidak untuk teman-teman lainnya.
“Yan. Lo kenapa? Lo marah sama gue? Gue punya salah sama lo?” Tanya Ara saat itu. Tapi Ryan hanya diam tidak menjawab.
“Jawab dong. Jangan diem aja.” Sambung Ara sambil menggenggam lengan Ryan. Tapi tidak disangka Ryan menepis tangan Ara.
“Ganggu banget sih lo!” Itulah kalimat yang keluar dari mulut Ryan.
Karena diperlakukan seperti itu, Ara jadi kesal. Dia memutuskan untuk tidak peduli lagi pada Ryan. Dia benci dengan sikap Ryan. Dia tudak suka. Dia kecewa. Dia kangen Ryan yang dulu. Dia kangen Ryan yang selalu menggoda dan mengejeknya. Dia kangen Ryan memanggil namanya. Dia kangen Ryan memanggilnya dengan sebutan bebek. Dia kengen semuanya.
Hingga suatu hari kemudian, muncul berita yang begitu menggemparkan murid-murid sekolah terutama Ara. Berita kematian. Tepatnya berita kematian Ryan. Ara jelas shock dan tidak siap dengan kabar itu. Dia tidak rela Ryan pergi secepat itu. Dia tidak rela Ryan pergi tanpa penjelasan. Dia belum sempat mengatakan betapa dia sangat menyayangi Ryan. Ryan belum menjelaskan alasan perubahan sikapnya selama ini dan Ara yakin Ryan pasti punya alasan yang kuat.
Dari mama Ryan, akhirnya Ara tahu bahwa selama ini Ryan sakit. Ryan menderita gagal jantung sejak kecil. Alasan Ryan tiba-tiba menghilang saat itu adalah karena ia harus menjalani pengobatan yang intensif di rumah sakit. Penyakitnya kambuh dan dari situlah Ryan tahu bahwa kondisinya semakin parah. Hal itu juga merupakan alasan perubahan sikap Ryan terhadap Ara. Karena Ryan tidak ingin Ara sedih dan susah karenanya.
“Ara… ini ada titipan dari Ryan. Buat kamu katanya.” Tante Ratna, mama Ryan menyerahkan selembar amplop berisi surat Ryan kepada Ara.
Dear Ara
Saat lo baca surat ini gue mungkin udah nggak ada. Gue yakin saat ini lo benci banget sama gue. Gue minta maaf kalo selama ini gue udah bikin elo kesel bahkan mungkin kecewa sama gue. Gue sama sekali nggak bermaksud nyakitin lo. Gue bener-bener minta maaf. Gue ngelakuin itu semua karena gue nggak mau nyusahin elo karena gue sayang banget sama lo. Lo adalah sahabat terbaik gue. Gue minta maaf. Gue nggak jujur sama lo. Gue nggak pernah bilang kalo selama ini gue sakit. Gue yakin kalo nyokap gue pasti cerita sama lo meskipun udah gue larang. Tapi akan lebih baik kalo lo tahu itu dari gue. Gue sakit Ra. Gue menderita gagal jantung dari gue lahir.
 Awalnya gue pikir kalo gue nggak perlu takut karena ada elo di samping gue yang pasti akan selalu nemenin dan nyemangatin gue. Tapi ternyata gue salah. Penyakit yang gue derita justru bikin gue takut dan nggak berani buat ketemu sama lo. Gue takut walaupun hanya ngelihat wajah lo. Gue takut, hal itu justru bikin gue semakin sulit untuk ngelepas lo. Gue takut kalo elo bakalan sedih karena kepergian gue karena gue tahu dan gue percaya kalo lo juga sayang sama gue kayak gue sayang sama lo. Jujur gue nggak rela harus pisah dengan cara kayak gini sama lo. Gue pikir, akan lebih baik kalo ini perpisahan yang nggak pernah gue persiapkan sebelumnya. Mempersiapkan perpisahan sama lo adalah sesuatu yang nggak pernah dan nggak pengen gue bayangin sama sekali. Itulah kenapa gue ngejauhin lo. Gue lebih milih lo benci sama gue daripada lo sedih karena kepergian gue.
Gue minta maaf kalo cara gue salah.
Gue sayang sama lo Ra. Gue harap elo bisa maafin gue. Lo adalah kenangan indah dalam hidup gue yang nggak akan pernah gue lupain. Jangan sedih ya bebek. Jangan kangen ya.
Cukup lo simpan gue dalam hati lo.
_Ryan_
Inilah satu-satunya benda yang ditinggalkan Ryan untuk Ara. Benda yang mungkin tak akan bisa menggantikan keberadaan Ryan di hati Ara.
Malam ini Ara kembali membaca kata demi kata yang tertulis dengan rapi itu. Kata-kata yang ditulis Ryan tanpa keraguan sedikitpun. Dua tahun sudah Ryan pergi. Dan dua tahun sudah Ara menjalani hari tanpa Ryan. Entah sudah berapa kali Ara membaca surat ini. Dan entah sudah berapa kali Ara tersenyum sambil menangis ketika membaca surat ini. Akan lebih baik kalo gue denger semua ini langsung dari mulut lo Yan. Batin Ara.
“Tapi nggak apa-apa. Seenggaknya gue tahu kalo lo nggak pernah benci sama gue. Lo adalah kenangan indah yang nggak akan pernah gue lupain seumur hidup gue.” Ucap Ara kemudian sambil tersenyum.

Created by: Elsita F.Mokodompit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar