“Berita yang datang”
_Author_
Bara
yang baru saja kembali ke kantor selepas makan siang dikejutkan oleh kehadiran
sang mama yang sudah duduk manis di sofa ruangannya.
“Duduk!”
Perintahnya ketika Bara baru saja masuk.
Dengan
patuh laki-laki itu mengikuti perintah sang mama dan duduk di salah satu sofa
di seberang mamanya.
“Apa
kabar kamu?” Tanya mamanya.
Bara
mengernyit. Maksud mama apa coba nanyain kabar? Kalo udah lama nggak ketemu sih
wajar. Tapi ini, ia bahkan tinggal serumah dengan mama.
“Kamu
ditanya kok malah diam?” Tanya sang mama lagi.
“Baik.
Kabar aku baik. Mama?” Akhirnya diputuskannya untuk menjawab pertanyaan sang
mama saja. Kelihatannya mamanya sedang dalam mood yang kurang bagus.
“Pekerjaan
kamu bagaimana?” Tanya mama lagi.
“Lancar.”
Jawabnya singkat. Sebenanrnya agak-agak aneh dengan pertanyaan mama. Maksudnya
apa sih? Tiba-tiba nanyain kabar gue sama kabar kerjaan gue.
“Trus?”
Tanya mama lagi.
Bara
kembali mengernyitkan keningnya. “Maaf ma tapi maksud mama apa ya? Bara
bingung.” Ujar Bara jujur. Daripada salah ngerti. Malu bertanya kan sesat di
jalan.
“Yang
mana yang kamu pilih?” Tanya mama lagi.
“Pilih
apanya?” Bara balik bertanya
“Calon
mantu mama.” Jawab sang mama singkat. Jawaban singkat yang mampu memebuat mata
Bara melotot. Calon mantu? Calon mantu apa? Siapa?
“Ha?”
“Kenapa?
Kurang jelas ya?”
“Nggak.
Bukan itu ma. Tapi maksud mama apa tiba-tiba dateng ke kantor, nanya kabar Bara
seolah Bara udah lama nggak ketemu sama mama, nanyain kerjaan Bara, trus
tiba-tiba calon mantu?”
“Loh.
Kamu nggak mau menjelaskan berita di majalah itu, ya?”
“Berita
apa?”
“Kamu
belum baca majalah?”
“Belum.”
“Kamu
kok jadi nggak up-to-date gini sih?”
Gerutu mama.
Bara
jadi heran. Sejak kapan mama make make istilah up to date segala.
“Ya
sudah. Kamu baca saja dulu beritanya. Nanti malam, kamu jelaskan sama mama.”
****
Bina
hampir saja menyemburkan minumannya di kantin kampus siang itu. Hari ini Bianca
tiba-tiba saja datang, oke tidak heran jika Bianca datang tapi maksdunya
menurut Bina itu tiba-tiba. Bianca datang sambil memberikan sebuah majalah
padanya yang katanya harus dibacanya secepatnya.
Meskipun
bingung, Bina menurut saja disuruh membaca. Siapa tahu ada berita terbaru
tentang Greyson Chance, penyanyi favoritnya.
Tapi
ternyata dugaannya salah. Yang muncul disana justru fotonya. Di sana tercetak
jelas wajahnya bersama seseorang yang dikenalnya. Fay Bara Putra. Walaupun
sangat jelas bahwa foto itu diambil secara diam-diam, tetap saja wajahnya dari
samping jelas kelihatan. Ia mengenali bahwa foto itu diambil saat kedatangan
Bapak Fay ke kampusnya. Di samping fotonya, terdapat foto lain, dimana Bapak
Fay terlihat sedang menunggui seorang gadis di salah satu salon ternama di
Jakarta.
****
“Yan.” Panggil sebuah suara.
Bian
yang saat itu sedang duduk-duduk di depan kelas, menoleh dan mendapati Richie
yang kini berada di belakangnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.
Ekspresinya bercampur antara geram, takut, khawatir, cemas – entahlah. Pokoknya
mukanya aneh.
“Eh
Chie. Duduk.” Ajaknya.
“Lo
nggak makan siang sama Bina?” Tanya laki-laki itu begitu ia sudah duduk di
samping Bian.
Bian
mengernyitkan keningnya. Heran. Tumben nanyain Bina. Biasanya juga nggak suka
banget gue jalan sama Bina.
“Nggak.
Dia lagi sama Bianca.” Jawab Bian tanpa bertanya ‘kenapa’ walaupun sebenarnya
kenapa sudah gatal untuk mengucapkan satu kata tanya itu.
Richie
mengangguk sambil menggumamkan kata ‘oh’ pelan.
“Nih.”
Selang beberapa menit, tiba-tiba Richie menyodorkan sesuatu. Majalah. “Lo baca.
Terserah lo mau anggap gue apa, gue cuma mikir lo berhak tau.” Ujarnya kemudian
melangkah pergi.
Dengan
bingung Bian mengikuti apa yang dikatakan Richie. Dan alangkah terkejutnya ia
ketika mendapati apa yang terpampang dengan jelas di majalah itu. Foto Bina dan
CEO brengsek itu.
Dengan
geram diremasnya majalah itu sekuat tenaga. Bukan. Ia bukan geram karena
kenyataan bahwa cerita kemarin itu benar adanya. Ia tidak suka melihat tangan
laki-laki itu di kepala Bina!! Ia tidak suka mendapati kenyataan bahwa
laki-laki itu menyentuh Bina walau hanya ujung rambut saja!! Ia tidak suka
wajah Bina diekspos media!!
****
PLAKK!!!
Sebuah tepukan keras menyadarkan Bara yang baru saja menjatuhkan tubuh di sofa
ruang tamu rumah mereka sambil memejamkan mata.
Bimo!
Sial.
“Sakit
nyet!” Makinya pelan sambil kembali memejamkan mata.
“Jangan
molor monyong! Lo harus tanggung jawab!” Balas Bimo.
“Kenapa?
Lo hamil? Nanti gue kawinin sama Bianca.” Ujar Bara asal.
“Anjrit!”
Bara
tidak memerdulikan makian Bimo. Ia kembali memejamkan matanya hendak tidur.
DUG!!
“Dooooohhhh.” Teriaknya kesakitan. Bimo baru saja menendang tulang keringnya.
“Gue lumpuh, kaki lo gue amputasi!” Ancamnya.
“Makanya
jangan tidur, kuya. Nih baca!.”
Perintah Bimo sambil meletakkan sesuatu di meja.
“Apa?”
Tanya Bara sambil sedikit membuka matanya tanpa ada niat sedikitpun untuk
melirik apa yang ada di meja. Bimo hanya menginstruksikan lewat dagunya,
menunjuk majalah yang tergeletak di meja.
Dengan
malas Bara membenarkan posisi duduknya yand tadinya menyender menjadi tegak dan
mengambil majalah itu. Beberapa detik kemudian matanya melotot.
“Nindy Paramitha atau si Gadis Tanpa
Nama. Siapa sebenarnya kekasih Fay Bara Putra?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar