Catatan harian yang semakin renta dan tua

Sabtu, 06 Agustus 2016

Kucing Gemuk itu Namanya Katy

Sumber Gambar
Ibu Nurike marah-marah lagi. Umpatan dan makian kelauar dari mulutnya yang dipolesi lipstik merah darah. Perhiasannya yang mahal dan terlihat menyesakkan bergoyang dengan heboh di bawah daun telinganya. Sesekali tangannya yang tidak memegang kipas mengayunkan rotan ke tubuh Si Cemong, memukulnya hingga hewan berbulu halus dan bermata kuning itu berteriak kesakitan.

“Dasar tidak tahu diri! Sudah untung aku tetap memeliharamu meski suamiku sudah tiada. Jika tidak karena pesan terakhirnya yang begitu mengkhawatirkanmu, sudah kubuang kau jauh-jauh.”

Pak Yos, suami Ibu Nurike baru meninggal tiga bulan lalu. Di detik-detik embusan napas terakhirnya, yang ia sebutkan adalah nama si Cemong, peliharaan kesayangannya. Ia temukan di pinggir got terminal bus, kehujanan, kedinginan, dan kelaparan. Matanya yang sayu seolah meneriakkan permintaan tolong yang tidak dapat ia suarakan dalam bahasa manusia. 

Dibawanya kucing itu pulang dan dirawat hingga sembuh, diberi perhatian yang terkadang membuat Ibu Nurike merasa cemburu. 

“Ampun Nyonya. Bukan saya yang menghamburkan makanan di atas meja.” Si Cemong berteriak memohon tapi Ibu Nurike tidak mengerti. Sementara itu,  Katy – anak perempuan Ibu Nurike yang berbadan terlalu sehat, melenggang santai meninggalkan dapur sambil menggigit roti isinya dengan rakus dan menjilati mayonaise yang berlepotan di bibirnya.

“Mampus kau kucing jelek!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar