Catatan harian yang semakin renta dan tua

Rabu, 12 Juli 2017

[Ebook Review] Lalita By Ayu Utami

Judul Buku: Lalita
Penulis: Ayu Utami
Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Tahun Terbit: 2012
Gambar Sampul dan Isi: Ayu Utami
Tataletak Sampul: Wendie Artswenda
Tataletak Isi: TI, Wendie Artswenda
Tebal Buku: x + 251; 13,5 x 20 cm
ISBN 13: 978-979-91-0493-9
Rating: 2/5

LALITA menerima sejilid kertas tua berisi bagan-bagan mandala, dan sejak itu setiap hari pengetahuannya tentang sang kakek bertambah. Setiap kali pengetahuan itu bertambah banyak, setiap kali pula sang kakek bertambah muda dalam penglihatannya. Pada suatu titik ia bisa sepenuhnya melihat seorang remaja berumur tiga belas tahun, yang berdiri lurus kaku dan kepala sedikit miring seolah melihat sesuatu yang tidak dilihat orang lain. Apa hubungan semua itu dengan vampir dan candi Borobudur? Itu akan menjadi petualangan Yuda, Marja, dan Parang Jati.

****

Tertarik baca buku ini pertama, karena penulisnya Ayu Utami. Kedua, karena review di Ijak sebagian besar bilang bukunya keren. Ketiga, pengalaman berkata, bahwa bacalah buku berdasarkan review yang diterimanya. Keempat, tolak ukur saya dalam baca buku adalah lihat review berdasarkan tulisan dan juga jumlah bintang yang diterima antara 3 sampai 5. Kelima, buku ini banyak dapat 4 bintang. Tapi, setelah baca bukunya, saya malah bingung menarik kesimpulan haha

Kalau dilihat dari materi, buku ini lebih pada cerita perjalanan spiritual Anshel yang lahir dari keluarga Yahudi namun memilih jalan Buddhisme. Ia adalah seorang "figur ilmuwan" yang dekat dengan nilai spiritual Buddha. Nilai yang dikenalnya secara tak sengaja saat berwisata ke menara Eiffel di Paris bersama Ayahnya. Buku ini memuat bagian tersendiri yang menjelaskan tokoh Anshel dan dengan sangat menyesal saya harus mengakui bahwa saya nyaris tidak paham. Saya bisa menjelaskan perjalanan hidup Anshel sedikit, tapi tentang sesuatu yang dirumuskannya sebagai alam nirsadar, titik pusat diri, entah, nggak bisa masuk. Mungkin memang benar seperti kata Marja, nilai sejarah dan budaya Hindu lebih mudah dipelajari daripada Buddha. Dan itu memang saya rasakan.

Buku ini masih merupakan bagian dari perjalanan Yuda, Marja dan Parang Jati yang juga merupakan tokoh utama dalam novel Bilangan Fu, dan jujur saya bingung apa ini adalah buku keduanya, pertamanya atau malah ketiganya. Meski ketiganya nyaris tidak bisa dibilang sebagai tokoh utama disini, karena sesungguhnya ada Lalita yang jadi judul novel ini, serta bab yang membahas kakeknya secara panjang.

Hal positif yang saya ambil dari buku ini adalah saya mendapat sedikit pelajaran mengenai sejarah Buddha meski hanya sedikit, dan memang kalau diperhatikan secara baik, buku-buku Ayu Utami memang selalu memuat hal edukatif, di samping percampurannya dengan "sastra wangi" yang memang dikenal vulgar. Tapi kemudian, sekali lagi sayang, hal edukatif itu tidak bisa benar-benar melekat dalam kepala saya, kecuali unsur candi Borobudur yang memang merupakan salah satu simbol spiritual Buddha yang terbesar pertama di dunia yang terletak di Yogyakarta. Dalam penjelasannya, candi Borobudur secara garis besar dapat dikatakan adalah tempat spiritual yang menjelaskan tentang diri manusia, tapi karena yang saya tahu disana juga terdapat relief yang mirip dengan kisah Nabi Sulaiman a.s dalam Islam, saya jadinya tidak setakjub Marja dan kawan-kawannya. Saya hanya mengambilnya sebagai warisan budaya dari Dinasti Syailendra.

Poin cukup menarik dalam buku ini adalah penjelasan singkat tentang sejarah pervampiran atau kepercayaan bahwa Transylvania adalah tanah leluhur vampir yang ternyata berkaitan dengan perang Turki dan Eropa. Saya mengapresiasi sang penulis pada kelihaiannya mengawinkan sejarah, budaya dan fiksi juga kehadiran Sigmund Freud yang beberapa teori psikologinya sangat saya sukai. Saya juga suka dengan interaksi Marja dan Parang Jati, ataupun Marja dan Yuda, tapi yah sebatas itu. Hampir dikatakan saya tidak bisa menarik garis kesimpulan tentang Lalita selain sebagai wanita dengan hidup yang complicated dan telah memberikan Yuda pengalaman tutup botol sampanye axis mundi.

4 komentar: