Catatan harian yang semakin renta dan tua

Selasa, 18 April 2017

[Ebook Review] Love Fate By Sari Agustia

Judul Buku: Love Fate
Penulis: Sari Agustia
Penerbit: PT. Elexmedia Komputindo
Editor: Pradita Seti Rahayu
Tahun Terbit: 2015
ISBN: 978-602-02-6097-6
Rating: 4/5

Kata orang, pernikahan yang kupunya ini sempurna.

Karier kami sama-sama menanjak. Sejak dua tahun lalu, kami mulai tinggal di rumah sendiri. Tak hanya itu, kami pun membekali diri kami masing-masing sebuah mobil untuk bepergian setiap harinya. Oh ya, kami juga punya dana untuk traveliing keluar negeri – setidaknya sekali dalam setahun – dan berkunjung ke rumah Ambu di Bandung atau rumah Bapak serta Ibu Mertuaku di Malang.

Hanya satu yang sebenarnya sering kali mengganggu: Keturunan. Lima tahun bahtera ini berjalan, belum juga hadir si buah hati.

Kami tk pernah menunda. Tak pernah juga mempermasalahkannya. Dan ... tak pernah juga membicarakannya.

Bagaimana ini....

Suamiku sebenarnya mau punya anak atau tidak?

Yang ke dokter hanya aku. Yang mau adopsi hanya aku. Masa hanya aku saja yang berusaha?

****
Cerita ini dibuka dengan kunjungan Tessa dan suaminya – Bhaskoro, ke Malang untuk menghadiri pernikahan Indah, salah satu adik ipar Tessa. Sebenarnya, Tessa ikut berbahagia dengan pernikahan Indah hanya saja, seperti dugaan Tessa sebelumnya, kunjungannya ke Malang selalu membuahkan masalah yang meresahkan bahkan cenderung menjengkelkan. Pernikahannya dengan Bhas yang sudah mencapai angka lima tahun namun belum dianugerahi momongan itu seolah duri yang senantiasa mengekor ke mana pun Tessa pergi, apalagi kalau sudah ke berkunjung ke rumah mertuanya.

Ibu Murti adalah jenis ibu mertua yang sudah pasti akan dihindari banyak perempuan kalau bisa. Selain bersikap agak kaku, sang mertua juga kerap ikut campur dalam urusan rumah tangga Tessa dan Bhas. Banyak berkomentar dan mengkritik ini itu. Di matanya, Tessa selalu banyak salahnya. Ditambah belum bisa memberinya cucu, kesalahan Tessa jadi semakin bertambah. Kesibukan Tessa dalam pekerjaannya dianggap sebagai biang masalah adri sulitnya mereka memiliki keturunan. Padahal, kalau dari sisi Tessa sendiri, dia beranggapan bahwa bukan pekerjaanlah pemicunya, melainkan hubungannya dengan Bhas memang sudah tak sehangat awal-awal menikah.

Namun, sebagai perempuan yang juga ingin menjadi ibu, Tessa pun gerah. Akhirnya ia memutuskan untuk melakukan konsultasi kesuburan sehingga bisa diketahui dengan pasti letak masalahnya dimana. Sayang, bertolak belakang dengan dirinya, Bhas justru menolak gagasan ini. Suaminya itu yakin bahwa tak ada yang salah dengan dirinya sehingga ia perlu melakukan tes kesuburan.

“Silakan kamu periksa sendiri! Aku tak merasa ada yang sakit dalam badanku. Menurutku, Allah yang belum memberi kita seorang anak – Bhas, hlmn 59

Meski agak tersinggung, Tessa pun mengalah dan memilih melakukan konsultasi sendirian tanpa didampingi sang suami. Suatu hari, Tessa tak sengaja bertemu dengan cleaning service kantor yang sedang mengandung. Dari basa-basi hingga perbincangan ringan, Tessa pun akhirnya mengetahui bahwa keadaan ekonomi Mbak Kanti tidak memadai jika harus membesarkan seorang bayi lagi. Menurut Mbak Kanti, ia akan memberikan anaknya kelak pada siapa saja yang menginginkan sehingga kehidupannya bisa lebih baik. Tessa yang sudah lama mengidamkan seorang anak heran dengan ide tersebut, namun akhirnya bisa mengerti. Tebersitlah gagasan di kepalanya untuk mengadopsi anak Mbak Kanti jika sudah lahir nanti.

Gagasan ini pun diutarakannya pada suaminya, namun ternyata Bhas menentang habis-habisan. Ia tidak bersedia membesarkan anak yang bukan darah dagingnya. Namun, seperti kalimat bijak yang berbunyi di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan, gagasan untuk mengadopsi anak ini berhasil membuat Bhas bersedia melakukan tes kesuburan dan bersama-sama mengusahakan kehadiran buah hati bersama Tessa.

Tak perlu menunggu lama, Tessa pun akhirnya dinyatakan hamil. Kebahagiaan jelas membanjiri setiap sel-sel tubuh Tessa dan Bhas, termasuk Ambu dan keluarga besar di Malang. Walau memang sikap Ibu masih cenderung seperti menganaktirikan Tessa. Tapi Tessa tak peduli, yang terpenting adalah bagaimana bayinya lahir sehat dan selamat.

Untung tak dapat diduga malang tak dapat ditolak, belum genap dua bulan Tessa mengandung, ia harus menerima kenyataan pahit bahwa janin yang dikandungnya tidak berkembang. Tessa mengalami keguguran!

****
Membaca novel bertema perempuan memang selalu menjadi kesukaan saya. Selalu ada sisi menarik yang saya ambil juga pelajaran berharga yang saya petik. Hanya saya, dari sekia banyak novel yang menceritakan kisah hidup seorang perempuan yang pernah saya baca, kebanyakan selalu menceritakan perempuan yang tertindas, seperti yang dialami Tessa.

Kalau dilihat dari kacamata karier dan materi, Tessa tidak kekurangan satu hal pun bahkan mungkin hidup lebih dari kecukupan. Punya suami yang tidak banyak komentar dan ambil pusing dengan pendapat orang juga bisa dikatakan bonus yang menyenangkan. Hanya saja, hal itu terasa nothing hanya karena mereka belum dikarunia seorang anak. Setiap pasangan yang sudah menikah pasti mengidamkan buah hati untuk menyemarakkan suasana rumah dan menjadi pelipur lara, namun sikap mertua Tessa yang cenderung memojokkan sangat tidak saya sukai. Karena saya belum menikah, sudah sejak lama saya selalu berdoa semoga suatu saat nanti nggak dapat mertua yang banyak kometar dan turut campur dalam kehidupan rumah tangga saya nantinya.

Selain itu, dalam kisah ini, mengapa saya katakan Tessa adalah contoh perempuan tertindas, keterlambatan mereka dalam memperoleh keturunan seolah dibebankan seluruhnya pada Tessa. Sikap Bhaskoro yang juga hampir tidak pernah membela Tessa ketika dikritik bahkan dijelekkan sang ibu membuat saya kesal. Kewajiban anak laki-laki pada ibunya memang tidak akan terputus meski mereka telah berkeluarga, tapi bukankah kewajibannya juga untuk melindungi martabat istrinya entah di depan orang asing atau pun ibu kandungnya sendiri?

Buku ini membuat saya kerap meringis karena miris terhadap beberapa fakta pernikahan yang di luar sana mungkin saja banyak terjadi. Pada beberapa bagian, buku ini terasa agak membosankan namun ceritanya tetap worth untuk dibaca. Ada banyak pesan tersirat yang bisa membuat kita membuka mata sedikit lebih lebar tentang menghargai amanah dan titipan Tuhan dalam hal ini, anak.

Bagian favorit saya adalah prosesi pernikahan Indah yang menggunakan adat Jawa tok. Walau saya bukan orang Jawa, saya selalu suka menangkap informasi tentang kebudayaan daerah-daerah yang berbeda sukunya dengan saya. Selain memperbanyak informasi, pengetahuan akan budaya Indonesia saya bisa semakin bertambah. Seluruh prosesi pernikahan Indah membuat saya ingin menyaksikan midodareni dan sebagainya secara langsung. Selain itu, selipan bahasa Jawa dan Sunda dalam banyak percakapan membuat buku ini terasa pribumi dan Indonesia banget. Bukan berarti bahasa daerah lain tidak Indonesia, hanya saja buku yang menyelipkan bahasa daerah menurut saya adalah buku yang sangat membudaya. Pelestarian budaya berbahasa daerahnya juga masuk, walau nggak secara tersurat.

Kemudian, ada fakta unik yang saya dapatkan dari buku ini yakni tentang pantangan pernikahan antara dua orang yang memiliki suku Sunda dan Jawa. Legenda Hayam Wuruk seolah menjadikan pernikahan dua suku yang bersebelahan ini sebagai suatu pamali atau hal yang tabu untuk dilakukan. Bukan karena saya percaya bahwa hal itu benar adanya, semua manusia sama, jika sukunya berbeda maka itu tidak jadi masalah. Hanya saja menurut saya ini bisa menjadi suatu pelajaran tentang rasisme yang mungkin saja masih berkembang dalam hidup masyarakat kita hingga saat ini.

Ada satu hal yang saya sayangkan dari buku ini yakni eksekusi ceritanya kerasa maksa dan nggak asyik. Kalau pada beberapa film thriller biasanya ada adegan si pembunuh sudah mati, namun saat ada kata end tiba-tiba wajah sehatnya di-shoot lagi, kan, nah kalau di buku ini mirip-mirip seperti itu tapi tidak ada rasa puas saat membacanya. Buat saya seharusnya ceritanya masih bisa lebih panjang, Bhas dan Ibu mertuanya setidaknya bisa mendapat sedikit pelajaran berharga atas sikap mereka, terkesan drama sih tapi mending begitu daripada gantung. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar