Catatan harian yang semakin renta dan tua

Rabu, 29 Maret 2017

[Ebook Review] Harimau! Harimau! By Mochtar Lubis

Judul Buku: Harimau! Harimau!
Penulis: Mochtar Lubis
Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Terbit Ulang Pertama Kali: 1992
Cetakan Kedelapan: 2013
YOI,: 149.10.8.92
Desain Sampul: Ipong Purnama Sidhi
Tebal Buku: vi+214 hlmn.; 17 cm
ISBN: 978-979-461-109-8
Rating: 4/5

Harimau! Harimau! Telah mendapat Hadiah Yayasan Buku Utama sebagai buku penulisan sastra terbaik tahun 1975.

Buku ini dapat dibaca sebagai sebuah cerita petualangan di rimba raya oleh sekelompok pengumpul damar yang diburu oleh harimau yang kelaparan. Berhari-hari mereka menyelamatkan diri mereka dan seorang demi seorang di antara mereka jatuh menjadi korban terkaman harimau.
Di tingkat lain, juga terjadi petualangan dalam diri masing-masing anggota kelompok pengumpul damar ini. Di bawah tekanan ancaman harimau yang terus-menerus memburu mereka, dalam diri mereka masing-masing, yang mempertinggi pula kesadaran mereka tentang ketakutan dan kelemahan-kelemahan pra anggota kelompok mereka yang lain. 

Di antara mereka malahan sampai pada kesadaran bahwa sebelum membunuh harimau yang memburu-buru mereka, tak kalah pentingnya ialah untuk membunuh terlebih dahulu harimau yang berada dalam setiap anak manusia. 

Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Belanda, Jerman, dan sebuah terjemahan dalam bahasa Jepang sedang dilakukan pula.

****

Disebutlah anggota kelompok pengumpul damar yang amat akrab seperti keluarga. Wak Katok yang terdengar kemahsyurannya karena beragam ilmu yang ia kuasai; berburu, pencak silat, hingga ilmu guna-guna, Pak Haji yang dihormati karena gelar hajinya, Pak Balam, Sutan, Sarip. Talib dan yang termuda Buyung. Suatu hari, ketujuh lelaki ini pergi ke hutan untuk mengumpulkan damar. Seperti kebiasaan mereka, setiap kali mereka mengumpulkan damar, mereka selalu menginap di huma Wak Hitam yang terletak di tengah hutan. Wak Hitam ini walau sudah tua dan ditakuti, ia adalah lelaki yang terkenal banyak istri. Istri termudanya, Siti Rubiyah yang amat cantik pun tinggal bersamanya di hutan.

Hal yang membuat beberapa anggota kelompok ini menerka-nerka untuk apa istrinya yang jumlahnya banyak itu padahal Wak Hitam sudah tua.

"Itu kan adat manusia, semakin tua seorang lelaki, semakin ia ingin punya bini muda. Dan perempuan tua ingin punya suami muda. Untuk menahan umurnya sendiri - hlmn 33"

Siti Rubiyah amatlah cantik. Kulitya kuning langsat dan rambutnya hitam panjang hingga batas pantat. Naluri lelaki pun membuat Sanip, Sutan, Talib hingga Wak Katok kerap membayangkan tubuh wanita muda itu. Namun, berbeda dengan Buyung, ia sama sekali tidak tergoda. Hatinya sudah lama direbut Zaitun, teman masa kecilnya yang kini sudah ia cintai dan membuat hatinya senantiasa berbunga-bunga.

Namun, siapa pun pasti akan luluh jika bertemu wanita yang mengeluhkan kesusahan hidupnya, apalagi jika ditambah bonus rupawan wajahnya. Siti Rubiyah yang biasanya hanya diam dan melaksanakan tugasnya sebagai istri, tiba-tiba saja meminta pertolongan pada Buyung. Tanpa diminta, mengalirlah cerita kekejaman yang sering Wak Hitam lakukan padanya dan betapa ia terpaksa menikah dengan lelaki tua itu. Buyung, yang memang masih muda dan murni hatinya tak kuasa melawan perasaan ingin melindungi yang terbit dalam hatinya untuk Siti Rubiyah.

Meski timbul keraguan karena kekuatan Wak Hitam yang terkenal tiada tandingannya, Buyung tetap tak dapat mengelakkan hatinya dari keingina menolong dan membebaskan Siti Rubiyah dari kesusahan hidupnya. Hanya saja, ternyata tak sampai disitu. Pertolongan yang ia berikan terhadap Siti Rubiyah baru sebatas janji, yang terjadi adalah mereka justru melakukan hal yang tida seharunya - salah satu dosa besar yang akan membuat Tuhan murka.

Selesai mengumpulkan damar, Buyung dan kawan-kawannya harus kembali ke kampung. Berat hati Buyung meninggalkan Siti Rubiyah bersama Wak Hitam yang sakit-sakitan, namun akan sangat aneh dan mengundang curiga jika ia tetap tinggal disana. Ia tak ingin teman-temannya tahu, terlebih sesuatu yang sudah terjadi antara dirinya dan Siti Rubiyah adalah hal yang harus disembuyikannya. Akan malu ibunya jika tersiar berita bahwa ia telah berzina dengan istri orang dan lagi, Buyung takut membayangkan tanggapan Zaitun terhadapnya.

Akhirnya rombongan itu pulang. Namun naas, di perhentian pertama tempat bermalam, sebuah kemalangan menimpa mereka. Pak Balam yang pamit hendak buang air di sungai tiba-tiba menjadi terkaman buas harimau. Dan setelahnya, segalanya menjadi lebih rumit dari seharusnya. Pak Balam yang sempat diselamatkan walau dalam keadaan memprihatinkan tiba-tiba meracau tak jelas tentang dosa. Ia berkata bahwa harimau yang menerkamnya adalah harimau utusan Tuhan yang bertugas untuk membunuh para pendosa. Ia pun mulai menguak aib-aib dirinya, bahkan temannya sendiri, juga meminta teman-temannya untuk mengakui semua dosa dan kesalahan mereka agar tidak berakhir menjadi seperti dirinya. Ia meminta mereka mengakui segala dosa yang telah mereka lakukan satu per satu. Sementara itu, Buyung sama sekali tida berniat menyingkap rahasia antara dirinya dan Siti Rubiyah.

****

Membaca sastra klasik selalu menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Selain terkendala bahasa, buku-buku sastra klasik selalu menggunakan diksi yang indah, mendalam dan terkadang menguji batas pemahaman. Saya membaca buku ini hanya bermodalkan nama penulisnya saja, tanpa membaca sinopsisnya. Walau awalnya sempat ragu (bukan pada penulisnya tapi pada kemampuan saya membaca buku sastra), saya bersyukur sudah membaca buku yang sangat bagus ini.

Buku ini memuat konflik yang sederhana namun dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Bukan pada affair yang terjadi antara Buyung dan siti Rubiyah, atau Buyung dengan Zaitun, atau konflik persahabatan. Namun lebih mengarah pada konflik mental tokoh-tokohnya.

Dibuka dengan sejarah dan penjelasan yang cukup panjang untuk karakter masing-masing tokoh, buku ini terasa agak membosankan di awal. Namun, durasi pembukanya yang cukup panjang itu justru membuat saya penasaran dengan cerita seperti apa yang menanti ke depannya. Judulnya juga teramat memikat. Harimau! Harimau! terdengar amat filosofis dan mengandung makna tak terduga. Dan benar saja. Hal itu terbukti oleh betapa sukanya saya dengan cerita ini.

Diksi yang diguakan dalam buku ini terdengar indah, tidak sulit dicerna walau terkadang saya harus membaca satu kalimat sebanyak dua kali untuk dapat memahamia denga tepat adegan seperti apa yang sedang diceritakan sebenarnya. Terdapat cukup banyak kesalahan pengetikan namun tidak fatal, bukunya tetap asyik dinikmati karena saltiknya belum pada tahap 'bertebaran dimana-mana'. Pesan yang tersirat maupun tersurat amat jelas dalam buku ini adalah tentang cara manusia memaknai hidup dan kehidupan, menjalaninya dan berinteraksi dengan makhluk-makhluk di sekelilingnya. Mengajarkan betapa keangkuhan dan kesombongan, serta kecongkakan pada akhirnya hanya akan mendatangkan kemalangan.

Buku ini juga mengajarkan kita tentang arti menjadi gengsi yang elegan da gengsi yang mencelakakan. Juga tentanf makna persahabatan, persaudaraan, tolong menolong, gotong royong, terlebih juga tentang prasangka buruk - perasaan yang kerap kali merasuki hati manusia jika sudah dipenuhi dengan hal-hal negatif di sekelilingnya. Selain itu, buku ini juga menawarkan petuangan berburu dan diburu yang seru dan menegangkan. Saat-saat mencekam, gelap dalam hutan gelap dengan sepasang mata yang bersiap menerkam dari arah mana saja tentu merupakan pengalaman yang takkan terlupakan bagi siapa yang mengalaminya.

Ada beberapa kutipan menarik yang saya petik dari buku ini yakni:

1. Mengapa demikian susahnya membela yang benar dan yang menjadi korban kezaliman? Bagaimana mungkin begitu sukar menjelaskan kebenaran? Dan mengapa harus diperlukan keberanian luar biasa untuk melakukan sesuatu kejujuran biasa? - hlmn 69

2. Orang yang membiarkan orang lain melakukan kejahatan dan dosa, sedang dia mampu menghalaginya, sama besarnya dosanya dengan orang yang melakukan dosa itu. Apalagi jika dia tahu, bahwa karena perbuatan dosa itu, dia sendiri mendapat keuntungan - Pak Balam, hlmn 101

3. Karena orang yang mencoba membuka kebenaran dibenci dan dimusuhi oleh mereka yang bersalah dan berdosa. Banyak orang yang takut hidup menghadapi kebenaran, dan hanya sedikit orang yang merasa tak dapat hidup tanpa kebenaran dalam hidupnya - hlmn 104-105

4. Tak seorang pun juga merasa senang menelanjangi dirinya sendiri. Jangankan di depan orang lain, meskipun pada dirinya sendiri, ketika orang seorang hanya sendiri dengan dirinya, tak ada yang suka bertentangan mata dengan hati nuraninya

5. Dalam hidup tak selamanya orang dapat bersedia menghadapi segala kemungkinan, dan mengambil risiko selalu perlu - hlmn 118

6. Jarang sekali orang timbul belas kasihan terhadap orang yang tak berdaya. Kebanyakan orang bersikap kejam dan hendak menindas orang yang tak berdaya - hlmn 132

7. Untuk dapat terus hidup manusia bersedia berbuat banyak sekali. Tidak saja mengorbankan kesenangan diri, harta dan kekayaan, akan tetapi menjual kehormatannya sendiri pun banyak orang yang bersedia melakukannya - hlmn 154

8. Orang tak boleh memikirkan atau membiarkan pikiran-pikiran yang merugikan tumbuh dalam kepalanya. Karena pikiran-pikiran demikian dapat mempengaruhi diri orang. Dan terjadilah hal-hal yang tak dikehendaki atau ditakuti - hlmn 169-170

9. Di mana kita bertemu dengan yang jahat, dan hendak merusak kita, atau merusak orang lain, merusak orang banyak, maka kita yang paling dekat wajib melawannya. Masa harus kita tunggu dulu diri kita yang kena bala maka kita baru bangkit melawannya? Masa kita berdiam diri selama diri kita yang tak kena? - Buyung, hlmn 181-182

10. Kita tak hidup sendiri di dunia manusia sendiri, sendiri tak dapat hidup sempurna, dan tak mungkin hidup sebagai manusia, tak mungkin lengkap manusianya. Manusia yang mau hidup sendiri tak mungkin mengembangkan kemanusiaannya. Manusia perlu manusia lain - Pak Haji, hlmn 198

11. Tuhan ada, anak-anak, percayalah. Tapi jangan paksakan Tuhamu pada orang lain; seperti juga jangan paksakan kemanusiaanmu pada orang lain. Manusia perlu manusia lain... manusia harus belajar hidup dengan kasalahan dan kekurangan manusia lain - Pak Haji, hlmn 198

12. Sedang Tuhan dapat mengampuni segala dosa jika yang berdosa datang padanya dengan kejujuran dan penyesalan yang sungguh. Apalagi kita, manusia yang biasa dan daif ini, di mana kekuasaan kita untuk menjadi hakim yang mutlak, dan menjatuhkan hukuman tanpa ampun kepada sesama manusia? - Pak Haji, hlmn 199

Dari setiap pesan-pesan tentang kemanusiaan yang ada, satu hal yang paling melekat dalam hati saya, yang juga sudah sering diingatkan dan pernah diajarkan sejak kita masih kecil hingga dewasa bahwa manusia selalu membutuhkan kehadiran manusia lain di sampingnya. Tidak ada satu makhluk pun yang dapat hidup sendiri di muka bumi yang luas ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar