Catatan harian yang semakin renta dan tua

Sabtu, 06 Mei 2017

[Movie] 3 Srikandi

Judul: 3 Srikandi
Sutradara: Iman Brotoseno
Produser: Raam Punjabi
Penulis: Swastika Nohara dan Iman Brotoseno
Distributor: MVP Pictures
Tanggal Rilis: 4 Agustus 2016
Negara: Indonesia
Bahasa: Indonesia
Pemeran:

Reza Rahadian sebagai Donald Pandiangan

Bunga Citra Lestari sebagai Nurfitriyana Saiman

Chelsea Islan sebagai Liles Handayani

Tara Basro sebagai Kusuma Wardhani

"Donald Pandiangan memecahkan rekor dunia pada PON 1977 di Jakarta dan kelak menjadi juara Asia di Kalkuta, India. Karena prestasi Donald Pandiangan, Indonesia berharap meraih medali pada Olimpiade 1980 melalui cabang olahraga panahan. Desember 1979, secara tiba-tiba Uni Soviet melakukan invasi ke Afghanistan. Gelombang protes terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Protes berlanjut hingga banyak negara memboikot Olimpiade Moskow pada tahun berikutnya. Indonesia ikut memboikot dan kehilangan kesempatan mendapat medali pertama pada ajang Olimpiade."

“Saya paling tidak suka kalau ada urusan politik dicampuradukkan dengan urusan olahraga – Donald Pandiangan”
Kehilangan kesempatan untuk berlaga di ajang olimpiade internasional karena pergolakan politik membuat Donald Pandiangan kecewa dan menghilang. Pada tahun 1988, olimpiade kembali diadakan di Korea Selatan. Hanya saja, untuk tim pemanah putri, tidak ada pelatih. Untuk itulah, Pandi kembali dicari. Awalnya ia sempat menolak, kekecewaannya masih sangat mendalam dan belum terobati. Tapi kemudian ia berubah pikiran dan setelah sesi latihan sekaligus seleksi nasional, terpilihlah tiga orang yang akan mewakili Indonesia di ajang bergengsi itu. Nurfitriyana Saiman dari Jakarta – saat itu masih bernama DKI Jayakarta, Lilies Handayani dari Jawa Timur dan Kusuma Wardhani dari Ujung Pandang (kini bernama Makassar). Sesi latihan ketat pun mulai dilakukan di Sukabumi.

****

Filmnya sangat bagus. Sejak awal nonton hingga akhir cerita saya nggak terserang rasa bosan sedikit pun. Petualangan 3 Srikandi Indonesia ini sungguh membuat saya terharu dan bangga. Bersyukur juga ada film ini, karena dengan begitu kita kita yang hidup di generasi sekarang setidaknya tahu bahwa Indonesia juga pernah punya atlet panahan yang membanggakan. Dan, nggak menutup kemungkinan hal ini akan membuka peluang baru atlet-atlet panahan baru. Indonesia juga pernah punya nama besar, siapa yang tidak bangga?

Harus diakui, kalau dalam bidang olahraga, yang paling banyak dikenal di Indonesia menurut saya hanya sepak bola dan bulu tangkis. Padahal, di tim basket, voli, dan kayak sekarang yang diangkat ke dalam layar lebar – panahan, Indonesia juga punya generasi berbakatnya. Buat saya pribadi, film ini dapat menjadi motivasi bagi para atlet Indonesia untuk nggak lelah berkarya dan mengharumkan nama bangsa. Bayangkan saja ikut olimpiade di Korea Selatan yang terkenal banget dengan atlet panahannya itu.

Setting filmnya juga bagus. Terasa tahun 80-annya, walau saya nggak lahir di zaman itu, tapi tetap rasanya berbeda dengan tahun 90-an apalagi abad 21 sekarang. Feelnya beda gitu. Karakternya juga juara, Tara Basro sukses banget deh jadi orang Makassar. Logatnya kental dengan tambahan mi, ki, dan lain-lainnya. Jujur saja, lihat akting dia bikin saya ingat teman saya yang orang Bugis dan memang sejak kecil tinggal di Makassar. Sama banget. Walau ada satu hal yang kurang, yakni yang jadi anggota keluarga Kusuma ada yang meleset logat Makassarnya. Yang paling jelas sih Mamaknya Kusuma. Orang Makassar kan kalo manggil orangtua perempuan pakai kata Mamak, nah ada satu scene dimana Mamaknya Kusuma ini kelepasan bilang Ibu.

Chelsea Islan juga nggak kalah keren. Medok jawanya bertahan dari awal film hingga akhir, nggak ada meleset. Karakternya juga lucu, ceplas-ceplos dan menggemaskan. Cantik juga :D

Begitupun BCL. Walau untuk aksen dia nggak terlalu sulit karena pakai logat Jakarta yang gue-elo gue-elo, tapi tetap seperti pada film-filmnya yang lain, ia tampil sangat memesona. Apalagi Abang Rezanya. Duh nggak nahan deh. Makin nge-fans saya. Karakternya yang keras karena berdarah Batak itu pas banget nggak lebih, nggak kurang. Logatnya juga. Yah kalau Reza Rahadian mah emang udah terkenal banget ya dalam dunia seni peran.

Unsur sinematografinya nggak begitu menonjol. Kayaknya untuk ajang olimpiadenya diselipin video yang bener-bener pas olimpiade dulu. Pas olimpiadenya udah mulai berasa sih kalau syutingnya dilakukan di Indonesia, tapi agak-agak ragu juga karena banyak bule, orang Korea juga atlet dari negara lain.

Ending-nya benar-benar mengharukan. Saya nggak malu untuk bilang kalau saya menangis terharu dan juga bangga dengan 3 Srikandi Indonesia. Oh iya selain kisah latihannya yang cukup keras dan sulit, ada juga satu kisah manis dari Lilies dan Deni yang terhalang oleh restu orang tua serta keseruan jalan-jalan dan menikmati akhir pekan ala pemuda tahun 80-an. Jadi, filmnya jadi nggak berasa kaku dan terlalu serius. Unsur komedinya nyenengin.

“Musuh terbesar seorang pemanah adalah dirinya sendiri – Donald Pandiangan”

8 komentar:

  1. Di Olimpiade Rio 2016 Indonesia punya atlet panahan Riau Ega, waalau g dapat medali tapi penampilannya sempat menjadi sorotan dunia karena mengalahkan rangking 1 dunia asal Korsel. Saya belum selesai nonton film ini. Ntar mau diselesaikn deh :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah baru tahu. Entah saya yang ga update atau karena penyiaran cabang olahraga panahan ga ada/ jarang di stasiun tv nasional.
      Selamat menikmati :)

      Hapus
  2. Kenapa musuh terbesar seorang pemanah diri kita sendiri ka? Apa karena ga percaya diri yak._.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurutku iya. Sama ambisi juga untuk bisa menyentuh angka sempurna

      Hapus
  3. Dulu sempat tertarik sama film ini tapi ragu-ragu mau nonton. Sekarang jadi beneran kepingin nonton hehehe.
    Semoga ada waktu ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak nyesel deh nontonnya.
      Filmnya seru, dua jam berasa sebentar

      Hapus
  4. Jadi pingiiiiin nonton film ini. Tapi di mana?

    BalasHapus
  5. Saya streaming di HOOQ mbak :)

    BalasHapus