Catatan harian yang semakin renta dan tua

Senin, 12 Februari 2018

Pemburu Dollar


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bekerja adalah /be·ker·ja/ v 1 melakukan suatu pekerjaan (perbuatan); berbuat sesuatu: ia ~ di perkebunan2 mengadakan perayaan nikah dan sebagainya: ketika ~ mengawinkan anaknya, aku tidak diundangnya;~ bakti melakukan suatu pekerjaan, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri dengan suka rela untuk kepentingan umum: sebulan sekali warga desa diharuskan ~ bakti~ sama melakukan (melaksanakan) suatu kegiatan atau usaha (perniagaan dan sebagainya) yang ditangani oleh dua orang (pihak) atau lebih: orang tua dan guru harus ~ sama mencegah perkelahian antarpelajar. 

Sementara bagi saya pribadi, bekerja adalah tuntutan, adalah suatu cara terbaik yang dapat dilakukan manusia demi bertahan hidup di dunia. Oleh karenanya, ketika takdir membawa saya bekerja di salah satu perusahaan pertambangan di timur Indonesia, rasanya luar biasa lega. Bagi anak yang selama ini sudah terlalu banyak merepotkan orang tua, terlepas dari tali bernama beban itu indah banget rasanya. Namun, bagaimana ketika sesuatu yang kita lakukan demi menyambung napas dan mengisi perut ini bertemu dengan idealisme? Masih bisakah kita merasa lega, atau justru merasa bersalah? Pada impian "akan menjadi apa" di masa kecil yang pupus sudah. Atau pada pemikiran dan cara pandang orang lain terhadap kita. Pada kalimat "bekerja jika tidak sesuai minat mending mati saja".

Saya pribadi jujur saja sangat nggak suka dengan banyak statement yang bilang bahwa orang kerja kantoran belum tentu bahagia. Karena, nggak ada tolak ukur pasti definisi bahagia itu seperti apa. Yang bisa memutuskan bahagia atau tidaknya seseorang adalah dirinya sendiri, bukan idealisme. 

Untuk ritme kerja, jujur saja, selama kerja di tambang tekanannya cukup besar. Pertama, tambang tuh nggak ada yang di perkotaan, beberapa bahkan dibangun dan berproduksi di pedalaman. Secara otomatis, penyedia angkutan umum masih sedikit. Jadi, harus bawa kendaraan sendiri kalau nggak mau ribet nunggu bus perusahaan yang nyaris selalu penuh dan sempit, atau nebeng ke orang dengan resiko telan malu bulat-bulat. Kedua, masalah disiplin. Kerja di tambang tuh nggak ada kayak di kantoran yang kalau telat bisa bikin alasan macet atau tiba-tiba sakit perut dan harus bolak-balik kamar mandi selama dua jam. Bos nggak akan mau tahu, yang jelas siap-siap terima surat teguran atau bahkan peringatan. Tambang yang beroperasi 24 jam juga menyebabkan jam kerja karyawan 'dirasa' nggak beraturan. Ada yang masuk pagi pulang sore, sore pulang malam, malam pulang pagi, atau bahkan ada yang masuk pagi pulang pagi lagi. Dan, ini bikin saya dapat label 'pemburu dollar'. Memang beberapa kalimat yang dilontarkan cuma bahan bercandaan, tapi setelah dipikir-pikir lagi, julukan itu kok jelek banget, ya? Itu baru satu jenis tempat kerja. Gimana yang lainnya, ya?

One day, saya pernah ditanya apa saya bahagia, apa saya nyaman dengan pekerjaan saya. Ketika saya jawab belum bisa menilai karena belum lama kerja, si penanya bilang 'mau gaji gede juga kalau nggak nyaman ya mending sih nggak usah.' Saya jadi bertanya-tanya, nggak nyaman ini dalam hal apa? Karena lingkungan pekerjaannya, tekanan kerjanya, suasana kerjanya, risiko yang harus ditanggung karena kerjanya (misal harus jauh dari orang tua dan nggak pulang selama berbulan-bulan), atau karena nggak sesuai passion dan imipian?

Saya menulis ini bukan sebagai upaya menunjukkan bahwa saya bahagia, atau saya besar gajinya. Saya menulis ini hanya karena gemes aja. Sama yang bilang kerja kantoran belum tentu lebih bahagia daripada yang kerja di rumah, yang kerja besar gajinya belum tentu lebih bahagia dari yang bergaji kecil, atau yang kerja nggak sesuai passion-nya itu nggak bahagia. Karena asal tahu saja, untuk bekerja di tempat seseorang berada sekarang, nggak akan bisa diuangkan seberapa banyak usaha dan apa aja yang udah dilalui. Untuk bisa berada di posisi saat ini, kita nggak tahu siapa yang sedang seseorang itu berusaha bahagiakan. Mungkin kita ngelihatnya terbebani banget. Tapi kita nggak tahu seberapa ikhlas orang tersebut dalam pekerjannya.

Saya pribadi, iya kerjanya siang dan malam. Tapi, setelah dipikir dan dilihat lebih jauh lagi, kerjaan saya nggak jelek-jelek amat kok. Saya ditempatkan di klinik perusahaan di bagian Asuransi Kesehatan. And I come to think about it, I realize that I save people. Nyelamatin pasien dari beban membayar biaya kesehatan yang nggak murah. Jadi, ada sisi positifnya, bukan melulu ngejar duit.

Pemburu dollar, workaholic, Si Gila Kerja, itu semua julukan yang menurut saya bernada negatif. Kesannya mengejar uang terus. Tapi, layaknya seorang Ayah yang kelelahan seharian kerja hingga nggak bisa menemani anaknya main di rumah, mereka yang lagi kerja walaupun nggak sesuai passion ini sebenarnya lagi berusaha untuk berbahagia. Dengan cara yang ada, dengan cara yang saat ini mereka punya. Jadi, kalau lihat ada orang yang kerja dari pagi sampai pagi lagi, stop stop deh bilang pemburu dollar. Cobalah sesekali untuk melihat sesuatu nggak selalu dari sisi yang terlihat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar