Catatan harian yang semakin renta dan tua

Jumat, 10 Maret 2017

[Ebook Review] Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah By Tere Liye

Judul Buku: Kau, Aku, Dan Sepucuk Angpau Merah
Penulis: Tere Liye
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Desain Ilustrasi Sampul: eMTe
Tahun Terbit: 2012
Tebal Buku: 512 hlmn; 20 cm
ISBN: 978-979-22-7913-9
Rating: 4/5

Ada tujuh miliar penduduk bumi saat ini. Jika separuh saja dari mereka pernah jatuh cinta, setidaknya akan ada satu miliar lebih cerita cinta. Akan ada setidaknya 5 kali dalam setiap detik, 300 kali dalam semenit, 18.000 kali dalam setiap jam, dan nyaris setengah juta sehari-semalam, seseorang entah di belahan dunia mana, berbinar, berharap-harap cemas, gemetar, malu-malu menyatakan perasaannya.

Apakau Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah ini sama spesialnya dengan miliaran cinta lain? Sama istimewanya dengan kisah cinta kita? Ah, kita tidak memerlukan sinopsis untuk memulai membaca cerita ini. Juga tidak memerlukan komentar dari orang-orang terkenal. Cukup dari teman, kerabat, tetangga sebelah rumah. Nah, setelah tiba di halaman terakhir, sampaikan, sampaikan ke mana-mana seberapa spesial kisah cinta ini. Ceritakan pada mereka.

"Seperti biasa, Tere Liye selalu bisa mencungkil hal-hal istimewa dari kehidupan yang tidak pernah menarik perhatian."
Belinda, calon dokter gigi

"Tentang cinta pertama yang begitu memukau, mengajari tetapi tidak menggurui."
Ayu Aditya Saputri, calon guru SLB

"Jika selama ini sering dijejali cerita cinta termehek-mehek, maka Borno da Mei adalah orisinal cerita cinta tentang pengorbanan yang tidak akan membuat kita menjadi mellow."
Ariza, guru TK

"Novel yang berbeda. Mengangkat profesi yang tidak pernah ada di novel mana pun. Kisah cinta yang sederhana, indah, dan klasik."
Umi Futikhah, guru

"Saya berdoa semoga saya bisa menjadikan anak lelaki saya "bujang berhati paling lurus" seperti Borno."
Putri, buruh pabrik

****

"Cinta itu seperti musik yang indah. Cinta sejati akan membuatmu tetap menari meski musiknya telah lama berhenti"

Buku ini berkisah tentang Borno anak pengemudi sepit yang karena takdir harus berpisah dengan Bapak yang ia kasihi, Bapak Borno meninggal karena tersengat ubur-ubur di Sungai Kapuas. Hal itu menyebabkan Borno hanya tinggal berdua dengan Ibunya. Beruntung, ia masih bisa menyelesaikan pendidikannya hingga SMA.

Waktu berlalu, Borno butuh pekerjaan. Beberapa kali ia berganti profesi. Mulanya ia bekerja di pabrik karet, meski tidak tahan dengan baunya, ia tetap bertahan. Sayang, keadaan ekonomi yang memburuk membuat banyak pabrik karet gulung tikar, salah satunya pabrik tempat Borno bekerja. Membuat ia harus rela kehilangan pekerjaannya.

Namun, ia tidak putus asa. Keteguhannya mempertemukan ia dengan Syahbandar yang baik hati, yang membantu ia mendapatkan pekerjaan sebagai penjaga loket di dermaga feri, Walau ditentang habis-habisan oleh Bang Togar dan pengemudi sepit lainnya, dianggap pengkhianat karena telah bekerja untuk orang-orang yang menyebabkan sepit kehilangan kepopulerannya, Borno tidak gentar. Ia tetap bekerja sebagaimana seharusnya. Namun, kecurangan yang dilakukan beberapa rekan kerjanya membuat ia berpikir ulang, apalagi setelah mendengar nasihat Ibu.

"Kau tahu, Borno. Tempat bekerja kau sebelumnya, meski bau, membuat orang lain menutup mulut saat kau lewat, hasilnya wangi. Halal dan baik. Dimakan berkah, tumbuh jadi daging kebaikan. Banyak orang yang kantornya wangi, sepatu mengilat, baju licin disetrika, tapi boleh jadi busuk dalamnya. Dimakan hanya menyumpal perut, tumbuh jadi daging keburukan dan kebusukan - hlmn 42"

Dengan pertimbangan matang, Borno pun memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Tawaran pekerjaan baru pun datang; menjadi pengemudi sepit. Tapi Borno tidak mau, ia tak ingin melanggar pasan Bapaknya yang sejak dulu selalu mewanit-wanti agar ia tak menjadi pengemudi sepit seperti orangtuanya. Tapi, beberapa nasihat bijak yang datang lewat Koh Acong, Cik Tulani dan Pak Tua membuat Borno kembali mempertimbangkan pilihan itu.

"Haiya, apalah artinya kalimat itu Borno? Aku selalu bilang pada dua anakku yang sekarang sekolah di Surabaya, 'Kalian orang kalau sudah besar, jangan jadi pedagang toko kelontong macam Kokoh.' Tapi kalau mereka orang ternyata jadi pedaganag besar di Jawa sana, mau bilang apa? Malah bagus itu - Koh Acong, hlmn 51"

"Woi, kau ini jangan memperumit masalah, Borno. Lihat, Cik kau ini selalu bilang pada si buyung, 'Nak, Ayah hanya tamat SD, kau setidaknya tamat SMP, anakmu kelak lulus SMA, dan cucuku nanti berijazah sarjana.' Lantas kalau si buyung ternyata bisa bergelar doktor, apakah dia jadi anak durhaka, dibakar api neraka, karena tidak mendengarkan wasiatku saat kecil? - Cik Tulani, hlmn 52"

"Jamak itu Borno. Lazim sekali seorang petani bilang ke anaknya. 'Nak, jangan jadi petani, tidak bisa kaya.' Seorang guru SD bilang ke anaknya, 'Nak, jangan jadi guru, hidupnya susah, makan hati pula.' Seorang kuli kasar bilang ke anaknya, 'Nak, jangan pernah jadi kuli, keringat diperas, gaji tak memadai.' Tetapi maksud mereka tidaklah demikian. Hakikat sejati pesan itu adalah agar kau jadi lebih baik. - Pak Tua, hlmn 53"

Kembali, dengan pertimbangan matang-matang, Borno memutuskan mengikuti saran Ibu, Koh Acong, Cik Tulani dan Pak Tua. Ia pun menjadi pengemudi sepit!

Borno adalah anak yang suka berbicara sejak kecil, menanyakan banyak hal yang tidak lumrah ditanyakan orang banyak. Seperti bertanya dimana letak hulu Sungai Kapuas dan berapa panjangnya, pertanyaan tentang cinta juga kerap terbesit dalam kepalanya. Siapa sangka, oleh profesi barunya sebagai pengemudi sepit, Borno justru menemukan jawabannya.

Pada gadis cantik peranakan Cina, berbaju kurung dan membentangkan payung merah, jantung hati Borno ditancapkan untuk pertama kalinya. Dan seperti pucuk dicinta ulam pun tiba, Borno tak sengaja menemukan sebuah surat beramplop merah yang tertinggal gadis itu di dasar sepitnya. Namun, setelah berusaha keras menemukan sang gadis demi mengembalikan surat tersebut, Borno justru menemukan kenyataan pahit bahwa surat itu hanyalah amplop angpau yang sering dibagikan saat perayaan imlek!

****

Kisah cinta yang amat manis. Latar belakang keluarga Borno, bagaimana ia menjalani kesahariannya serta latar tempat kejadian cerita ini juga membuatnya makin unik. Tak hanya membahas soal cinta, buku ini juga memberikan pengetahuan dan sedikit gambaran tentang kehidupan masyarakat pesisir Sungai Kapuas yang terletak di Kalimantan Barat. Bagaimana merea melakukan aktivitas dan sikap kekeluargaan dan gotong royong yang amat kental disana.

Cerita buku ini murni romansa antara dua orang yang saling jatuh cinta, tapi kehidupan Borno dan bagaiaman ia menjalaninya setiap hari, sikap positif yang ia miliki memang betul-betul membuatnya menjadi pemuda dengan hati paling lurus di tepian Sungai Kapuas.

Seperti pada buku-buku Tere Liye lainnya, selalu ada pesan menarik yang saya petik darinya. Begitu pun yang ada pada buku ini. Sebagian besar memang mengarah pada cinta dan bagaiaman cara mengelola perasaan yang terkadang hadir secara semena-mena namun membuat bahagia dalam hati itu. Tapi itulah yang membuat buku ini menjadi lebih manis namun nggak bikin eneg kayak kue kebanyakan gula. 

Banyak kutipan dan pesan-pesan tentang cinta, namun kisah cintanya sama sekali nggak menye-menye. Walau dimulai lewat hal klasik; pandangan pertama, perkembangan alurnya sama sekali nggak biasa. Sempat terpikir bahwa buku ini mengandug unsur cinta tak direstui karena perbenturan budaya dan latar belakang kkeluarga, tapi ternyata hal itu tidak terbukti. Beberapa kali saya dibuat terkejut oleh surpirse yang tak pernah saya duga. Kejutan yang membuat saya mendesah 'wah' dan tersenyum saking sukanya.

Walau endingnya nggak sesuai ekspektasi dan keinginan hati, saya tetap suka. Terima kasih karena tidak memberikan sad ending seperti yang terdapat pada Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin.

Ada banyak sekali kutipan menarik yang sarat pesan yang hampir 80% datang dari Pak Tua -  ada dalam buku ini:
1. Dalam banyak urusan, kita terkadang kita sudah merasa selesai sebelum benar-benar berhenti - Pak Tua, hlmn 44

2. Orang paling bersyukur di dunia ini adalah orang yang selalu makan dengan tamunya. Sebaliknya, orang yang paling tidak tahu untung adalah orang yang selalu saja mengeluhkan makanan di hadapannya - Pak Tua, hlmn 121

3. Cinta adalah perbuatan. Kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun rasa cinta. Tetapi kau tidak akan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi - Pak Tua, hlmn 168

4. Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirundung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya - Pak Tua, hlmn 194

5. Terkadang dalam banyak keterbatasan, kita harus bersabar menunggu rencana terbaik datang, sambil terus melakukan apa yang bisa dilakukan - Borno, hlmn 210

6. Cinta bukan kalimat gombal, cinta adalah komitmen tidak terbatas, untuk selalu mendukung, untuk selalu ada, baik senang maupun duka - hlmn 221

7. Kau tahu hikmah terbesar sakit, Borno? Bagi bayi, sakit adalah tahapan naik kelas. Sakit sebelum bisa merangkak, sakit sebelum bisa berdiri, sakit sebelum bisa berjalan. Bagi kita yang jelas tidak mengulum jempol lagi, sakit adalah proses pengampunan, Borno - hlmn 250

8. Percayalah, sepanjang kita punya mimpi, punya rencana, walau kecil tapi masuk akal, tidak boleh sekalipun rasa sedih, rasa tidak berguna itu datang mengganggu pikiran - Borno, hlmn 282-283

9. Cinta selalu saja misterius. jangan diburu-buru atau kau akan merusak jalan ceritanya sendiri - hlmn 288

10. Jangan sekali-kali kau biarkan prasangka jelek, negatif, buruk, apalah namanya itu muncul di hati kau. Dalam urusan ini, selalulah berprasangka positif. Selalulah berharap yang terbaik. Karena dengan berprasangka baik saja hati kau masih ketar-ketir memendam duga, menyusun harap, apalagi dengan prasangka negatif, tambah kusut lagi perasaan kau - Bang Togar, hlmn 299

11. Sejatinya, rasa suka tidak perlu diumbar, ditulis, apalagi kau pamer-pamerkan. Semakin sering kau mengatakannya, jangan-jangan dia semakin hambar, jangan-jangan kita mengatakannya hanya untuk menyugesti, bertannya pada diri sendiri, apa memang sesuka itu - Pak Tua, hlmn 428

12. Berasumsi dengan perasaan, sama saja dengan membiarkan hati kau diracuni harapan baik, padahal boleh jadi kenyatannya tidak seperti itu, menyakitkan - Pak Tua, hlmn 429

13. Cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka makan gulai kepala ikan, suka mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut cinta. Kita berid dia porsi lebih penting, kita besarkan, terus menggumpal membesar - Pak Tua, hlmn 429-430

Dari sekian banyak ungkapan tentang cinta, perjalanan hidup Borno ada satu hal penting yang saya petik dari buku ini yakni percaya pada diri sendiri, meski dengan segala keterbatasan yang ada, asal terus berusaha pasti akan ada jalannya. Tak hanya untuk urusan karir dan impian tapi juga perkara cinta.

6 komentar:

  1. reviewnya lengkap, jadi pengen beli bukunya, kayanye menarik nih
    salam kenal, adeeek

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayok kaak. Aku dari dulu udah penasaran bgt sama bukunya dan bener2 seneng udh bisa baca :)
      Salam kebal jugaaak

      Hapus
  2. Reviewnyaserasa kayak baca the whole book. Jadi penasaran pengen baca bukunya dan tau kehidupan orang2 pesisir sungai Kapuas. Punya bukunya, tapi belum dibaca.. hehe

    salam kenal dari follower mba yang ke-17

    www.theamazingjasmi.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menarik banget Mbak. Kisah mereka 'membumi' gitu kalo menurutku

      Salam kenal juga mbaak :))

      Hapus
  3. rewiewnya mendalam sekali.. another tere liye yang bkin aku penasaran

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah sempatkan baca Mbak. buku2 om Tere emang selalu bikin penasaran hehe

      Hapus