Catatan harian yang semakin renta dan tua

Senin, 14 April 2014

Cinta Tak Sempurna #13

“Berita yang datang”
_Author_

Bara yang baru saja kembali ke kantor selepas makan siang dikejutkan oleh kehadiran sang mama yang sudah duduk manis di sofa ruangannya.

“Duduk!” Perintahnya ketika Bara baru saja masuk.

Dengan patuh laki-laki itu mengikuti perintah sang mama dan duduk di salah satu sofa di seberang mamanya.

“Apa kabar kamu?” Tanya mamanya.

Bara mengernyit. Maksud mama apa coba nanyain kabar? Kalo udah lama nggak ketemu sih wajar. Tapi ini, ia bahkan tinggal serumah dengan mama.

“Kamu ditanya kok malah diam?” Tanya sang mama lagi.

“Baik. Kabar aku baik. Mama?” Akhirnya diputuskannya untuk menjawab pertanyaan sang mama saja. Kelihatannya mamanya sedang dalam mood yang kurang bagus.

“Pekerjaan kamu bagaimana?” Tanya mama lagi.

“Lancar.” Jawabnya singkat. Sebenanrnya agak-agak aneh dengan pertanyaan mama. Maksudnya apa sih? Tiba-tiba nanyain kabar gue sama kabar kerjaan gue.

“Trus?” Tanya mama lagi.

Bara kembali mengernyitkan keningnya. “Maaf ma tapi maksud mama apa ya? Bara bingung.” Ujar Bara jujur. Daripada salah ngerti. Malu bertanya kan sesat di jalan.

“Yang mana yang kamu pilih?” Tanya mama lagi.

“Pilih apanya?” Bara balik bertanya

“Calon mantu mama.” Jawab sang mama singkat. Jawaban singkat yang mampu memebuat mata Bara melotot. Calon mantu? Calon mantu apa? Siapa?

“Ha?” 

“Kenapa? Kurang jelas ya?”

“Nggak. Bukan itu ma. Tapi maksud mama apa tiba-tiba dateng ke kantor, nanya kabar Bara seolah Bara udah lama nggak ketemu sama mama, nanyain kerjaan Bara, trus tiba-tiba calon mantu?”

“Loh. Kamu nggak mau menjelaskan berita di majalah itu, ya?”


“Berita apa?”

“Kamu belum baca majalah?”

“Belum.”

“Kamu kok jadi nggak up-to-date gini sih?” Gerutu mama.

Bara jadi heran. Sejak kapan mama make make istilah up to date segala.

“Ya sudah. Kamu baca saja dulu beritanya. Nanti malam, kamu jelaskan sama mama.”

****

Bina hampir saja menyemburkan minumannya di kantin kampus siang itu. Hari ini Bianca tiba-tiba saja datang, oke tidak heran jika Bianca datang tapi maksdunya menurut Bina itu tiba-tiba. Bianca datang sambil memberikan sebuah majalah padanya yang katanya harus dibacanya secepatnya.

Meskipun bingung, Bina menurut saja disuruh membaca. Siapa tahu ada berita terbaru tentang Greyson Chance, penyanyi favoritnya.

Tapi ternyata dugaannya salah. Yang muncul disana justru fotonya. Di sana tercetak jelas wajahnya bersama seseorang yang dikenalnya. Fay Bara Putra. Walaupun sangat jelas bahwa foto itu diambil secara diam-diam, tetap saja wajahnya dari samping jelas kelihatan. Ia mengenali bahwa foto itu diambil saat kedatangan Bapak Fay ke kampusnya. Di samping fotonya, terdapat foto lain, dimana Bapak Fay terlihat sedang menunggui seorang gadis di salah satu salon ternama di Jakarta.

****

“Yan.” Panggil sebuah suara.

Bian yang saat itu sedang duduk-duduk di depan kelas, menoleh dan mendapati Richie yang kini berada di belakangnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ekspresinya bercampur antara geram, takut, khawatir, cemas – entahlah. Pokoknya mukanya aneh.

“Eh Chie. Duduk.” Ajaknya.

“Lo nggak makan siang sama Bina?” Tanya laki-laki itu begitu ia sudah duduk di samping Bian.

Bian mengernyitkan keningnya. Heran. Tumben nanyain Bina. Biasanya juga nggak suka banget gue jalan sama Bina.

“Nggak. Dia lagi sama Bianca.” Jawab Bian tanpa bertanya ‘kenapa’ walaupun sebenarnya kenapa sudah gatal untuk mengucapkan satu kata tanya itu.

Richie mengangguk sambil menggumamkan kata ‘oh’ pelan.

“Nih.” Selang beberapa menit, tiba-tiba Richie menyodorkan sesuatu. Majalah. “Lo baca. Terserah lo mau anggap gue apa, gue cuma mikir lo berhak tau.” Ujarnya kemudian melangkah pergi.

Dengan bingung Bian mengikuti apa yang dikatakan Richie. Dan alangkah terkejutnya ia ketika mendapati apa yang terpampang dengan jelas di majalah itu. Foto Bina dan CEO brengsek itu.

Dengan geram diremasnya majalah itu sekuat tenaga. Bukan. Ia bukan geram karena kenyataan bahwa cerita kemarin itu benar adanya. Ia tidak suka melihat tangan laki-laki itu di kepala Bina!! Ia tidak suka mendapati kenyataan bahwa laki-laki itu menyentuh Bina walau hanya ujung rambut saja!! Ia tidak suka wajah Bina diekspos media!!

****

PLAKK!!! Sebuah tepukan keras menyadarkan Bara yang baru saja menjatuhkan tubuh di sofa ruang tamu rumah mereka sambil memejamkan mata.

Bimo! Sial.

“Sakit nyet!” Makinya pelan sambil kembali memejamkan mata.

“Jangan molor monyong! Lo harus tanggung jawab!” Balas Bimo.

“Kenapa? Lo hamil? Nanti gue kawinin sama Bianca.” Ujar Bara asal.

“Anjrit!” 

Bara tidak memerdulikan makian Bimo. Ia kembali memejamkan matanya hendak tidur.

DUG!! “Dooooohhhh.” Teriaknya kesakitan. Bimo baru saja menendang tulang keringnya. “Gue lumpuh, kaki lo gue amputasi!” Ancamnya.

“Makanya jangan tidur, kuya. Nih baca!.” Perintah Bimo sambil meletakkan sesuatu di meja.

“Apa?” Tanya Bara sambil sedikit membuka matanya tanpa ada niat sedikitpun untuk melirik apa yang ada di meja. Bimo hanya menginstruksikan lewat dagunya, menunjuk majalah yang tergeletak di meja.

Dengan malas Bara membenarkan posisi duduknya yand tadinya menyender menjadi tegak dan mengambil majalah itu. Beberapa detik kemudian matanya melotot.

“Nindy Paramitha atau si Gadis Tanpa Nama. Siapa sebenarnya kekasih Fay Bara Putra?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar