Catatan harian yang semakin renta dan tua

Rabu, 15 Februari 2017

MATA DAN CINTA YANG TERCURI

Biru menatap wanita di depannya tanpa berkedip. Dress ketat selutut membalut tubuh rampingnya dengan sempurna. Rambutnya tergerai indah, bibirnya dipoles dengan lipstik semerah darah. Sementara itu, matanya menatap Biru dengan binar yang membuat pria itu berusaha keras menahan desakan untuk tidak merengkuhnya ke dalam pelukan dan memagut bibirnya penuh kenikmatan. Matanya membuat Biru terpikat, serasa mabuk laut dan ingin tenggelam disana selamanya.

Jingga namanya – ia mampir ke rumah dan memperkenalkan diri sebagai tetangga baru yang tinggal di seberang rumahnya. Memang, rumah tersebut sudah lama kosong sejak ditinggal pemiliknya pindah ke Jakarta. Dan kini, Biru merasa bagai mendapat durian runtuh ketika wanita dengan paras tak biasa ini muncul di depan wajahnya.

Begitu kuat mata Jingga memikat, malamnya, Biru memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumah wanita itu. Sekitar pukul sebelas malam, secara perlahan ia beranjak dari kasurnya, meninggalkan Ungu, istrinya yang sudah lelap teridur. Tak ia ketahui, bahwa kini dari balik tirai kamarnya yang tertutup, sepasang mata tengah menatapnya dengan penuh kemarahan.

“Ada yang bisa saya bantu?” Jingga bertaya dengan mata yang makin membuat Biru terpesona.

“Boleh saya masuk?” Biru bertanya tanpa melepaskan tatapannya dari mata Jingga yang langsung wanita itu sambut dengan pemahaman.

“Tentu saja.”
****

Kini, hampir setiap malam Biru selalu menyelinap dari kamarnya. Menemui Jingga dan mata yang selalu bisa menengelamkannya pada nikmat yang tak terkira. Biru akui, ia menikah dengan Ungu bukan tanpa cinta. Jelas ia menyayangi istrinya itu, tak pernah berubah bahkan hingga kini meski Jingga kini berada di antara mereka dengan cara yang ‘tak kasat mata’. Namun, Ungu tak lagi bisa memberikan apa yang ia dambakan.

Mata Ungu tak lagi mampu memikatnya! Bahkan ketika mereka bercinta, Biru selalu menghindar untuk menatapnya. Sejujurnya, matanya terasa menakutkan, sejak kecelakaan itu terjadi.

Peristiwa naas itu tejadi lima tahun silam. Segerombolan perampok yang datang entah dari mana tiba-tiba menerobos masuk ke dalam rumah mereka. Saat itu, Biru sedang tidak berada di rumah. Ia harus ke luar kota untuk perjalanan dinas, sementara Ungu tinggal bersama asisten rumah tangga yang memang hanya bertugas di siang hari.

Para perampok itu tidak membobol brangkasnya, tidak juga membongkar perhiasan istrinya. Bisa dibilang, mereka tidak datang untuk barang berharga. Hanya saja, mereka pergi membawa satu-satunya benda yang amat berharga baginya; mata ungu dicungkil hingga keluar dari kelopaknya.

Hancur sekali hati Biru mendapati istrinya tak lagi memiliki mata yang selama ia selalu ia puja, tak lagi bisa menatapnya dengan binar penuh cinta. Tiga tahun Ungu berjuang dengan kebutaannya, bersama Biru yang sebenarnya sudah sangat putus asa. Di mana lagi ia bisa mengobati kerinduan jika tatapan Ungu tak lagi bisa memberinya kehangatan?

Walau setelahnya Ungu mendapat donor mata dan berhasil mendapatkan penglihatannya kembali, bagi Biru hal itu sama sekali bukan hal yang harus ia syukuri. Pancaran cinta yang selalu Ungu miliki tak lagi bisa ia nikmati.

Oleh sebab itu, kehadiran Jingga yang sungguh tidak terduga, bersama matanya yang begitu indah tak pelak membuat Biru berani mematahkan janji suci setia sehidup semati yang dulu pernah ia ucapkan dengan lantang di depan Ayahnya berikut para saksi.

****
Jingga menatap Biru yang terlelap di sampingnya. Wajahnya diliputi kedamaian dan sukacita yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Bila teringat kembali percintaan mereka barusan, Jingga tak akan ragu megatakan bahwa sudah sejak lama Biru memendam dan kehausan. Kini, menatap wajah pria tampan itu, kepuasan dan kebanggaan diri terasa meletup-letup dalam dirinya. Tak pernah Biru ketahui, bahwa sudah sejak lama ia memendam cinta yang begitu besar pada pria itu. Cinta yang terhalang karena kehadiran Ungu, wanita kaya raya yang cantik dan dipuja bahkan sejak mereka masih SMA.

Berbeda dengannya, lebih dikenal sebagai perempuan jelek dan kurang bergaul, Jingga tak pernah punya keberanian untuk mengutarakan cintanya pada Biru, kakak kelas yang begitu dikaguminya. Ketika mengetahui bahwa Biru akhirnya berpacaran dengan Ungu bahkan berakhir menikahinya, Jingga sangat marah. Ia marah pada dirinya dan marah pada kenyataan bahwa Jingga lebih cantik darinya. Apalagi saat ia tak sengaja menguping pembicaraan mereka saat Biru memuji dan memuja mata Ungu yang memang begitu memikat.

Walau demikian, tak ada lagi yang perli dikhawatirkan. Jingga puas dengan dirinya sekarang, puas bahwa Biru telah menjadi miliknya tanpa perlu ia minta. Membuat ia tak menyesal telah membayar mahal perampok-perampuk itu lima tahun lalu. Perampok yang telah berhasil membawakan mata Ungu beserta cinta Biru untuknya.

2 komentar: