Catatan harian yang semakin renta dan tua

Sabtu, 24 Oktober 2020

Ganjil Genap - Almira Bastari

Judul Buku: Ganjil - Genap
Penulis: Almira Bastari
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Editor: Claudia Von Nasution
Tahun Terbit: 2020
Cetakan Ketiga: Maret 2020
Tebal Buku: 344 hlmn.; 20 cm
ISBN: 9786020638010

Gimana rasanya diputusin setelah berpacaran selama tiga belas tahun?

Hidup Gala yang mendadak jomblo semakin runyam ketika adiknya kebelet nikah! Gala bertekad pantang lajang menjelang umur kepala tiga. Bersama ketiga sahabatnya, Nando, Sydney, dan Detira, strategi pencarian jodoh pun disusun. Darat, udara, bahkan laut "disisir" demi menemukan pria idaman.

Akankah Gala berhasil menemukan pasangan untuk menggenapi hari-hari ganjilnya?

****

Sebagai orang yang tidak tinggal di Jakarta, Ganjil Genap termasuk materi yang baru bagi saya. Beruntung daerah tempat saya tinggal tidak semacet Jakarta, walaupun memang pada jam-jam tertentu macet juga. Dulu, setiap kali nonton berita yang membahas tentang penerapan ganjil genap, saya pikir itu patokannya jumlah penumpang di dalam mobil. Kalau hari ganjil harus ganjil jumlahnya, kalau genap harus genap juga penumpangnya. Kan tujuannya mengurangi kemacetan, jadi mikirnya buat yang punya kendaraan roda empat dan tidak ada teman untuk naik mobil bareng, jadi nebeng temen. Akhirnya berkurang jumlah mobil yang beredar di jalanan. Ternnyata bukan begitu, patokannya di plat nomor haha

Saya termasuk penggemar novel metropop dan Almira Bastari masuk dalam jejeran penulis metropop yang saya sukai. Dua bukunya yang berjudul Resign dan Melbourne Wedding Marathon sudah saya baca dan sukses jatuh cinta. Di buku Ganjil Genap, saya juga berhasil dibuat baper dan sering cengengesan. Buku ini bercerita tentang Gala, wanita di akhir usia 20-an yang cantik, mapan, otomatis banyak pria yang naksir namun sayangnya terjebak dalam hubungan selama tiga belas tahun dengan seorang pria bernama Bara. Mereka kenal sejak SMA, dan pacaran sejak itu pula. Hal yang tidak wajar kenapa bisa pacaran selama itu namun nggak kunjung menikah, tapi mengingat Titi Kamal dan Christian Sugiono pun pacarannya sekitar sembilan tahun, anggap saja itu wajar. Namun pasangan artis ini berakhir di pelaminan. Sementara Gala bisa dibilang sial, durasi pacarannya dengan bara yang kalau dipakai untuk kredit perumahan sudah bisa lunas itu harus berakhir dengan kalimat putus di parkiran dari Bara dengan alasan "kamu terlalu baik buat aku". Alasan yang nggak logis, karena sejak kapan sih orang kalau pacaran maunya dijahatin. Pasti semua maunya dapat pasangan yang baik, kan? Kecuali kalau ada orang lain yang dianggap lebih baik. Alasan sudah nggak cocok? Masa iya tidak cocok sementara pacaran sudah tiga belas tahun!? sandal jepit saja kalau tertukar dengan milik orang yang punya motif sama pasti kita ngerasa. Kecuali kalau ada orang lain yang dirasa lebih cocok.

Namun, Gala sama sekali tidak berniat untuk mengorek apakah memang ada orang lain di antara dia dan Bara yang selama ini disembunyikan. Ia hanya ingin tahu alasan Bara memutuskannya, alasan logis yang bisa diterima akal sehatnya, namun sayang jawaban Bara tetap sama: jawaban pengecut "aku nggak mau nyakitin kamu." Padahal dengan diputuskan saja sudah menyakiti. Karena itu, demi menyelamatkan harga dirinya, Gala bertekad untuk harus cepat move on dan dapat gandengan baru. Sekalipun kalau memang Bara sudah ada yang lain, yang penting harus dia yang lebih dulu menikah dibanding Bara. Apalagi sebentar lagi umurnya 30 tahun! Adiknya Gisha juga sudah kebelet nikah! Masa dia dilangkahi? Berapa banyak pertanyaan kapan nikah yang akan ia terima nanti? Bagaimana perasaaan orangtuanya kalau tahu dia dan Bara putus setelah sekian tahun pacaran?!

Pertama, bukunya saya suka. Kedua, ceritanya seru. Ketiga, hal-hal yang dialami Gala memberikan bahan renungan tersendiri untuk saya. Dibanding petualangan cinta, buku ini menurut saya lebih ke nasehat terhadap pasangan-pasangan yang mungkin sudah pacaran lama namun belum menikah, juga ke perempuan-perempuan yang siapa tahu saat ini sedang diberondong pertanyaan kapan nikah dari berbagai penjuru. Di Indonesia, sudah jadi rahasia umum kalau wanita yang belum menikah di atas 30 tahun dianggap 'aib'. Setiap yang ketemu jangankan teman, dari keluarga sendiri pun banyak yang suka melontarkan pertanyaan maut kapan nikah. Tapi buku ini memberikan pencerahan. Nikah nggak perlu diburu, nggak harus terburu-burum nggak boleh hanya karena dikejar umur (walaupun mungkin untuk perempuan ada resiko lain jika terlambat menikah), tapi tetap menikah harus lebih pada kesiapan. Begitu juga kalau putus, nggak perlu terburu-buru cari pengganti kalau memang belum waktunya ada yang cocok. Tidak harus memaksakan keadaan jika memang sejak awal sudah tidak satu visi.

Buku ini termasuk salah satu buku jenis buku yang bikin emosi, terutama ke Bara, Aiman dan kayaknya hampir semua karakter laki-laki yang ada kecuali Nandi dan Anantha dan Pangeran Ibra. Untuk mereka, itu pengecualian. Sisanya, laki-lakinya menyebalkan. Di satu sisi bisa bikin pemaca senyum-senyum sendiri, di sisi lain bikin saya jengkel mangkel setengah mati. Kok ada laki-laki begini? Tapi walau begitu, karena 'keanehan' para lelaki dalam buku ini, saya jadi dapat teori baru tentang menghadapi laki-laki haha. Pun jadi merenungi laki-laki yang pernah mampir di hidup saya. 
Terakhir, bukunya saya rekomendasikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar