Catatan harian yang semakin renta dan tua

Rabu, 03 Mei 2017

[Movie] Winter In Tokyo

Judul: Winter In Tokyo
Sutradara: Fajar Bustomi
Produser: Yoen K
Penulis: Ilana Tan
Tanggal Rilis: 11 Agustus 2016
Durasi: 103 Menit
Negara: Indonesia
Bahasa: Indonesia
Pemeran:

Dion Wiyoko sebagai Nishimura Kazuto

Pamela Bowie sebagai Ishida Keiko

Morgan Oey sebagai Kitano Akira
Kimberly Ryder sebagai Iwamoto Yuri

Film Winter In Tokyo merupakan film drama romantis Indonesia yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Ilana Tan

Bercerita tentang Ishida Keiko (Pamela Bowie) dan Nishimura Kazuto (Dion Wiyoko). Keiko adalah seorang wanita blasteran Indonesia-Jepang yang tinggal di sebuah apartemen di pinggiran kota Tokyo. Saat musim dingin tiba, Keiko bertemu dan menjalin hubungan dengan Kazuto, tetangga baruya yang kembali ke Jepang setelah 10 tahun tinggal di Amerika.

Karena terus bersama-sama, benih cinta pun muncul di hati mereka. Tapi, Keiko justru memilih Kitano Akira (Morgan Oey), cinta pertamanya, ketimbang Kazuto. Sebuah kejadian menyebabkan Kazuto hilang ingatan, disaat itu Keiko merasakan kehilangan seseorang yang sangat berarti dan telah menjadi bagian hidupnya.

****
Filmnya bagus, walau tetap novelnya masih lebih juara. Bukan berniat membanding-bandingkan karena pada dasarnya film dan buku adalah seni yang berbeda. Namun, karena filmya diadaptasi dari novel, buat saya pribadi tetap harus ada hal-hal dari bukunya yang ditekankan dalam filmnya.

Untuk adegan-adegan di dalamnya, buat saya semuanya bagus. Pengambilan view Jepangnya juga juara banget. Syutingnya yang dilakukan bear-benar saat musim dingin pun bikin filmya jadi sangat menyenangkan mata dan nggak melenceng dari bukunya. Namanya juga Winter ya jadi harus musim dingin.

Namun, ada beberapa hal yang menurut saya berasa bolong dan aneh. Misal, adegan saat Kazuto bertemu Shinzo Ojisan saat ia kembali ke Tokyo pertama kali, mereka memang membicarakan orangtua Kazuto tapi terasa lewat begitu aja. Karena emang durasi pertemuan tersebut Cuma beberapa menit, bahkan nggak sampai lima menit. Pertanyaannya, kenapa harus Shinzo Ojisan yang menghubungi Kazuto, kenapa tidak orangtuanya langsung? Atau mungkin nggak akan aneh kalau pertemuan tersebut berlangsung setidaknya lebih dari lima menit, nggak hanya sekedar nanya kabar lalu say bye.

Selanjutnya, untuk aksen Jepangnya juga masih kurang pas. Wajar sih bukan orang Jepang asli yang main, tapi kayaknya akan lebih bagus kalau misal aksen Jepang para tokoh-tokoh utama bisa lebih kental. Karena saya cukup suka Jejepangan, penikmat anime dan sedikit drama Jepang, jadinya berasa kalau saat tokohnya ngomong pake bahasa Jepang tuh kayak dihapalin gitu. Kaku dan kurang mengalir. Sementara disini kan hanya Keiko seorang yang berdarah Indonesia, sisanya Jepang semua. Bahasa Jepang yang dipakai juga banyak yang tidak baku seperti: Oyasumi, Ja, Mata ne, dan lain-lain.

Kemudian, untuk penyebutan nama tokoh atau dalam hal ini cara mereka menyapa satu sama lain. Kalau untuk yang lebih tua sih udah pas pake akhiran –san, tapi untuk yang saling berteman dekat seperti Keiko dan Kazuto, atau dengan Akira juga Yuri, bakal lebih pas lagi kalau digunakan kata sapaan akrab misal akhiran –chan atau –kun. Keiko jadi Kei-chan, Kazuto jadi Kazu-kun, Akira tetap Akira tapi ada tambahan –kun juga. Di akhir-akhir film sih memang ada, tapi hanya digunakan oleh Akira untuk Keiko. Logat Jepang yang cukup fasih menurut saya adalah Morgan, Pamela dan Brandon.

Juga, ada yang jadi pertanyaan saya yakni adegan di rumah sakit. Pengambilan gambarnya seperti tidak dilakukan di Jepang, tapi di Indonesia. Karena selain ukuran rumah sakit yang lebih terlihat seperti klinik, jumlah dokter dan perawat yang terlalu sedikit, juga papan nama Kitano Akira yang berprofesi sebagai dokter ditulis dalam alphabet dan diawali kata dr. (dokter). Nah kan kalo di Jepang, orang-orang menyapa dokter dengan sebutan Sensei.

Selain itu, soundtracksnya saya suka, suasana Jepangnya favorit banget dan ending-nya juga manis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar